Bab 9

3.6K 289 2
                                    

"Ekhem! Gini, Al. Eee ..."

Haris menggaruk kepalanya. Dia merasa sangat gugup saat ini. Bukan hal mudah bicara pada putranya, apalagi mengenai sesuatu yang akan mereka bahas kali ini.

"Apa, Pa?" tanya Al.

"Ekhem!" Haris berdehem, lagi. "Kemarin, Mama sama Papa ketemu sama temen lama," katanya.

Al menatap lurus ke wajah ayah kandungnya. Pria yang membuatnya lahir ke dunia itu sontak menelan ludah.

"Terus?" tanya Al seraya mengalihkan padangan, menatap kosong lampu gantung mewah yang menghiasi ruang tamu yang sedang mereka diami.

"Ee ... mereka punya anak perempuan."

Al menghela nafas. Ia mengerti ke mana arah pembicaraan orang tuanya malam ini.

"Kamu sudah hampir empat puluh tahun, Al," kata Rahma, ibunya.

Ya, tentu saja. Al tahu itu. "Mama mau jodohin aku sama anak temen Papa itu?" tanyanya.

Rahma mengangguk seraya melempar senyum antusias. "Iya, Al. Kamu mau? Gak harus langsung nikah, kenalan aja dulu! Dia baik kok, cantik juga."

Putra sulung seorang diplomat itu menekan dirinya ke sofa yang sedang ia duduki. Entah apa yang dia rasakan saat ini. Sudah terlalu sering Al menolak permintaan orang tuanya setiap kali akan diperkenalkan dengan seorang wanita.

Jika kali ini ia menolak, rasanya terlalu egois bukan? Hidup Al bukan hanya miliknya sendiri. Dia anak dari seorang ayah, dia dilahirkan oleh seorang ibu. Mereka selalu memenuhi hidup Al dengan cinta dan kasih sayang. Bukan hal yang salah jika dua orang yang sangat ia hormati itu memiliki harapan tentangnya. Termasuk, pernikahan.

Al memandangi wajah orang tuanya yang sedang menatap penuh harap. Lalu, ia tersenyum. "Ya. aku setuju. Terserah Mama sama Papa aja. Aku ikut keputusan kalian. Mau kenalan dulu, boleh. Mau langsung nikah, juga boleh."

Haris dan istrinya sontak tercengang. Rahma bahkan sampai harus menutupi mulutnya yang tiba-tiba menganga. Benarkah yang baru saja mereka dengar itu? Benarkah ini putra mereka yang dulu-dulu selalu menolak jika akan dijodohkan? Batin mereka bertanya-tanya.

Al tertawa melihat respon orang tuanya. Rahma, ibunya bahkan sampai meneteskan air mata. Ah! ini berlebihan bukan?!

"Beneran, Al?" tanya Rahma.

Al tersenyum seraya menganggukkan kepala.

"Enggak apa-apa kalau langsung nikah?"

"Enggak apa-apa. Al percaya sama pilihan Mama dan Papa."

"Serius?" Rahma bertanya lagi. Wanita itu nampak masih tak menyangka.

"Serius, Ma."

"Tapi ... tapi ... kenapa?"

Al mengernyit. "Kenapa apanya?" tanyanya pada sang ibu.

"Selama ini kamu selalu nolak. Kenapa sekarang berubah?"

Helaan nafas keluar dari bibir Al setelah pertanyaan ibunya barusan terdengar. "Selama ini, aku selalu salah pilih perempuan. Pacar pertamaku, Silvia, selingkuh. Pacar keduaku, pergi gitu aja, pas ketemu lagi, ternyata dia udah punya suami sama anak. Yang terakhir, ternyata penipu.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang