Bab 25

3.7K 315 1
                                    

Malik kembali ke ruang VIP restoran itu bersama Al. Ternyata keluarganya sudah pulang, begitu juga dengan ayah dan ibu sahabatnya.

Yang tersisa hanya Sinta, sekretaris Al. Wanita itu terlihat sedang membaca sebuah kertas.
Setelah mereka berada dalam jarak dekat. Barulah Malik dan Al mengetahui, yang sedang sedang dibaca Sinta adalah surat panggilan pengadilan yang sebelumnya dikeluarkan ayah kandung Al.

"Kenapa surat itu ada di kamu?" Al bertanya pada sekretarisnya.

Sinta mendongak, nampak wajahnya telah berurai air mata. "Tadi ditinggalin sama ayahnya Pak Al," jawab Sinta.

"Kenapa kamu nangis?" Giliran Malik yang bertanya.

"Itu ... Huuuu ...." Alih-alih menjawab pertanyaan Malik, Sinta justru malah menangis kencang.

"Kamu kenapa, Sinta?" tanya Al.

"Sa-saya ...." Sinta menelan ludah. "Saya gak tahu kalau bu Hana ternyata  istri pak Al. Saya pikir ... saya pikir dulu cuma sekretarisnya aja. Pantesan tadi saya dimarahin. Ka-kalau saya tahu kayak gini, saya gak bakal biarin bu Hana booking ruangan ini. Huuuu!"  Sinta bicara sambil menangis.

.

.

.

"Haaah ...."

Malik mendengar Al menghela nafas. Sedangkan, sekretarisnya membisu setelah puas menangis. Sepuluh menit sudah mereka bertiga berdiam di ruangan itu pasca kepulangan Sarita dan para orang tua.

"Jadi sekarang gimana?" tanya Malik.

"Ya, mau gimana lagi?! Pulanglah!" jawab Al.

"Tapi, ini makanannya gimana, Pak?" Sinta bertanya pada atasannya.

Al menatap hidangan mahal yang telah lengkap disajikan namun belum sempat dimakan."Kamu bawa pulang aja!" ujarnya.

"Hah?! Sebanyak ini saya bawa pulang semua?" Sinta terlihat keberatan.

"Iya."

"Tapi, saya gak bisa bawanya, Pak. Barang bawaan saya udah banyak banget."

"Kamu gak usah balik ke kantor. Langsung pulang aja. Nanti biar Malik yang anter kamu pulang" Al dengan entengnya bicara. 

Malik yang saat itu sedang sibuk dengan ponsel menoleh karena mendengar namanya disebut. "Hah?! Apa?!"

"Kamu anter Sinta pulang! Aku jalan duluan ya!" Al melenggang dari ruangan itu.

"Eh, tunggu! Aku gak bisa!" Malik berteriak pada sahabatnya.

Terlambat, orang ia teriaki  sudah tak terlihat lagi.

Malik bermaksud menyusul Al. Tapi, ia ingat bahwa Sinta masih di sana. Dan lagi, Al memintanya mengantar pulang gadis itu.

Malik menggaruk rambutnya yang tiba-tiba gatal. "Eee ...." Laki-laki itu tidak tahu harus mengatakan apa.

"Gak apa-apa, Pak Malik. Saya pulang sendiri aja."  Sinta merasa sungkan. Meski ia sudah beberapa kali bertemu dengan sahabatnya bosnya tersebut. Tetap saja, mereka bukan orang dekat.

"Gak apa-apa kok. Saya anter aja."

"Gak usah, Pak. Nanti merepotkan."

"Emang udah repot kok. Hehe." Malik berseloroh. "Tapi, gak apa-apa. Ayo diurus dulu sama pelayannya! Saya tunggu di depan lobby ya."

Sinta menunduk takzim. "Baik, Pak."

Setengah jam kemudian, dua orang itu sudah berada di mobil yang sedang berpacu menembus jalanan. Sinta menyebutkan alamat lengkap kediaman orang tuanya kepada si empunya mobil yang ia tumpangi.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang