Bab 15

3.5K 282 2
                                    

Gadis belia itu benar-benar jatuh cinta. Waktu itu usianya enam belas tahun.

Buk!

Sebuah bola basket mengenai kepala Hana. Ia tak sempat menghindar, karena sibuk menyiram bunga-bunga yang ditanam ibunya. Bola yang memantul dan mengenai kepala Hana itu berasal dari lapangan basket yang berada beberapa meter dari pendopo tempatnya tinggal.

"Hei! Kamu gak apa-apa?" tanya seorang pemuda.

Hana mengira, dialah yang membuat kepalanya dicium bola beberapa detik lalu.

"Ma'af ya. aku gak sengaja," ujar pemuda itu lagi. Dia memperhatikan wajah Hana dengan seksama, sepertinya, mencari-cari jika ada luka atau memar.

Hana merasa malu karena diperhatikan seperti itu. "Iya, gak apa-apa," katanya sambil menundukkan kepala.

"Beneran?"

Hana mengangguk. "Iya, beneran."

Pemuda itu tersenyum, lalu mengusap pelan rambut Hana. Dia berkata, "Sekali lagi, ma'af ya."

Lantas, dia berjalan pergi. Kembali ke lapangan.

Dia tak pernah tahu Hana membeku setelah kepergiannya. Itulah pertama kalinya dalam hidup gadis itu, ada laki-laki yang mengelus lembut kepalanya. Bahkan, ayah Hana tak pernah tak pernah melakukannya. Terlebih lagi Malik, kakak tiri Hana.

"Sorry, Al, lama. Gue dari kamar mandi dulu."
Hana mendengar suara Malik, orang yang baru saja lewat di pikirannya.

"Itu anak siapa?"

"Yang mana?"

"Yang perempuan. Disana!" Pemuda yang disapa Al itu menunjuk ke tempat Hana sedang berdiri.

Malik menatap sengit gadis yang baru saja ditunjuk sahabatnya. "Oh, itu ... anak pembantu gue. Yuk, kita jalan! Udah sore nih."

Dua pemuda terpaut usia tiga tahun itu berlalu pergi.

'Anak pembantu gue.'

Hana mendengus saat teringat kata-kata Malik pada Al. Sejak dulu, dia memanggil Hana seperti itu. Bagi Malik, Arnita, istri kedua ayahnya tak lebih dari seorang pembantu, bahkan mungkin jauh lebih rendah derajatnya dari pembantu.

Tapi, meski begitu, Hana diajarkan untuk tidak sakit hati oleh ibunya.

Biarkan saja! Jangan terluka oleh kata-kata orang lain. Apa yang kita dengar dari orang lain tidak menentukan nasib dan kedudukan kita di hadapan Tuhan. Tapi, perbuatan kita sendirilah yang menentukannya.

Begitu ibu kandung Hana berpesan selalu.
Karena itu, Hana tidak peduli pada apa yang dikatakan Malik. Meski ia telah berkali-kali melarang Hana menonton pertandingan basket mereka di lapangan, Hana tetap menontonnya.

Selama satu tahun, dia hampir menjadi penonton setia. Malik tidak bisa menghentikannya. Gadis belia itu kadung jatuh cinta. Pada Al, pemuda pertama yang mengelus rambutnya.

***

Siang itu, Hana sedang menerima kunjungan perwakilan dari lembaga penitipan anak di mana anaknya biasa dititipkan. Di sanalah Raffa mengalami kecelakaan.

"Kami, atas nama lembaga, sekali lagi mengucapkan mohon ma'af yang sebesar-besarnya atas kelalaian kami. Sampai hal ini terjadi," ujar pimpinan lembaga tersebut.

Hana tidak tahu harus mengatakan apa selain 'tidak apa-apa' dan 'terima kasih'. Sejujurnya, wanita itu cukup kecewa. Tapi, bagaimanapun, saat-saat terburuk sudah berlalu. Hana tidak ingin mengingat lagi masa-masa itu. sangat mengerikan.

Hana mencoba untuk berpikir positif. Mungkin, ini memang sudah seharusnya terjadi. Ini juga menjadi pelajaran besar baginya sebagai orang tua. Alhamdulillah, hari ini lewat dari tiga hari sejak putranya dioperasi. Raffa bahkan sudah bisa berjalan ke sana ke mari di ruang perawatan.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang