36

310 50 25
                                    

Jaemin merasa ragu memasuki ruangan itu. Tapi, ketika ia melihat anggukan dari seseorang yang baru saja keluar dari ruangan yang sama, Jaemin meneguhkan hatinya dan mulai melangkah masuk.

Air mata kembali luruh ketika di hadapannya terlihat sang kekasih terbaring lemah dengan berbagai alat penunjang hidup yang menempel di tubuhnya.

Langkahnya Jaemin bawa semakin dekat hingga sampai di samping sang kekasih. Ia duduk di sebuah kursi yang memang disediakan di dalam ruangan itu, tangannya yang bergetar meraih tangan kekasihnya yang terbebas dari selang infus. Terasa dingin, "ha-hai..." Sapanya dengan suara tergagu akibat menahan isakan dan sesak di dada.

"Juni-ya....aku tau kalau kau sangat cantik bahkan ketika tertidur, tapi kali ini aku tidak suka melihat tidurmu." Suara Jaemin begitu lirih, jemarinya tidak berhenti memberi usapan lembut pada punggung tangan Renjun, berharap hal itu membuat kekasihnya merasa hangat.

"Kau bilang kalau hari ini kita akan bertemu untuk makan banyak sekali makanan enak...tapi kau malah terbaring di sini dan membiarkan aku berbicara sendiri seperti orang tidak waras." Semakin banyak kalimat yang keluar dari mulutnya, semakin sesak juga rongga dadanya dirasakan oleh Jaemin.

"Hidup terlalu menyulitkanmu ya sayang? Orang-orang terlalu jahat memperlakukanmu...terlalu banyak kehilangan yang kau rasakan, pasti itu sangat menyakitkan. Jadi jangan biarkan aku merasakannya juga, jangan menghilang Renjuni...jangan pernah pergi jauh dari jarak pandangku." Air mata semakin deras menganak sungai, tapi Jaemin tetap menahan isakannya agar tidak menganggu si cantik yang sedang istirahat karena terlalu lelah dengan kejamnya dunia.

Tatapan Jaemin yang sejak tadi mengarah pada jemari lentik kekasihnya, kini naik menatap wajah pucat yang masih terlihat sama cantiknya seperti biasa. Netra indah itu terpejam begitu damai, seolah pemiliknya sedang tertidur tanpa ada beban yang menimpa diri.

"Cantik. Kenapa selalu cantik, hm?" Tangan Jaemin naik mengelus pipi pucat kekasihnya, sedikit terhalang karena selang oksigen.

"Aku sudah pernah bilang tidak, kalau aku suka memandangimu ketika kau tertidur? Aku suka karena kau akan terlihat tenang, aku suka karena kau beristirahat dari segala pemikiranmu yang berat, dan tentunya aku suka karena kau tetap cantik bahkan dengan mata tertutup damai. Tapi Juni-ya...kali ini aku tidak suka, karena tidurmu ini terasa menakutkan." Sekuat apapun menahannya, pada akhirnya Jaemin kalah. Ia terisak pilu sambil terus mengusap kening Renjuninya dengan tangan bergetar, "aku takut karena tidak tau kapan kau akan bangun dan membalas sapaanku seperti biasa...aku takut, sangat takut."

Suara isakan yang berusaha dibuat agar tidak terlalu keras itu bersahutan dengan suara alat pendeteksi detak jantung yang terdengar begitu mengerikan di telinga Jaemin. Suaranya begitu pelan, yang menandakan kalau detak jantung kekasihnya saat ini begitu lemah.

"Juni bertemu siapa di sana sayang? Apa kau bertemu Baba dan Mama? Apa terlalu menyenangkan sampai-sampai tidak mau langsung membuka mata?"

Tit....tit...tit

Suara alat itu menjadi satu-satunya yang menjawab semua tanya dan ungkapan Jaemin, tapi Jaemin tidak merasa bosan untuk terus bersuara. Ia merasa kalau Renjuni pasti menedengarnya saat ini, hanya saja terlalu lelah sehingga tidak bisa menjawabnya.

"Kalau bertemu Baba dan Mama, tolong katakan untuk menjagamu selama istirahat di sana ya...tapi kalau sudah cukup istirahatnya, bilang ke Baba dan Mama kalau Jaemin di sini menunggu Juni. Jadi Juninya jangan dibawa pergi." Jaemin berusaha tersenyum walaupun tau kekasihnya tak bisa melihatnya.

"Aku tidak bisa lama-lama di sini walaupun ingin. Besok aku datang lagi dan akan menceritakan banyak hal." Jaemin menunduk dan memberikan kecupan begitu lama pada kening Renjuni.

Little Monster//JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang