Part 59

76 14 0
                                    

Ainsley baru saja selesai di jemur. Sejak kemarin ia tidak tidur nyenyak. Selalu menangis dan rewel. Untungnya Leon selalu ada untuknya. Tidak pernah menganggu ketenangan Yara, kecuali Ainsley lapar dan ingin susu. Soal mencuci baju, memandikannya, memakaikannya pakaian, mendadaninya, menganti popok ataupun mengajaknya berjalan-jalan, Leon masih bisa melakukannya. Tanpa harus merepotkan orang lain, ia lakukan semua ini bukan berarti takut kepada Yara. Hanya saja ia tidak tega jika Yara kelelahan, jadi lebih baik ia saja yang kelelahan. Karena Ainsley, ia bisa melawan lenyakitnya.

Tangis dan tawa Ainsley adalah penyemangat Leon. Selain mami dan Yara, ya dia. Dia selalu menemani malam panjangnya. Bayi yang baru genap satu bulan itu lebih dekat dengan ayahnya. Ukuran tubuhnya yang kecil selalu membuat Leon kewalahan, takutnya ia terlalu keras memasangkan pakaian kepadanya. Awalnya ia di suruh menyewa pengasuh, tetapi ia menolaknya. "Selagi diri sendirimampu, kenapa harus menyuruh oranf lain?" Begitu katanya.

"Yeay, Aish udah wangi, tinggal bobo," ucap Leon setelah memakaikan mintak telon. Sehingga ruangan itu wangi khas bayi sampai harumnya menyengat ke lantai bawah. "Ia menggendong Ainsley, lalu menaruhnya ke dalam box bayi. "Yeh udah tidur aja Aish. Nyentak ya, cepet gede. Biar bisa main sepedaan."

Sebuah tangan penepuk pundaknya. "Lain kali, kalau butuh bantuan bilang. Jangan lakuin semuanya sendirian. Jangan mentang-mentang kamu sehat. Oh iya, kamu itu cowok remaja yang bener-bener pikirannya dewasa. Gak pernah egois."

"Hello? Kata siapa aku gak egois? Beuh egois banget," pungkas Leon. Kemudian pergi.

Saat Leon menuangkan air ke dalam gelas, gelasnya tiba-tiba tersenggol oleh sikutnya hingga jatuh tanpa pecah sama sekali. Ia mengambilnya lagi. Kemudian telepon rumah berdering keras, sampai membuat Ainsley di atas sana terbangun dan menangis.

"Ganggu aja," gerutu Leon. Ia menenteng gelas, lalu mengangkat telepon. Saat ia mendengar kabar tadi pemanghil telepon itu. Ia kaget sampai gelas di tangannya jatuh dari pegangannya. Ia segera menutup panggilan, dan berlari ke atas dengan terburu-buru.

Yara tengah menenangkan Ainsley. Ia menoleh. "Loh mau kemana?"

Sambil memasang jaket, Leon menjawab, "Ke rumah sakit. Ayah kena serangan jantung. Dan kondisinya kritis! Kamu tunggu di rumah aja. Soalnya gak ada mobil. Cuman motor. Semuanya di pake."

"Pokoknya aku harus ikut! Ayah kenapa lagi sih," dumel Yara. Ia menaruh Ainsley di atas kasur. Kamudian menganti pakaian. Dan memakaiakan Ainsley jaket dan ciput. "Pokoknya aku ikut. Harus ikut," pintanya dengan mata berkaca-kaca.

"Naik taksi?" tanya Leon. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung menuntun Yara ke depan rumah. Kemudian memberhentikan taksi lewat. "Ayo naik, biar Aish aku yang gendong."

Jalanan siang ini lumayan padat. Hingga menghambat perjalanannya. Di tambah ada kecelakaan, sehingga membuat kemacetan panjang. Belum lagi lampu merah yang semakin menghambat perjalannya.

"Pak bisa di cepetin gak?"

"Macet, De. Parah banget," balas Sopir itu.

Jika ia menunggunya, maka ini memakan banyak waktu. Sedangkan bu Via terus meneleponnya. Menandakan kalau situasi semakin genting.

Tidak ada pilihan lain, Leon pun memilih turun dari mobil. Kemudian membayarnya, dan berjalan kaki sampai di depan. Ia menemukan kendaraan untuk membantunya melanjutkan perjalanan, hingga sampai pada waktunya.

Ia melihat bu Via tengah menangis sendirian. Ia segera menghampirinya. Dan bertanya ada apa sebenarnya. Rupanya pak Rama terkena serangan jantung karena ada yang mencuri uang perusahaan sebesar 3 miliar, uang itu akan di gunakan untuk pembangunan proyek baru.

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang