Bab 4

4.2K 368 0
                                    

"Jadi kamu beneran mau berhenti kerja?" tanya Al.

"Iya, Pak. Kan saya sudah bilang dari dua bulan lalu," jawab Hana.

Al hanya bisa menghela nafas. Kehilangan karyawan sebaik Hana bukan perkara mudah. Setelah belasan kali gonta-ganti sekretaris, akhirnya dia menemukan orang yang benar-benar cocok bekerja dengannya. Al sangat mengandalkan ibu satu anak itu. Baru kali ini dia bisa bekerja sama dengan orang selain keluarganya dengan begitu nyaman.

Hana juga termasuk wanita tahan banting. Al sadar, dirinya bukan orang yang mudah dihadapi. Seringkali, dia juga kesal dengan kelakuannya sendiri. Tapi Hana, dia begitu sabar, meski dia bukan tipikal wanita yang selalu menurut apa kata atasan, ada saatnya dia 'ngeyel' atau protes dengan sikap Al, Hana juga wanita yang selalu berterus terang dan kadang sarkas. Tapi, mereka selalu bisa berkomunikasi dengan baik selama ini.

"Ini ada berkas beberapa orang yang sudah melamar. Silahkan Bapak pilih yang mana yang cocok.'

Al membaca satu persatu cv para pelamar tersebut. Tak lama, dia menyingkirkannya. Hana menatap Al penuh tanya.

"Gak ada yang cocok," kata Al.

"Loh. Ada kok yang cocok. Ada yang nama Lidia, dia pernah kerja jadi sekretaris tiga tahun. Pendidikannya juga oke. Ada lagi yang namanya Sinta, masih fresh graduate, tapi---"

"Gak ada yang udah nikah apa? Atau yang udah punya anak kayak kamu gitu?" Al menyela.

"Hah?! Maksudnya?" Hana tak mengerti.

"Mereka semua masih lajang Hana, dan masih terlalu muda. Biasanya, orang yang masih muda-muda gitu kurang bertanggung jawab."

"Ah! Masa sih? Teori dari mana itu?"

"Pengalamanku mengatakan begitu."

"Idih, ngarang banget sih!" Hana terkekeh. "Gak ada kaitannya, status pernikahan dengan sikap bertanggung jawab, Pak! Banyak yang udah nikah, justru malah lebih gak bertanggung jawab."

"Ah udahlah! Jangan dibahas dulu soal ini!" kata Al.

Hana menghela nafas. "Tapi, Pak ...."

"Emang kenapa sih kamu mau berhenti segala?"

"Kan udah saya jelasin. Anak saya mau sekolah."

"Kan kamu bisa cari sekolah di sini, Hana."

"Mahal, Pak. Belum biaya hidupnya, tambah hari tambah mahal."

"Kamu minta dinaikin gaji?"

"Bukan ... Anak saya juga gampang sakit. Selama ini, saya sering tinggal-tinggal, kadang, dia harus sendirian di rumah sakit, karena saya gak bisa nungguin dia. Saya butuh pekerjaan lain, yang gak terlalu menyita waktu."

"Memang ada pekerjaan yang gak menyita waktu?"

"Ya, ada lah. Misalnya, jualan, buka warung, atau jadi guru."

Al mengagguk-anggukkan kepala. Wajahnya terlihat pasrah. Sejujurnya, dia bisa menerima semua alasan Hana. Tentu Al mengerti, bagaimanapun, dia tidak berhak menahan wanita itu untuk tetap bekerja di perusahaan, dia punya keluarganya sendiri.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang