Bab 23

3.5K 271 3
                                    

Hari begitu terik, seorang anak kecil berlari-larian seorang diri di sebuah taman.

Duk!

Anak kecil itu terjatuh. Kakinya terantuk batu.

"Huwaa ...!" Dia menangis.

"Eh, Sayang ...? Kamu jatuh ya?" seorang gadis muda datang, berlari tergopoh-gopoh mendekati si anak kecil. "Sakit?" Gadis muda bertanya lagi.

"Iya." Anak kecil menjawab diringi isak tangis.

"Yang mana?"

Anak kecil menunjukkan bagian kakinya yang terlihat lecet dan sedikit mengeluarkan darah. "Yang ini," katanya.

"Ya, Allah. Ini sakit ya?" tanya gadis muda penuh rasa iba.

"Iya." Si anak kecil menangis kembali.

"Cup! Sayaang." Gadis muda memeluk anak kecil. "Gak apa-apa. nanti juga sakitnya hilang. Kamu tahu gak?"

Anak kecil menatap gadis muda. "Apa?" tanyanya.

"Kalau kita sakit, tandanya Allah lagi sayang sama kita," ujar gadis muda. Bibirnya menyunggingkan senyum.

"Gitu?"

"Iya. Makanya, gak usah sedih lagi ya!" Gadis muda mengusap pipi anak kecil yang dipenuhi air mata.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil anak kecil.

"Al ...!"

Sontak sepasang mata miliknya terbuka.

Situasi berubah. Ternyata Al sedang ada  di sebuah kamar yang gelap, itu adalah kamarnya. Anak kecil dan gadis muda yang ia lihat tadi hanya ada dalam mimpi.

'kalau kita sakit, tandanya Allah sayang sama kita.'

Al terngiang kata-kata-kata gadis muda dalam mimpinya. Dia jadi ingat Raffa, teman bermain keponakannya yang bernama Rasya di tempat penitipan anak. Al pernah mendengar anak itu mengatakan hal yang sama pada temannya yang lain.

Entah kenapa Al tiba-tiba jadi ingin menangis. Dia merasakan rindu yang amat sangat. Padahal, mereka bukan siapa-siapa.

Bagaimana keadaan Raffa saat ini? Benak Al bertanya.

Anak yang sakit-sakitan itu kabarnya sudah tidak pernah datang lagi ke tempat penitipan anak. Menurut cerita Risma, sepupu Al yang tak lain adalah ibu kandung Rasya, Raffa dibawa ibunya pindah ke luar Jakarta, entah ke mana.  Semoga dia baik-baik saja.

"Ekhem!" Al berdehem. Tenggorokan terasa amat kering. Laki-laki itu berjalan keluar dari kamarnya. Ia hendak meminum air putih di dapur rumah orang tuanya.

Di sana, ternyata Al bertemu dengan Haris, laki-laki yang selalu ia panggil 'papa'. Tatapan mata mereka bertemu beberapa saat.

"Papa udah dengar cerita soal pernikahan kamu dari Mama. Termasuk juga soal Hana."

Al yang sedang menuang air menelan ludah saat suara ayahnya terdengar. Entah kenapa suasana kala itu terasa mencekam.

"Ya. Dalam hidup, kadang-kadang memang, kita akan dihadapkan pada situasi yang sama sekali gak pernah kita duga."

Al mengangguk.

Glek! Dia meminum air putih dari gelasnya.

"Papa harap kamu bisa mengambil sikap yang bijak, Al."

Al menoleh, menatap wajah ayahnya yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Semoga kamu gak ada niatan memperlakukan Sarita seperti kamu memperlakukan Mariana. Entah siapa yang kamu cintai sebenarnya. Tapi, kamu harus ingat! Ini bukan cuma soal cinta. Ini soal komitmen yang sudah kamu ambil sendiri. Wanita, siapapun dia, tidak boleh dipermainkan sesuka hati, kamu datangi dan kamu tinggalkan kapanpun kamu mau. Kamu laki-laki dewasa, Al. Bukan anak remaja yang baru merasakan kasmaran kemarin sore."

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang