3

658 93 3
                                    

Jaemin berjalan santai menuju kelasnya. Sepanjang jalan, banyak siswi yang meneriakkan namanya, dan memekik senang saat Jaemin tersenyum kecil ke arah mereka.
Bukan tebar pesona, tapi Jaemin memang orang yang ramah.

Jalannya dia percepat saat melihat punggung sempit seseorang, padahal mereka baru bertemu kemarin, tapi Jaemin sudah mengenali pemilik punggung itu.

"Selamat pagi..."

Gadis itu sedikit tersentak kaget, Jaemin tersenyum lebar saat akhirnya mata mereka bertsitatap, tapi hanya sekilas, karena setelahnya, gadis di depannya itu lebih fokus menatap pundak Jaemin, atau lebih tepatnya, menatap sesuatu yang tersampir di pundak laki-laki itu.

Jaemin yang mengetahui arah pandangan gadis itu langsung menurunkan barang yang ada di pundaknya, "ini milikmu kan? Maaf kalau aku lancang membawanya pulang, kemarin anak-anak berniat membuangnya, jadi aku mengambil dan membawanya pulang."

Renjuni mengambil tasnya, dia menatap tajam ke arah Jaemin.

"Hey...aku tidak mengambil barang-barangmu, sungguh! Dan aku tidak menyentuh barang-barangmu..." Jaemin terdengar ragu saat mengucapkan kalimat terakhir.
Dia kembali mengingat perihal buku sketsa itu, buku sketsa yang membuatnya penasaran tentang orang seperti apa gadis bernama Renjuni ini.

Apa yang dipikirkan oleh gadis itu saat menggambar hal yang menurut Jaemin sangat tidak wajar itu. Mungkin kalau hanya digambar satu kali, Jaemin tidak akan kepikiran. Tapi ini tidak, dia menggambarnya berkali-kali, dan Jaemin berpikir pasti ada sesuatu.
Mungkin dia akan kembali menjadi lancang karena dia berpikir untuk mencari tau tentang Renjuni.
Dia merasa seperti orang asing yang terlalu ingin tau tentang kehidupan orang yang bahkan baru dikenalnya kemarin, tapi Jaemin tidak bisa menahan dirinya.

Jaemin terlalu sibuk dengan pikirannya, sampai dia tidak menyadari Renjuni sudah tidak ada lagi di depannya, gadis itu sudah masuk lebih dulu ke dalam kelas.
Jaemin yang akhirnya sadar memilih untuk masuk juga.

"Haduh...lama-lama aku muak, karena harus terus menerus berada dalam satu ruangan dengan seorang penjahat."

Langkah Jaemin terhenti, dia menoleh ke asal suara. Lagi-lagi Kim Minju, Jaemin mengalihkan pandangannya pada Renjuni, gadis itu seperti tidak terusik, dia terlihat fokus dengan buku bacaannya.

"Aku heran, kenapa Sekolah ini mau menerima seorang monster sepertinya. Apa Kepala Sekolah tidak khawatir kalau monster itu memakan korban lagi?"

Monster, penjahat, sebutan itu lagi, Jaemin jadi semakin bertanya-tanya. Sebenarnya kenapa? Kenapa mereka bisa menyebut Renjuni seburuk itu. Dan kenapa gadis itu tidak pernah menyangkal setiap kali anak-anak yang lain selalu mengatainya.

Jaemin duduk di bangkunya, dia menatap intens ke arah Renjuni yang masih terlihat sama, datar dan tidak terusik.

"Kenapa diam saja?"

Jaemin membuka suara saat dirasa mereka harus sering berbincang sebagai teman sebangku. Tapi, sepertinya tidak untuk Renjuni, dia terlihat tidak berminat untuk menanggapi Jaemin.

"Aku memang tidak tau awalnya seperti apa...tapi kalau itu tidak benar, harusnya kau sangkal."

Masih tetap diam, Jaemin mengelus dadanya sabar. Dia tidak terbiasa diabaikan saat sedang berbicara, bahkan teman-temannya di Sekolah lamanya dulu di Jepang, mereka akan memusatkan perhatiannya saat Jaemin sedang berbicara, tapi ini Renjuni, walaupun ini baru hari kedua mereka bertemu, Jaemin sudah tau kalau gadis di sampingnya ini bukanlah orang yang akan membuat perbincangan menjadi berjalan mudah.

"Kau tau...tidak merespon orang saat mereka sedang berbicara itu adalah hal yang tidak sopan."

Jaemin hanya belum tau saja, kalau predikat 'orang yang paling tidak sopan'  sudah sejak lama jatuh ke tangan Renjuni. Seandainya predikat itu adalah sebuah trofi dari acara awards bergengsi, mungkin Renjuni akan menjadi orang yang paling bangga, dan akan mempersembahkan penghargaan itu untuk mendiang kedua orang tuanya.

Little Monster//JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang