disappointed

124K 7.6K 119
                                    

Teresa dan Jenny terkejut saat Daisy masuk ke dalam salah satu apotek, apakah selama ini Daisy sakit dan tidak memberitahukan kepada mereka?

Sudah satu bulan lebih, namun sikap Daisy semakin dingin pada mereka, bahkan seperti orang yang tidak kenal.

"kalau disini kita ga denger!! ayo nguping deket pintu aja" ajak Teresa yang di'iyakan Jenny, mereka mengendap-endap lalu menguping di samping pintu.

"mba ada testpack? saya mau beli buat kakak saya, tapi saya gatau barangnya kaya apa" Teresa dan Jinny terkejut karena mereka mengetahui Daisy adalah anak sulung, yang artinya gadis itu tidak mempunyai kakak.

"ada kak, mau yang merek apa?" Daisy membeli masing-masing satu dengan merek berbeda, Teresa dan Jinny buru-buru pergi saat Daisy hendak keluar.

"feeling gue gak enak soal tuh bocah" ucap Jinny sambil menatap tubuh Daisy yang perlahan menghilang dari belakang.

"dia gak punya kakak kan? apa gue yang gatau??" tanya Teresa memastikan.

"gada anjir!! udah buru kita ke rumahnya" Teresa mengangguk lalu mereka masuk ke mobil, menuju rumah Daisy.

🌼🌼🌼

"tapi asik juga kalau tuh cewe beneran hamil! gue jadi ada mainan tiap hari" Saka mengepulkan asap dari mulutnya sambil membayangkan Daisy menjadi istrinya.

Pasti setiap hari sangat enak jika ada yang ia jaili di rumah, Saka menggeleng, tidak!! males amat nikah sama Daisy.

Tapi jika gadis itu benar-benar hamil, bagaimana? apakah ia harus bertanggung jawab?

Saka tidak tau, kedepannya nanti akan seperti apa, namun ia berharap Daisy melupakan kejadian itu seumur hidupnya.

🌼🌼🌼

Atmosfer di kamar Daisy sangat dingin, tidak seperti biasanya ketika semua gadis itu tertawa, namun kali ini tidak ada tawa yang keluar dari salah satu mereka.

"kok lo gak bilang?" tanya Jenny dingin.

"kita gak penting Jen, lo pikir kita siapanya Daisy?" Teresa terkekeh, namun Daisy tau itu adalah kekehan kecewa.

"maaf, gue takut lo pada ilfeel ke gue" Daisy menunduk sambil menyeka air mata yang terus saja keluar.

"apapun keadaan lo kita ga bakalan jijik atau pun ninggalin lo Sy, harusnya lo tau, padahal kita udah sahabatan lama, gue kira lo tau sifat kita semua" Daisy semakin terisak mendengar penuturan Teresa.

"udah ga usah dipojokin lagi, dia pasti butuh waktu buat ngasih tau ke kita" bela Jenny sambil mengusap bahu Daisy.

"bunda lo? udah tau?" Daisy menggeleng, ia tidak terlalu dekat dengan bundanya semenjak ayahnya pergi tak tahu kemana, ia kesal kenapa bundanya tidak pernah memberitahu di mana ayahnya tinggal.

"biar gue yang kasih tau" Daisy menggeleng lalu menahan lengan Teresa yang hendak berdiri.

"jangan, b - biar gue aja" isak Daisy.

"siapa yang bikin lo kaya gini?" tanya Jenny, tapi Daisy enggan menjawabnya, ia rasa waktunya belum tepat.

"ada" jawab Daisy semakin membuat mereka kesal.

"siapa? Abi??" Daisy menggeleng, tidak mungkin Abi melakukan ini padanya.

"Saka" lirih Daisy lalu menangis lagi.

"temen kelas kita?" Daisy mengangguk pelan.

"emang jancuk!! Jen buruan siap-siap kita labrak si Saka" Daisy terkejut, ia sudah menduga hal ini akan terjadi.

"jangan!! gue g - gamau dia tau, gue t - takut" larang Daisy.

"kenapa?! lo takut si brengsek itu gamau nerima anaknya?! terus lo ga takut anak lo lahir tanpa ayah?!!" ya, Daisy hamil.
...

"tan, Daisy ada ga?" tanya Jenny pada bunda Daisy.

"ada tuh baru pulang, kalian samperin ke kamarnya aja ya" Jenny dan Teresa mengangguk lalu melangkah ke kamar Daisy.

Sepertinya gadis itu sedang berada di kamar mandi, untung pintu kamarnya tidak di kunci.

"gue semakin yakin ada yang di sembunyiin" bisik Teresa membuat Jenny mengangguk.

Mereka menunggu Daisy tepat di depan pintu, tak perduli akan mengkagetkannya. Benar saja, Daisy yang baru saja membuka pintu terkejut dan langsung menyembunyikan benda persegi panjang di belakang tangannya.

Teresa mengambil benda itu dari tangan Daisy dan tidak percaya semua ini.

🌼🌼🌼

tbc y brow

.
.
.
.
.
.

follow + vote makasi

paint without t [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang