Part 04

226 35 1
                                    

Bel istirahat berbunyi. Sedangkan kelas 12 seluruhnya di suruh oleh Pak Udin untuk kumpul ke lapangan dan baris serapih mungkin.

Pak Udin yang kumisnya hitam tebal pum berjalan ke lapangan dengan babunya uang membawa kursi. Agar dirinya bisa berpidato serta berceramah di depan muridnya tanpa tubuhnya tenggelam karena pendek.

"Baik anak-anak. Sebelum Bapak memulai apa yang ingin bapak sampaikan. Pertama-tama Bapak ingin kalian mengumpulkan tugas matematika yang pernah bapak kasih." Murid kelas 12 pun ber-hah karena tidak sanggup menanggung materi sebanyak itu dalam waktu singkat. "SEKARANG!"

Para murid langsung berhamburan ke kelas mengambil buku catatan mereka untuk di kumpulkan.

Sedangkan Yara, gadis itu kebingungan karena buku catatannya tidak ia bawa karena lupa.

Ingin rasanya meminta tolong untuk mengantarnya pulang sebentar kepada temannya. Tapi ia lupa kalau ia tidaj memiliki teman kecuali Malika.

Malika sendiri di selalu antar jemput oleh Marvin ke mana-mana.

Gini nih kalau gak bawa kendaraan sendiri ke manapun. Nantinya susah sendiri.

"SATU MENIT LAGI!" teriak Pak Udin. "KALAU BELUM MASUK LAPANG. BERSIHIN SEKOLAH!"

Guru paling killer ya ini. Identik dengan tinggi 155 centimeter. Kepala botak apalagi sekarang kepanasan malah bikin bercahaya. Di tambah kumis dan janggot hitam tebal menghiasi wajahnya.

"Yara ayo!" ajak Malika seraya menarik tanga  gadis itu kembali ke lapangan.

Satu persatu buku di cek oleh pak Udin. Bahkan ia tau semua nama muridnya. Apalagi kalai Yara langganan BK.

Hati Yara getir. Ia tidak kau hari ini di hukum bersihin satu sekolah dalam jangka waktu yang pendek.

"Bagus. Semuanya ada." Pak Udin kembali ke tengah lapangan di payungi dua ajudannya.

Yara mendecak lega. Tapi kenapa dirinya tidka di sebut? Bukannya dia tidak mengumpulkan buku catatannya?

Merasa aneh. Yara menoleh ke belakang untuk mencari Leon yang dari tadi gak keliatan batang hidungnya.

Tapi gak ada. Cowok itu tidak ada di lapangan ini. Sehingga pak Udin berteriak meminta agar Leon dan Kenzi segera hadir.

"Cari dua cungguk itu sekarang!"

Muridnya langsung berpencar. Padahal dua sejoli itu baru saja selesai membereskan perpustakaan yang berantakan akibat ada monyet masuk ke pekarangan sekolah.

"Kami disini, Pak!" Kenzi mengacungkan tangan kanannya.

Pak Udin menunjuk ke barisan belakang. Badan mereka tinggi, berotot masa mau di tari di depan barisan. Bisa-bisa yang pendek kelelep mereka.

"Baik. Saya akan mulai. Semuanya tolong dengarkan. Buka telinga kalian baik-baik. Jangan sampai ucapan saya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri." Pak Udin membacakan teks dari kertas hvs. "Jadi. Kalian sebentar lagi akan lulus sekolah. Dan saya mewakili bapak ibu guru mau menyatakan---"

"Yey lulus!" teriak Malika seorang diri membuat pak Udin terdiam.

Merasa ada yang aneh. Malika menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sudah menjadi pusat perhatian. Dan segera menutup mulutnya.

"Ih mulut lemes banget." Malika mengeplak bibirnya sendiri. "Maaf Pak. Silahkan lanjut lagi."

Sudah 1 jam pak Udin berceramah ngaler-ngidul tak nyambung. Bahas sana bahas sini. Padahal cuaca sangat panas saat ini. Di tambah berdiri tegak tak boleh bergoyang. Eh pak Udin malah nyerocos menceritakan masa mudanya.

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang