Bab 35

3.4K 246 4
                                    


Laki-laki Bernama Dharma itu mengusap lembut layar telepon selularnya. Pesan yang barus saja ia kirimkan akan mengubah hidupnya mulai saat ini.

Ya. Hidupnya akan berubah. Dia akan memiliki Hana, seutuhnya.

Hana adalah satu-satunya wanita yang ia cintai. Cinta itu telah begitu lekat bahkan mengkarat, menjelma menjadi sebuah obsesi.

Sejak dulu, Dharma telah berusaha membuat Hana jatuh ke pelukannya. Mereka memang berbeda usia hampir seperempat abad. Tapi, apa salahnya? Iya kan?

Kali ini, tidak akan ada yang menghalangi upayanya untuk memiliki Hana. Ridwan Hanafi, paman Dharma yang juga tak lain ayah kandung Hana sudah tak lagi menjadi pelindung perempuan terkasih itu. Dulu, Ridwan selalu menggagalkan upaya Dharma untuk memiliki Hana.  Laki-laki tua itu menjadi batu besar yang selalu menghalangi jalannya. Namun kini, keadaan sudah berbeda. Hubungan ayah dan anak yang mereka miliki telah lama rusak.

Sejujurnya, Dharma merasa sangat marah saat tahu ternyata Hana sudah menikah dan sudah melahirkan seorang anak. Belasan tahun menghilang, datang-datang sudah menjadi milik orang. Siapa yang tak berang?

Tapi, ia sedikit terhibur dengan kenyataan pernikahan itu tidak berjalan dengan baik. Hana dan suaminya sedang dalam proses perceraian. Al, calon mantan suami Hana akan segera menikah dengan Sarita, adik Dharma. Haha! Ini takdir yang sungguh lucu bukan?

Dharma memandangi tubuh lelaki kecil yang tergeletak di atas sofa dengan senyum mengembang. Benar, ini memang sedikit jahat. Menggunakan anak itu sebagai umpan untuk membuat ibunya datang. Tapi, ini satu-satunya jalan. Tidak, ini yang paling mudah. Begitu mudah, Dharma hanya perlu memberi minuman yang sebelumnya telah ditetesi obat penenang.

Bunyi bel rumah ditekan terdengar saat Dharma sibuk mempersiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Hana.

Dharma membuka pintu. Lalu, wajah wanita yang paling ia kasihi nampak dalam pandangan matanya.

"Kamu?!" Hana Nampak tercengang, sangat amat tercengang.

"Halo, Hana, Sayang!"

.

.

.

Hana sangat membenci dirinya sendiri saat ini. Ia ingin memaki, memukul, menerjang atau menendang, seperti yang ia lakukan saat terakhir kali ia bertemu dengan laki-laki mengerikan itu. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Hana dilanda serangan panik. Dadanya berdebar hebat, kepalanya pusing, badannya gemetaran, jangankan untuk marah atau menerjang, berdiri tegap saja ia tidak mampu.

Raffa, Sayangku!

Batin Hana meneriakkan nama lelaki kecil kesayangannya. Bagaimana bisa ia menjadi serapuh ini? Pantaskah ia disebut sebagai ibu?

Air mata mengucur dari pipi Hana tanpa dapat dicegah Ia ingin sekali masuk, namun rasa takut yang teramat besar menahan langkahnya.

"Hana, Sayang." Suara Dharma terdengar. Suara itu telah menjadi mimpi buruknya selama belasan tahun.

.

.

.

"Jangan terus mengulur waktu, br*ngsek! Anakku dalam bahaya!" Al merasa sangat kesal. Sarita terus menerus mengatakan 'tidak tahu' setiap kali ia menanyakan tentang keberadaan Dharma.

"Aku benar-benar tidak tahu, Al!"  kata Sarita.

"Bagaimana bisa kau tidak tahu? Kau 'kan adiknya?! Kalau sampai kakakmu melakukan sesuatu yang buruk pada anak dan istriku, kau akan menerima akibatnya, Sarita!" Al berteriak di telinga wanita itu.

Arti Mimpi AlfarizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang