Terhenyak jantung Hana saat melihat posisi adiknya saat ini. Yoga tengah duduk di tepi atap gedung. Tangan anak remaja itu sedang memegang amplop berisi berkas-berkas pribadi Hana yang, entah bagaimana dia bisa memilikinya.
Hana ingin berteriak menghalau Yoga, memintanya agar menjauh dari tempat yang berbahaya itu. Tapi, ia harus tetap tenang saat ini. Kalau tidak, adiknya akan semakin nekat.
"Gimana kalau aku buang amplop ini?" tanya Yoga.
"Buang aja! Setelah itu, turun dari sana!"
Yoga menoleh pada saudari tirinya. "Serius? Aku boleh buang?"
"Ya. Jika itu bisa membuat hatimu merasa lebih baik. Buang aja!"
"Tapi, bukankah isinya penting?"
"Tidak! Tidak ada yang penting. Kau boleh membuangnya, merobeknya, atau membakarnya juga boleh. Tapi, setelah itu, turunlah dari sana!"
"Hahaha!"
Tiba-tiba, Yoga tertawa terbahak-bahak. Setelah satu menit, tawanya berhenti. Lalu, dia menangis.
"Kenapa Kak Sinta tetep mau pindah padahal aku udah gak bolehin?" Yoga bertanya sambil berurai air mata.
Hana menghela nafas. Sama seperti sang adik, dua netranya juga sudah basah. "Aku sudah jelasin berkali-kali. Ini demi Raffa. Dia butuh tempat tinggal yang lebih sehat. Aku sudah rencanain ini dari lama. Kumohon, Yoga, mengertilah!" pinta Hana.
"Tapi, aku gimana nanti?"
"Kamu bakalan baik-baik aja. Gak bakal kenapa-kenapa. Kamu punya ibu Astrid, kamu punya Papa, mas Malik, dan semua keluargamu. Mereka semua sayang, mereka semua peduli."
Yoga menggelengkan kepala. "Enggak, mereka gak peduli sama aku," katanya.
"Mereka peduli. Kamu hanya harus lebih membuka diri sama mereka."
"Aku mau ikut Kak Sinta aja," Yoga memohon dengan amat sangat.
"Gak bisa, Sayang. Mamamu gak bakal ijinin, lagian, kamu 'kan masih sekolah."
"Aku mau berhenti sekolah."
Helaan nafas lagi-lagi keluar dari bibir Hana. "Oke. Kalau kamu mau berhenti sekolah gak apa-apa. Nanti, aku bantu bicara sama Papa. Biar Papa kasih jalan keluar soal pendidikan kamu di luar jalur sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arti Mimpi Alfarizki
RomanceIa terbangun di sebuah padang rumput. Sinar mentari membuat pandangan matanya silau. Sepertinya, hari beranjak siang. Tiba-tiba ia melihat sesuatu. Ada seorang, tidak, ada dua orang. Tepatnya, ada seorang anak kecil dan seorang wanita. Mereka berdi...