Part 13

147 17 0
                                    

"A-a-a-a! Kok aku telat?" Mata Yara memandang jam alarm yang menunjukan pukul 06:30 Wib. "Kenapa gak ada yang bangunin aku?"

Bu Via terbirit-birit berlari ke dalam kamarnya. "Kenapa sayang? Kenapa teriak-teriak?"

"Yara telat, Mami. Kenapa Mami gak bangunin aku? Sekolah aku jauh belum lagi macet. Gimana dong?"

Bu Via mengelus dadanya. Ia kira putrinya kenapa. Eh cuman gara-gara telat. Padahal dari sejam yang lalu. Ia sudah di bengunkan namun tidak kunjung bangun.

Mendengar penjelasan dari maminya. Yara langsung melompat dari tempat tidur. Dan bergegas mandi. Kemudian mencari pakaiannya. Beruntungnya dia, akhirnya ia menemukan pakaian yang sangat nyaman.

"Baju gue." Yara memeluk seragam itu. Meski sudah nyentrik dan lumayan teransparan, tapi ini baju paling nyaman di tubuhnya. "Demi apa gue bahagia."

Lagian Leon juga tidak memberinya baju seragam pramuka yang baru. Gapapa lah sekarang ia memakai baju lama yang sudah hampir satu tahun tidak ia pakai.

Setelah selesali bersiap-siap. Yara menarik tas besarnya. Serta tikar plastik kemudian pergi sekolah tanpa sarapan.

"Kamu gak mau sarapan dulu?"

"Gak, Mi. Nanti aja di sekolah," balas Yara. "Leon kemana?"

"Dari jam enam kurang aja dia udah pergi."

Yara mengangguk. Ia segera berlari keluar rumah dengan menyeret tas besarnya. Dan naik ojek online untuk mengantarnya.

Pagi ini jalur menuju sekolah Yara yang begitu jauh sangat macet. Hingga membuat waktu Yara habis terbuang sia-sia. "Pak cepetin dong. Saya telat. Nanti di hukum sama ketos dekel."

"Sabar atuh Neng. Namanya juga kota. Pasti macet."

Biasanya Yara pergi ke sekolah bersama Leon. Untuk kali ini tidak. Ia merasa heran dan aneh. Kemana cowok itu pergi pagi-pagi tadi Padahal Leon pergi pagi hanya untuk menemui orang berambut sebahu yang di rawat di rumah sakit jiwa. Ia bahkan membawa kur dan lilin. Karena iti adalah hari ulang tahunnya.

"Jangan tinggalin aku kayak Cecei ninggalin aku ya, Jen." Leon memeluk orang itu kemudian pamit pergi.

Ia menyalakan motornya, dan bergegas menuju sekolah; lewat jalan tikus, tanpa harus berdesakan di jalanan karena macet.

Leon sudah sampai di kelas. Kursi duduk Yara masih kosong. Gadis itu belum sampai ke sekolah. "Kayaknya gak ada yang berhasil bangunin Yara," batinnya. "Gue coba telpon deh."

Namun, nomornya tidak aktif. Karena handphone Yara mati tidak di isi batrai sejak kemarin. Benda itu juga tertinggal di meja belajar.

Sekarang Yara harus memilih untuk berjalan kaki menuju sekolah atau menunggu sampai macet ini selesai.

Sedangkan matahari semakin naik. Ia lupa memakai jam tangan dan juga lupa membawa handphone. Derita bangun kesiangan ya gini.

"Yaudah, Pak. Saya jalan kaki aja. Gapapa tinggal satu kilometer. Saya bayar setengah ya Pak. Makasih." Untung Yara tidak lupa membawa uang jajan walau hanya selembar uang berwarna biru.

Dengan kecepatan kilat Yara berlari sekencang-kencangnya. Ia bagai kura-kura berusaha berlari cepat. Tingginya di bawah 160cm. Dan beratnya 50kg tidak kurang tidak lebih. Maka itulah ia seperti kura-kura karena menggendong tas besar.

Nafas Yara memburu saat sudah sampai di depan gerbang yang sudah si tutup rapat. Tak ada satpam disana. Berarti jam pelajaran akan di mulai atau sudah di mulai. Kemungkinan besar antara dua pilihan itu.

"Yah udah di tutup. Gue lewat jalan mana ya?" Yara melirik sekitar. Ia memegang pagar besi itu berharap tidak di kunci.

"Lo telat?"

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang