Namanya Huang Renjuni, seorang gadis yang memiliki kehidupan jauh dari kata bahagia, tentram, damai, seperti kehidupan gadis-gadis seusianya.
Bagaimana rasanya bersenda gurau dengan sahabat saat jam istirahat pelajaran? Dia tidak pernah tau, dia tidak memiliki sosok seperti itu, ah tidak, lebih tepatnya, dia menolak untuk memiliki sosok sahabat.Bagaimana rasanya pergi ke Taman bermain dengan baba dan mama untuk sekedar melepas stres setelah berkutat dengan ujian kenaikan kelas? Dia ingin tau, tapi dia tidak akan pernah mengetahui seperti apa menyenangkannya itu.
Dia masih waras untuk tidak meminta hal itu, disaat kedua orang tuanya sudah tidak ada di dunia ini untuk mengabulkan keinginannya.Dari banyaknya keinginan yang selama ini hanya bisa dia pendam sendiri, hanya satu yang saat ini sangat dia harapkan benar-benar terkabul, ketenangan. Dia ingin hidup tenang, tanpa ada bisik-bisik tentang hal buruk yang selalu menyapa indera pendengarannya. Kalau memang bisikan-bisikan itu tidak bisa hilang sepenuhnya, setidaknya itu bisa berkurang sedikit saja kan?
Kalau biasanya ada 10 orang yang berbisik buruk tentangnya, Renjuni berharap mereka berkurang satu, satu saja tidak apa-apa.Dia sangat lelah dengan semua ini, tapi apakah dia harus mengeluh? Siapa yang ingin mendengar keluhannya? Tidak ada, atau mungkin ada, tapi dia yang tidak ingin orang itu ikut susah karena keluh kesahnya.
Sebab, susah karena berdekatan dengannya itu adalah susah yang benar-benar susah. Renjuni tidak ingin orang lain ikut merasakan seperti apa yang dia rasakan selama ini, karena sungguh, itu benar-benar buruk.Hari ini, seperti biasa, saat Renjuni masuk ke dalam kelasnya, tatapan risih, jijik, serta mengejek sudah dilayangkan ke arahnya. Sudah seperti sarapan pagi baginya, sarapan pagi yang sangat tidak enak, tapi harus selalu dia terima, mau tidak mau. Karena dia tidak bisa mengendalikan tatapan serta omongan orang lain yang diarahkan padanya.
"Mau sampai kapan penjahat kecil itu berada disini?" Suara bisikan itu terdengar di telinganya, itu sudah biasa. Jadi Renjuni memilih abai dan duduk di bangkunya, bangku paling belakang.
"Yak! Dia bukan hanya penjahat, tapi dia itu seorang monster...monster kecil" Itu juga sudah biasa, mereka akan saling mengoreksi tentang panggilan apa yang tepat untuknya, untuk Renjuni.
"Ah betul! Aku selalu melupakan hal itu....monster kecil yang menghabisi nyawa orang terdekatnya." Orang tadi bilang, bahwa dia selalu melupakan julukan itu? Jadi, kapan mereka akan lupa menghujatnya? Rasanya ingatan mereka selalu kuat untuk yang satu itu.
Teman-temannya itu, ah tidak, Renjuni tidak seharusnya menyebut mereka teman. Karena teman mana yang akan berbicara buruk tentangmu seperti tidak pernah kenal lelah? Mereka akan berhenti hanya ketika guru masuk kelas, seperti sekarang ini.
Renjuni fokus mendengar penjelasan guru di depan sana, saat guru itu bertanya siapa yang bisa menjawab soal di depan, Renjuni mengacungkan tangannya, tapi...lagi dan lagi, seperti dia tak kasat mata, karena guru itu malah menyuruh siswa lain untuk menjawabnya.
Renjuni tersenyum kecut, rumor itu benar-benar berpengaruh besar dalam artian buruk untuk Renjuni.
Seandainya guru yang mengajar itu adalah guru favoritnya, Kyungsoo ssaem, pasti beliau tidak akan mengabaikannya.Saat jam istirahat tiba, Renjuni tidak keluar menuju kantin seperti yang dilakukan oleh siswa lainnya.
Dia hanya diam di dalam kelas. Dengan telinganya yang disumpal menggunakan earphone, dia fokus menggambar pada buku sketsanya.
Gambaran yang sama selalu dia buat ulang di setiap lembar buku sketsa itu."Hey lihatlah! Si monster kecil ini melukis apa? Pisau? Darah...dan wajah pria dan wanita yang tersenyum? Aku benar-benar dibuat merinding!"
Renjuni memejamkan mata dan menghela napas guna menahan ledakan emosinya.
Sungguh, dia diam bukan berarti dia sesabar itu. Dia tidak ingin menjadi monster sungguhan dan menghajar mereka, kalau mereka terus mengganggunya seperti ini."Kembalikan buku ku."
Suara Renjuni terdengar sangat dingin, dia meminta buku sketsanya dikembalikan tanpa berniat menatap orang yang mengambilnya tadi.
"Kau mau buku ini? Untuk apa? Untuk menggambar hal-hal menyeramkan seperti ini lagi? Yak! Kau sangat menakutkan, bodoh!"
"Aku bilang kembalikan."
Kini, mata Renjuni menatap gadis di depannya. Tatapan yang tidak menyiratkan emosi apapun, tapi suaranya masih terdengar dingin, atau bahkan bertambah dingin, membuat gadis di yang berdiri di samping mejanya itu takut, dia segera mengembalikan buku sketsa itu ke atas meja Renjuni.
"K-kau benar-benar seperti seseorang yang sedang merencanakan sebuah pembunuhan."
Renjuni kembali menunduk, fokus pada buku sketsanya.
Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh gadis itu, Park Siyeon. Seorang pembunuh? Yah, mungkin seperti itu. Tatapannya menyendu seperti tengah mengingat sesuatu.
Renjuni menggenggam erat pensilnya, seperti ingin mematahkannya.
Tiba-tiba dia menyeringai, menatap gambar pisau yang digenggam oleh tangan kecil dalam gambarannya.Hai hai hai!!!
Aku bawa cerita baru nih😁
Kali ini pair utamanya Jaemren?
Adakah penumpang kapal ini? Ayo angkat tangan kalian, dan kita berlayar di cerita ini haha.
Cerita ini mungkin akan berbeda dengan ceritaku yang pertama, karena ini bakalan lebih dark gitu, tapi ya gak dark dark banget lah.
Aku gak tau kenapa aku bikin cerita ini, aku cuma keinget sama Jaemin aja waktu itu, terus tiba-tiba ide buat bikin cerita ini muncul.Jangan berharap banyak dari cerita ini, karena ini gak akan sebagus dark story yang mungkin pernah kalian baca sebelumnya.
Aku masih belajar.
Kalo ada kalimat yang gak nyambung, atau ada typo dan sebagainya, tolong bantu koreksi ya.Tapi aku masih ragu sih sama cerita ini, jadi....next or no?
Huang Renjuni
-17 tahun
"Jangan dekati monster sepertiku, disaat banyak sekali sosok yang mengatakan bahwa diri mereka adalah Malaikat. Kau bebas berteman dengan siapa saja, asal bukan aku. Karena aku satu-satunya orang jahat disini."-nau
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Monster//Jaemren
Fanfic[Slow Update] beberapa orang selalu menilainya dengan "kata orang" sebagai tolak ukurnya. "kata orang, dia sangat tidak sopan" "kata orang, dia benar-benar orang yang buruk" "kata orang, dia penjahat kecil dengan kejahatan yang sangat besar" "kata...