Part 54

72 15 6
                                    

Mata Yara berkaca-kaca melihat batu nisan terukir jelas nama Nicholas. Yang kini ia telah pergi selamanya. Kuburan baru itu masih tercium harum bau bunga. Tanahnya masih basah, ia menangis meraung-raung dan berterima kasih serta memohon maaf. Ia memeluk nisan itu. "Lo emang ngeselin tapi sebagai sahabat lo. Gue sayang sama lo, Nicho."

"Andai gue tau lo bakalan langsung meninggal. Gue bakalan sempet bikinin lo tahu krispi kesukaan lo," isaknya.

Petir menggelegar. Menandakan akan turun hujan, Yara segera mengusap wajahnya. Dan berlari agar tidak kehujanan. Namun ia malah tersandung akar pohon seperti ia jatuh di hutan waktu itu. Jempol kakinya berdarah, untuk ia tidak pendarahan. Ia segera bangkit dan mencari kendaraan untuk pulang.

Tangisnya hilang saat melihat Leon tengah duduk dengan membaca buku. Ia langsung memeluknya sambil menangis. "Leon...."

"Kenapa hm?" Leon bersandar di kepala Yara. "Kenapa nangis?"

"Nicho meninggal!" ungkap Yara. Pipinya langsung di tangkup oleh Leon. "Serius?" tanya Leon. Yara mengangguk. "Iya, dia abis donorin sumsumnya buat kamu sembuh," ungkap Yara.

Dengan ini Leon sangat berhutang budi kepada Nicholas. "Kenapa Nicholas melakukan itu semua?" tanya Leon bingung. "Jelas dia membenci ku, Ra. Gara-gara suka nyita rokok sama koreknya."

Yara terkekeh. "Kamu sih, dia itu baik tau! Baio banget. Cuman bungkusannya jelek sama kelakuaan sehari-harinya kagak preman pasar."

"Kita doain Nicho tenang di alam sana ya. Aku gak bakalan bisa sembuh total tanpa bantuan dia. Sekarang alhamdulillah, setelah 2 minggu ini. Penyakit aku mulai sembuh. Cepet banget ya mukjizat Allah," ungkap Leon. "Ayo ibadah bareng!"

Yara mengangguk. Ia mulai berdiri, tiba-tiba perutnya sakit. "Aw sakit," pekiknya.

Sontak Leon langsung khawatir. Dan menyentuh perut Yara. "Kenapa? Ada apa? Jangan bikin aku takut deh ah!"

"Hehe enggak. Baby nya ngelitikin aku. Jail kayak ibu katanya," balas Yara di iringi kekehan.

Mereka pun mulai beribadah sesuai kepercayaan mereka. Saling mendoakan yang terbaik, keselamatan, kesehatan dan juga kebaikan dunia dan akhirat. Setelahnya, Yara mencium punggung tangan kanan Leon. Dan menjaknya tidur.

Sebelum tidur, sekarang sudah menjadi kebiasaan mereka mengajak calon anaknya mengobrol. Walau di respon hanya denga gerakan.

Leon menekan-nekan perut Yara dengan pelan. "Hei bayi kecil. Tenang-tenang di sana. Jangan nakal. Jadi anak baik, pinter sama bijaksana."

"Aamiin... ayah, aku sangat mencintaimu!" balas Yara berlogat anak kecil. "Kau tau kenapa begitu?"

Leon menatap Yara. "Kenapa emangnya?"

"Karena kau sabgat tampan, pantas ibu menyukaimu," balas Yara masih dengan kogat yang sama di iringi kekehan. "Haha emang iya."

"Gak sabar pengen ketemu kamu!" Leon semakin memeluk Yara. "Jangan pernah pergi ya, aku butuh kamu disini. Besok kita pergi ke makam Nicho ya?"

"Iya tapi aku ga janji. Karena waktu dan kematian yang akan misahin kita. Kita saling mendoakan agar bisa di panjangkan umur dan selalu bersama-sama," balas Yara sambil memainkan rambut Leon. "Ih kamu bau!"

"Idih aku dah mandi kembang 7 rupa. Masa masih bau?" Leon mencium ketiaknya sendiri. "Wangi kok beneran."

Malam ini, Yara mendapat panggilan video dari Kanaya dan Malika. Mereka menganggu waktunya berduaan dengan Leon. Jika di tolak, tetapi Yara rindu mereka yang kini sibuk. Jika di angkat, ia harus mengakhiri dulu kebersamaannya dengan Leon.

KLEORA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang