9

448 70 2
                                    


Terlihat gadis cantik itu, Renjuni memeluk kedua kakinya sambil menatap ke arah Jendela.
Salju pertama baru saja turun, itu membuat pemandangan di halaman rumah besar itu menjadi semakin indah.

Ini adalah tahun ketiga, dia melewati musim dingin tanpa kedua orang tuanya, dan itu membuat hatinya tidak bisa merasakan kehangatan seperti dulu. Bahkan hatinya lebih dingin daripada butiran salju yang turun dari atas langit.

"Melamun lagi, hm?"

Gadis itu menoleh saat sebuah tangan mengelus rambut panjangnya yang sengaja dia buat terurai.
Senyumannya sedikit mengembang, saat sosok di sampingnya mengulurkan segelas coklat hangat.

"Terimakasih Appa~"

"Hmm...kenapa tidak memakai kaos kaki? Cuaca sangat dingin sekarang." Ujar laki-laki dewasa itu, dia duduk di samping gadis cantiknya yang tidak dia sadari sudah tumbuh sebesar ini.

"Appa...aku merasa sangat kedinginan."

Suaranya terdengar sangat lirih, membuat orang yang dia panggil Ayah itu mendekap tubuhnya yang kecil dan terlihat rapuh.

"Kau bisa bersandar pada Appa...dan Appa akan mendekapmu dengan erat."

"Dingin..."

"Maafkan Appa..."

Renjuni menggeleng, dia semakin mengeratkan pelukannya seolah meminta perlindungan.

"Jangan meminta maaf...itu bukan kesalahan Appa~"

"Tapi...dia melakukan itu karena Appa."

Gadis itu kembali menggeleng, "bukan...kalau Appa masih menyalahkan diri sendiri, aku akan pergi dari sini." Ucapnya dengan nada mengancam, membuat laki-laki itu terkekeh. Dia lebih suka Renjuni nya yang seperti ini, tampak lebih ekspresif.

"Teruslah seperti ini....jangan seperti semalam, kau membuat Appa takut."

Renjuni tersenyum, dia senang masih ada yang mengkhawatirkannya dengan tulus. Kalau ada hal yang tidak ingin dia sesali selama dia hidup, itu adalah pertemuannya dengan orang ini. Orang yang merawatnya seperti anak sendiri.
Orang yang datang seperti obat di tengah rasa sakitnya. Walaupun tidak mampu membuatnya sembuh total, setidaknya bisa membantunya untuk pulih sedikit demi sedikit.

Masih segar diingatannya, saat sosok laki-laki itu yang dia lihat saat dia membuka mata. Orang yang membawanya pergi dari neraka itu, dan menjadi satu-satunya orang yang percaya kalau dia bukanlah gadis gila.

Flashback

Seorang gadis terus berteriak kepada orang-orang yang hanya menatapnya, seperti tengah menatap orang gila. Tidak berani mendekati, hanya menatap sambil sesekali mencemooh.

"LEPASKAN AKU!!!!! AKU MAU BERTEMU BABA DAN MAMA!!!"

Sudah 5 hari dia berada di tempat yang sudah seperti neraka itu. Dan sudah 5 hari juga dia hanya berteriak minta di lepaskan. Dia juga tidak berhenti meraung-raung memanggil Baba dan Mama.
Tapi, tidak satupun orang yang memperdulikannya.

Tangannya yang terikat sudah lecet karena terus menerus memberontak.
Gadis itu tidak mengerti, dia seharusnya di tenangkan karena sedang berduka atas kepergian orang tuanya. Tapi, kenapa dia malah dibawa ke tempat ini?
Kenapa tangannya diikat, seperti dia akan melakukan kejahatan kalau saja dia di lepaskan.

Seharusnya, dia sedang berdiri diantara peti jenazah kedua orang tuanya. Tapi, dia bahkan tidak diberi waktu untuk melihat wajah keduanya.
Kenapa? Sebenarnya orang-orang ini kenapa?

Little Monster//JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang