Part 35

106 19 0
                                    

Sudah lama Leon tidak menjengguk seseorang di rumah sakit jiwa. Rasanya ia sangat merindukannya. Dan rencananya, malam ini ia akan menggunjunginya. Serta membawa banyak makanan. Setelah ia selesai mandi, ia melihat Yara tengah duduk di atas kasur seraya mengeringkan rambut menggunakan handuk. Cara yang Yara lakukan salah, membuat Leon geleng-geleng kepala.

"Sini." Leon mengambil handuk itu. "Bukan kayak gitu caranya, tapi kayak gini," ucapnya dengan mengeringkan rambut Yara pelan-pelan dan lembut. "Kalau gak kalem kayak tadi bisa bikin kepala lo pusing." Ia melilitkan handuk dengan rambut Yara. "Nah udah, tunggu beberapa jam. Tapi jangan dulu tiduran."

Yara berbalik badan untuk menghadap Leon, kemudian mendongak. "Mau kemana udah wangi?"

Sambil merapihkan rambut Yara, Leon menepuk-nepuk pipi perempuan itu. "Diem di rumah, gue mau keluar bentar. Kunci aja pintunya." Ia mengambil jaket kemudian mendorong pintu. "Babay!"

"Eh tunggu bentar!" cegah Yara. Ia mengambil liptin miliknya. Kemudian menghampiri Leon. "Turunin dikit, gue mau olesin bibir lo pelembab." Leon menurut. Ia tidak bisa menahan senyumnya sampai kebablasan senyum. Setelah selesai mengoleskan pelembab itu, hingga bibir Leon menjadi pink. Tapi cowok itu masih menatap Yara membuat Yara ingin jahil. Bibir Yara tersenyum sungging, kemudian mencuri ciuman di bibir Leon, lalu tertawa saat mata Leon berkedip tidak percaya. "Hehe."

Sontak Leon menyentuh bibirnya sambil menahan senyum. Ia tidak boleh jatuh hati kepada Yara secepat ini. "Idih apaan si, nakal banget jadi cewek."

"Ah padahal seneng, kan?" balas Yara menggoda sambil tersenyum lebar. Leon pun menutup pintu, dan langsung ia kejar. "Leon tunggu bentar!"

Leon berbalik badan, ia menaikan sebelah alisnya. "Apa lagi? Dari tadi 'tunggu-tunggu' melulu---" ucapannya terhenti saat Yara mengulurkan tangan kananya. "Salim?" tanyanya gugup.

Yara mengangguk. "Iya, kan gak pernah lagi. Sekali aja," balasnya dengan pupil mata yang membesar. "Boleh ya?"

"Hm." Leon mengangguk. "Boleh. Kenapa enggak boleh?" tanyanya seraya membalas uluran tangan Yara.

"Hehe, siapa tau gak boleh. Kalau gitu, hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut. Nanti celaka, oke?" ucap Yara seperti anak kecil.

Sudut bibir Leon terangkat. Kenapa Yara menjadi manis begini. Dia tidak sedang kerasukan, kan? Pasti ada maksud lain di balik sikap manis Yara. "Kok lo jadi gini? Kesambet?" Leon nengecek dahi Yara yang biasa saja. "Tapi be aja gak demam."

"Enggak, gak kenapa-napa. Udah buruan sana! Katanya mau pergi!" usir Yara seraya nendorong tubuh Leon.

Leon terkekeh, ia berjalan mundur dan melambaikan tangannya. "Iya-iya. Bye-bye."

"Pulang yang malem ya. Sekalian gak usah pukang juga gapapa!" batin Yara bersorak ria. Ia membalas lambaian tangan Leon dengan senyumnya yang mekar. Setelah Leon pergi, ia menutup pintu dan bernafas lega lagi. Akhirnya bebas dari tugasnya. "Huhu tinggal nonton--- eh nonton apa yang seru?" monolognya.

Yara membuka laptop, kemudian mencari video seru. Tetapi semuanya sudah ia tonton. Ia melirik jam dinding. Lalu ada timbul rasa penasaran kemana Leon pergi. Tidak ada salahnya ia mengikuti Leon. Dari tadi juga belum ada suara kendaraan keluar. Berarti Leon masih belum pergi. "Gue cek dulu aja ya buat mastiin," monolognya. Ia memakai jaket, tanpa mengganti piyamanya. Dan ternyata Leon tengah bermain handphone sambil tersenyum. Ia curiga Leon akan bertemu gebetannya. Ia menjadi semakin yakin untuk mengikuti Leon.

Tidak kama kemudian Leon memasuki mobilnya dan pergi. Yara segera mengikutinya dari kejauhan. Ia masih belum bisa menebak kemana Leon akan pergi saat ini. Kecepatan mobilnya di atas rata-rata, di tambah banyak belokan membuat Yara hampir kehilangan jejaknya. "Mau kemana sih Leon malem-malem wangi, rapih cakep. Biasanya aja kusut kek cucian gak di strika."

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang