Part 12

144 22 4
                                    

Rasa malu, dan geli, intinya semua campuraduk di dalam diri Yara. Udah nyosor duluan, di tolak lagi. Di tambah nyungseb.

Kini Yara menyembunyikan wajahnya yang malu abis karena adegan tadi. Ia meringis pelan. Kemudian memukul kepalanya. "Bodoh! Bodoh! Bodoh! Dasar Yara bodoh."

Yara melompat dari tempat tidur. Kemudian berfirkir. "Gak ada cara lain. Gue harus tidur sama Mami. Biar gak malu kalau ketemu, Leon."

Yara berlari ketar-ketir menuju kamar Maminya. Dan malah mendengar suara biadab yang sangat ia benci. "Argh! Kenapa? Kenapa hidup gue kek gini banget sih?"

Wajah Yara kini sangat amatir. Entah kenapa timbul rasa jijik kepadanya dirinya sendiri dan oranh tuanya. Sampai ia ingin rasanya menjerit. Yara sejak dulu memang moodswing. Bahkan keinginannya sendiri sulit di tebak.

"Gak ada cara lain. Kabur ke rumah lama." Yara berlari mengambil jaket dan kunci rumah. Kemudian berlari lagi keluar rumah lewat jendela. Saat ia sudah memanjat pagar. Ia kembali teringat. Kalau ia sendirian di rumah. Gak ada pembantu lagi pulang kampung. Terus ada maling dan kegoda sama body tubuh Yara lagi gimana?

Kakinya tiba-tiba kehilangan kendali. Malah menjadi lemas. Sampai ia takut untuk melompat turun. "Miris banget hidup gue."

"Gapapa deh gangu Mami. Gak ada salahnya. Gue juga anaknya," batin Yara. Beberapa kali Yara mengetuk pintu. Ia sudah membawa bantal, guling, dan selimut untuk menginap. "Mami, Ayah!"

"Ck. Anak sialan," dumel pak Rama.

Bu Via mencubit lengan suaminya. "Samperin. Takut ada apa-apa."

Dengan ogah-ogahan pak Rama membuka pintu. "Ada apa? Kok bawa alat tidur?"

Tanpa menjawab. Yara langsung nyelonong masuk dan merebahkan dirinya di samping bu Via. "Izinin aku bobo disini malem ini aja ya. Please. Ara mohon," renggeknya.

"Gak. Kamu udah punya kamar sendiri!"

"Mami!" lirih Yara memohon seraya mengedip-ngedipkan matanya. "Ayolah, Mi. Boleh, ya?"

Bu Via mengangguk dan langsung mendapat tatapan sinis dari suaminya. "Boleh dong. Mami pengen ngerasain jagain anak perempuan. Tapi Mami telat. Kamu udah jadi milik Leon."

Pak Rama mendengkus kesal. Kemudian menarik anaknya untuk keluar. "Leon nyariin tuh. Minta di kelonin."

"Mas. Udahlah, gapapa. Kamu tidur di kamar tamu aja. Biarin aku sesekali nginep sama anak perempuan ku. Lagian besok kita harus ke luar negeri lagi, kan?"

"Tuh dengerin Mami. Lagian sejak kalian nikah. Aku ngerasa sendirian gak ada temen loh," ucap Yara dengan logat anak kecil merenggek.

Bu Via mengelus kepala Yara. "Iya. Tapi emang Leon udah izinin kamu?"

Sekarang Yara harus bilang apa? Leon pergi setelah ia goda? Atau Leon izin main nongkrong? Gak mungkin, kan?

"Itu. Dia a-ada di kamar. Aku udah izin kok. Gapapa ya malam ini aku tidur sama Mami. Mami deket sama Mami. Kalau Ayah larang yaudah, besok jadwal penerbangan di undur. Yara gak mau tau."

•••

"Kamu kenapa gak makan? Mau tambah sakit?" Leon menunjukan piring makanan yang masih utuh sejak tadi. Sedangkan orang yang ia ajak bicara hanya diam dengan tatapan kosong. "Hei! Je? Kenapa diem aja? Aku ngomong sama kamu."

Orang itu berwajah cantik dan berambut sebahu. Ia duduk sambil memeluk lututnya. Tatapannya kosong.

"Je. Kenapa gak makan makanan kamu? Nanti sakit gimana?" Leon duduk di tepi ranjang. "Jangan kayak gini lagi, ya. Aku harus sekolah, suatu saat aku bakalan ajak kamu jalan-jalan. Tapi kamu makan dulu ya biar sembuh."

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang