Part 52

93 16 0
                                    

Suara riuh di pasar malam minggu ini sangat ramai, di kunjungi dari kalangan muda maupun tua. Canda tawa mereka terlihat jelas dari mimik wajahnya.

Tangan Leon tidak lepas menggenggam tangan Yara. Menutupi kulit perempuan itu dengan paksain, agar tidak ada orang lain yang melihat miliknya. Yara mengambil beberapa potretnya dengan Leon untuk menjadi kenang-kenangan suatu saat nanti jika mereka sudah tua.

"Leon, mau naik apa? Kuda-kudaan?" tanya Yara. Karena ia melihat Leon tengah memperhatikan kuda yang berputar. "Kayak anak kecil aja naik kek gituan."

"Ih kata siapa? Aku liatin kesana, liat anak kecil yang lagi nangis. Kayaknya pengen aromanis deh, kalau aku beliin, gapapa gak ya?"

"Ya gapapa, malahan bagus. Tapi mening jangan deh. Aku takut anaknya lagi sakit gigi, jadi gak di bolehin," balas Yara.

"Iya juga ya," balas Leon.

Tengkuk Yara merasa gatal, ia mencoba menggaruknya. Namun tangan kanannya sejak tadi di genggam erat. "Lepasin dulu tangan aku."

"Enggak. Nanti kamu ke dorong-dorong sama orang. Kan ini berdesakan, meningan kita cari tempat duduk aja ya?" Leon menarik Yara, dan malah menginginkan naik kincir angin yang sepertinya seru dan menegangkan. Ia pun menurutinya.

Sebelum naik kincir angin, Leon membeli minuman terlebih dahulu. Kemudian mengajak Yara ke tempat yang ia mau. "Hm, Mas! Saya mau naik kincir angin, bisa?"

"Oh bisa-bisa." Ia memberhentikan laju kincir angin itu. Kemudian tangannya terulur untuk membantu Yara naik, namun dengan cepat Leon memegang tangan Yara.

Leon menatap Yara tajam. "Aku gak suka milik aku di sentuh sama orang lain, jadi untuk itu gue gak bakalan lepas tangan lo dari genggaman gue!"

"Cie cemburu ceritanya?" goda Yara sampai membuat Leon sedikit tersenyum. "Yaudah ayo naik."

"Duh pacarannya romantis banget," ucap Pria itu.

"Hah pacaran?" beo Leon. "Mas gak liat ada yang beda gitu?" Ia bermaksud memberitahu kalau Yara istrinya bukan pacarnya.

Pria itu memperhatikan Yara, meski tubuhnya tertutup pakaian tebal. "Gak ada yang heran. Cuman pacar kamu cantik."

Yara terkekeh melihat Leon yang mulai kesal. Ia segera mengajaknya duduk, seraya mengelus pundaknya agar emosinya mereda. "Udah jangan emosi, kan mau seneng-seneng."

"Pacaran abis nikah itu enak," gerutu Leon. "Aku gak suka ya kalau bidadari aku di sentuh orang lain. Terus di puji cantiklah inilah itulah. Apalagi sampe di tatap lama-lama. Pokoknya aku gak suka titik gak pake koma. Capek-capek ngejagain, ngelarang pake baju terbuka. Ngajarin yang baik-baik eh malah sia-sia," dumel nya.

Kincir angin mulai berputar secara perlahan membuat Yara terjengkang karena posisi duduknya kurang benar. Dengan cepat Leon menahan punggungnya agar tidak terbentur. Kemudian Yara tersenyum menggoda Leon, berharap Leon bisa tersenyum kembali.

Yara punya ide. Ia pun berpura-pura sakit perut. Hingga Leon panik, sampai berteriak untuk memberhentikan laju kincir anginnya. Namun Yara segera mencegahnya, karena ia hanya berbohong agar Leon bisa ceria kembali. Ternyata malah gagal.

"Makanya jangan ngambek, kan Mas tadi cuman mau bantu aku naik, takut ke jengkang," ucap Yara sambil mengelus tangan Leon.

"Ya tetep aja aku gak suka. Pokoknya tidak akan ada seorang pun laki-laki yang bisa menyentuh bidadari ku yaitu kamu, terkecuali diri aku sendiri. Mohon maaf, karena aku cemburu," balas Leon sambil memeluk Yara. "Jangan pernah pergi lagi ya."

"I love you." Yara membalas pelukan Leon. Kemudian mereka melihat ke bawah dari ketinggian. Di lihatnya lampu warna-warni berkelap-kelip indah dari atas sana.

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang