Bab 38 (selesai)

7.5K 358 23
                                    

"Di mana Hana dan Raffa?" Al memburu sahabatnya yang baru saja datang.

Malik tidak mengindahkan pertanyaan yang baru saja diajukan kepadanya. Ia lebih memilih menyapa Rahma dan Haris yang nampaknya, sudah menunggu kedatangan Malik bersama putera mereka.

"Silahkan duduk, nak Malik! Nanti, tante buatkan minum dulu." Rahma berjalan meninggalkan ruang tamu rumahnya menuju dapur.

"Di mana anak dan istriku, Malik?" Al bertanya lagi.

Malik menghela nafas. Lalu, duduk di samping sahabatnya yang sedang kalut itu. "Mereka ada di apartemenku."

"Apartemen kamu? Kenapa mereka pulang ke sana? Kenapa gak ke sini?"

"Justru itu yang aku mau tanyakan padamu. Kenapa tiba-tiba Hana enggan Kembali ke sini? Aku pikir, hubungan kalian sudah membaik."

Al mengernyit, lantas melemparkan dirinya ke sofa. "Aku juga gak tahu." Laki-laki itu menggeleng penuh keheranan.

"Kalian bertengkar tadi malam? Kamu bikin dia nangis? Kamu gak nyakitin dia 'kan?"

"Enggak, Malik." Al begitu nelangsa.  "Seandainya, aku tahu apa kesalahanku."

"Kenapa dia terlihat sangat terguncang? Bukankah seharusnya sebaliknya? Sarita membatalkan pernikahan kalian 'kan?"

Al mengangguk. "Ya. Seharusnya Hana senang."

Oh tidak! Al baru ingat. Jangan-jangan, selama ini memang hanya diriku yang ingin Kembali bersama? Apakah Hana benar-benar ingin berpisah? Tapi, kenapa semalam dia menyerahkan dirinya padaku? Begitulah Al bertanya-tanya dalam hati.

Kepala ayah satu anak itu tertunduk, tubuhnya lemah tak bertenaga. Harapannya untuk bisa hidup bahagia bersama Hana semakin tipis.

.

.

.

Malik menatap laki-laki itu. Kondisinya sama saja dengan Hana, istrinya.

Ada apa sebenarnya? Siapa yang salah? Apa yang salah? Pertanyaan di benak saudara tiri Hana itu begitu banyak.

Malik merasa berkewajiban untuk menyatukan Kembali Hana dan Al. Tujuh tahun lalu, dia lah yang mebuat dua insan itu berpisah. Kalau kali ini sampai tidak rujuk kembali, Malik akan merasa sangat bersalah.

"Sementara ini, kasih dia ruang dan waktu dulu untuk berpikir. Paling dua sampai tiga hari. Aku juga gak tahu masalahnya di mana. Tapi, aku janji, kalian pasti bisa sama-sama lagi."

Al yang sedianya tengah menunduk sontak mendongak. Mulutnya terkatup rapat, raut wajahnya begitu memelas. Malik jadi merasa iba.

Ditambah lagi, dengan beberapa informasi yang baru saja dia dengar dari beberapa orang. Bahwa kondisi perusahaan Al sedang kurang baik. Banyak klien melakukan protes karena merasa Al melakukan wan pretasi.

"Bagaimana keadaan perusahaanmu?" tanya Malik. Ia tahu pertanyaan itu akan membuat Al semakin tenggelam dalam kesedihan, tapi Malik benar-benar harus menanyakannya. "Kamu butuh bantuanku?"

Al menggeleng pelan. "Aku tak mau berhutang budi pada keluargamu."

"Bukan keluargaku, tapi aku. Kalau kamu butuh dana segar, aku memilikinya. Kau boleh menggunakannya dan mengembalikannya kapanpun kau mampu."

Al kembali menunduk. Ia menumpu wajah dengan kedua tangannya. Malik tahu, sahabat sejak belianya itu menangis. "Kamu gak sendiri, Al."

"Aku tahu."

"Aku tak akan membiarkanmu jatuh."

Al mengangguk, tangisnya semakin deras.

Ah, kasihan! Sungguh, Malik merasa kasihan.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang