Sepasang mata mungil terbuka. Dua orang dewasa yang sejak tadi memandang pilu tubuh pemiliknya mengucap syukur sambil meneteskan air mata.
"Raffa, kamu udah bangun, Sayang ...?" Rahma, nenek dari bocah yang baru memperoleh kesadarannya itu bicara.
Raffa mengagguk pelan. "Mana ibunyah?" Lelaki kecil tersebut bertanya.
"Ibu pulang, Sayang. Ibunya capek jadi harus istirahat di rumah. Raffa di sini ditemenin nenek sama kakek. Gak apa-apa 'kan?"
Raffa mengangguk lagi. Namun, tak dapat dipungkiri, ada raut kecewa di wajahnya, dan itu disadari juga oleh sang nenek.
"Gimana kalau kita telepon ibu, Sayang? Mau?"
Raffa mengangguk penuh antusias.
Rahma melakukan panggilan telepon kepada Hana, menantunya, yang juga ibu dari anak yang sedang ia tunggui sepanjang siang hingga dini hari ini. Panggilan telepon pertama, tidak diangkat. Rahma mengira Hana sedang terlelap. Dan memang benar.
Karena tidak ingin mengecewakan cucunya, Rahma melakukan panggilan kedua. Syukurlah, Hana mengangkat teleponnya. Wajah sayu perempuan itu berubah drastis ketika melihat Raffa dalam layar telepon.
"Raffa, kamu udah bangun, Sayang?" Hana bicara sambil berurai air mata.
"Ibu capek yah?"
"Iya, Sayang. Tadi, ibu pulang sama ayah. Raffanya belum bangun," Hana mengusap pipinya yang basah. "Besok, ibu datang lagi ke rumah sakit. Temenin Raffa, sekarang Raffa sama nenek dulu ya, Sayang ...?"
Raffa mengagguk, lalu tersenyum. "Iyah."
Rahma mengambil alih panggilan telepon. Menanyakan beberapa hal kepada Hana, dan meminta menantunya itu untuk tidak terlalu khawatir dengan kondisi Raffa.
.
.
.
Hana memeriksa aplikasi pesan setelah percakapan video dengan Raffa dan mertuanya ditutup. Ada pesan baru dari dua nomor yang berbeda yang belum ia baca. Salah satunya, dari nomor selular yang ia kenal, yaitu dari nomor Malik.
[Aku ngelaporin si Dharma ke polisi. Dia udah diciduk tadi sore. Kamu kalau udah siap, kasih keterangan ke polisi!] Begitu isi pesan anak sulung ayah kandungnya tersebut.
Kekehan pelan terdengar mulut Hana, disusul air mata yang lagi-lagi mengalir tanpa izin. Hana teringat bagaimana Malik menyelamatkan dirinya dari cengkeraman Dharma siang tadi. Sungguh tidak disangka, Malik bisa melakukan hal seperti itu.
Selama ini, hubungan mereka layaknya musuh bebuyutan, ada saja yang diributkan, seperti kelakuan tokoh kartun favorite si kecil Raffa, Tom and Jerry. Ternyata, Malik bisa juga bersikap begitu heroic.
Tidak, bahkan ia bisa bersikap begitu hangat. Hana mengingat-ingat Kembali interaksinya dengan Malik beberapa bulan ini. Sungguh, perubahan yang sangat drastis. Memang, dia masih menyebalkan seperti biasa, tapi, Malik memperlakukan Hana lebih manusiawi. Dan juga... ia telah beberapa kali menstransfer uang ke rekening Hana tanpa diminta. Entah sudah berapa kali Malik membelikan mainan untuk Raffa.
"Wah, dia kerasukan malaikat apa gimana ya? Bagus sih, tapi... gak seru ah!" Hana berseloroh dalam hati, lalu terkekeh tanpa suara.
Setelah membaca pesan dari Malik, Hana membaca pesan yang satu lagi. Yang ini, dari nomor yang tidak ia kenal. Nomor tersebut mengirimkan tiga buah pesan.
[Aku mengundurkan diri.]
Wanita itu mengernyit saat membaca pesan yang pertama.
[Maksudku, aku mengundurkan diri dari rencana pernikahan dengan Al. Dia bilang, aku harus puas menjadi istri kedua jika tetap ngotot meneruskan rencana pernikahan kami. Aku tidak mau! Tidak sudi! Jadi, aku mundur. Tapi, bukan berarti aku mengaku kalah darimu. Kau lihat saja! Aku akan menemukan laki-laki lain yang lebih baik dari Al. Suamiku akan lebih kaya dan lebih terhormat dari suamimu.]
![](https://img.wattpad.com/cover/272954949-288-k221216.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arti Mimpi Alfarizki
RomanceIa terbangun di sebuah padang rumput. Sinar mentari membuat pandangan matanya silau. Sepertinya, hari beranjak siang. Tiba-tiba ia melihat sesuatu. Ada seorang, tidak, ada dua orang. Tepatnya, ada seorang anak kecil dan seorang wanita. Mereka berdi...