Bab 10

4K 304 2
                                    

"Kenapa jaket Kakak kotor banget?" Hana mendengar Yoga, adik tirinya bertanya.

Anak remaja laki-laki itu memang sedang berkunjung ke kontrakannya. Tiba-tiba saja Hana mendapatinya di depan pintu setengah jam lalu. Yoga bilang, setelah pertemuan tak sengaja mereka beberapa hari lalu di warung kopi, dia menanyai orang-orang di sekitar warung itu mengenai tempat tinggal Hana, yang ia kira masih di lingkungan yang sama. Dan itu memang benar.

Hana tidak bisa menolak kunjungan Yoga. Meski, ia akhirnya harus membuka rahasia besarnya kepada anak itu. Apa rahasia besar Hana? Raffa.

 Ya, Raffa adalah rahasia besarnya, sebelum Yoga akhirnya tahu, tak ada satupun keluarganya tahu tentang Raffa.

"Seseorang membuangnya ke tempat sampah tadi." Hana menjawab pertanyaan Yoga.

"Kok bisa? Jaket sebagus itu dibuang ke tempat sampah?"

"Iya. Tempat sampah di depan mini market tempat  tadi aku belanja."

Karena tak memiliki apapun untuk menjamu adiknya, tak ada makanan ataupun minuman yang layak, akhirnya Hana memutuskan belanja di mini market yang berada tak jauh dari kediamannya.

"Siapa? Kakak sendiri?"

Hana tertawa konyol. "Kamu pikir aku kurang kerjaan?"

"Terus siapa yang buang?" Yoga menunjuk jaket mahal sang kakak dengan tatapan jijik. Jaket berbahan kulit warna hitam itu terlihat basah, lengket dan berdebu di beberapa tempat, ada sisa-sisa makanan juga di sana.

Alih-alih menjawab pertanyaan sang adik, Hana justru malah bertanya. "Tadi Raffa bangun gak?"

"Enggak. Dia nyenyak banget."

Hana mengangguk maklum. Setelah meletakkan jaket di mesin cuci, wanita itu mengeluarkan belanjaannya dari kantong belanja.

"Kau mau minum jus atau kopi?" tanya Hana. Tangannya memegang dua buah botol minuman.

Yoga mengambil salah satu botol dari tangan kakaknya. "Kopi aja."

Selanjutnya, dua orang kakak beradik itu sibuk menyantap makanan yang sebelumnya Hana sajikan di atas meja.

"Kakak gak mau jelasin soal Raffa sama aku?" tanya Yoga.

Hana yang sedang sibuk mengunyah kacang kulit terdiam. Dia menghela nafas.

"Siapa ayahnya? Apa laki-laki yang bernama Al itu?"

Hana mengernyit, lalu menatap sang adik. "Kok kamu bisa mikir gitu?" tanyanya. 

"Ya. Dulu kan, Kakak pernah kenalin dia sama aku. Pacarnya 'kan dulu? Yang waktu itu pake kursi roda, gak bisa liat juga. Iya kan?!"

Hana menggeleng pelan.

"Jadi bukan dia ayahnya Raffa?"  Yoga menebak maksud gelengan kepala sang kakak.

Sejujurnya, Hana tak tahu harus menjawab apa. "Bu ... kan," katanya ragu.

"Terus siapa?"

"Gini ... anggap aja, dia udah enggak ada. Ya?!" tawar Hana.

"Dia udah meninggal?"

"Iya. Anggap aja begitu. Bisa kan?!"

Yoga mengernyit. "Jadi, dia udah meninggal apa belum?"

"Belum sih. Tapi, gak ngaruh juga dia masih ada apa enggak," jawab Hana.

"Kenapa gak ngaruh?"

Hana menggaruk rambutnya yang tiba-tiba gatal, lalu lehernya juga gatal, sontak tangannya beralih ke lehernya. "Eeeeh ... Gini, buat dia... aku cuma penipu. Dia gak percaya aku hamil anaknya. Dia yakin banget aku cuma bohong, waktu aku bilang aku lagi hamil dulu."

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang