Pada awalnya, Bae Yujin mengira kalau Jimin benar-benar akan membebaskannya dan membiarkan dia hidup tenang bersama sang nenek. Tapi ternyata, itu hanya sekedar khayalan belaka.
Sungguh, Yujin pikir, terkurung dalam penjara terasa jauh lebih baik da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terlihat seorang wanita tengah bersandar di tembok yang dingin dan sedikit kusam. Di antara lima orang yang ada di dalam sana, hanya dia yang sedang melamun di sisi paling ujung ruangan kecil tersebut. Menekuk lututnya- menyendiri.
Bae Yujin, seorang narapidana yang sejak satu tahun lalu sudah menempati sangkar menyedihkan ini. Wajah polosnya yang jauh dari aura antagonis, membuat semua orang yang satu ruangan dengan Yujin habis-habisan mencaci dirinya. Bagaimana tidak? Alasan ia berada di sana karena telah membunuh seseorang. Mengejutkan, bukan?
Bae Yujin, seorang gadis manis yang bahkan tidak tega untuk mengusir kucing liar di pinggir jalan, apa mungkin bisa membunuh manusia?
Beberapa bulan lalu usianya genap dua puluh empat tahun. Tahun ini adalah momen terpahit untuk hari ulang tahunnya. Air mata bahagia yang biasanya tercipta karena dia selalu memakan kue cokelat buatan nenek, terganti dengan air mata pilu yang mengharuskan ia mengucap harapan-harapan di depan lilin dan kue sederhana yang dibawakan nenek saat mengunjunginya ke penjara.
Saat pertama kali ia masuk ke tempat terkutuk ini, tak jarang Yujin selalu mendapati kekerasan fisik oleh sesama tahanan. Entah dipukul, ditampar, ditendang dan dijambak, seolah sudah menjadi kegiatan rutin yang harus ia terima.
Ingin sekali Yujin mendapat jawaban atas isi hatinya, mengapa dia harus menerima ini semua? Mengapa tidak ada yang mempercayainya selain nenek?
Tentu Yujin sangat marah dan kecewa. Namun apa boleh buat, dia hanya seorang cucu dari penjual tteokbokki pinggir jalan yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Neneknya tidak mungkin bisa menebus denda atas hukuman yang menimpa cucunya. Terlalu mustahil.
●°•♡•°●
"Bae Yujin-ssi," panggil salah seorang sipir yang sudah ada di depan pintu jeruji.
"Ne..?"
"Ada kunjungan untukmu, silakan keluar."
Yujin menghapus air matanya sekilas. Ia memang sering sekali menangis saat sedang melamun. Terlebih saat dia teringat nenek yang sedang sendirian di rumah.
Gadis itu keluar dari ruangan berjeruji besi dengan semangat, lalu tersenyum tipis.
'Aku tidak boleh terlihat sedih di depan nenek,' batinnya menguatkan diri sendiri.
Dia berjalan didampingi sipir perempuan tersebut sampai ke ruang kunjungan.
Tak berapa lama, ia melihat sosok pria memakai jas berwarna abu-abu gelap duduk membelakanginya. Tetiba langkah kaki Yujin melambat.
"Dimana nenekku?" tanya Yujin pada sipir tersebut.
"Dia orang yang mengunjungimu." Liriknya ke arah laki-laki tersebut. "Cepat hampiri dia. Waktumu tidak banyak."
Yujin terpaksa mendekati laki-laki yang pernah ia temui satu tahun lalu. Dan ini merupakan kedua kalinya mereka bertemu kembali.
"Ada apa kau datang ke sini?" Yujin langsung melontarkan pertanyaan dengan posisi masih berdiri.
Pria itu mendecih pelan lalu terkekeh remeh.
"Tempat ini memang pantas untuk orang yang tidak punya sopan santun sepertimu," gumamnya sedikit ketus.
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Pasti ada hal penting yang ingin kau bicarakan," ujar Yujin tak kalah serius.
"Baiklah. Aku akan langsung ke intinya." Dia melipat tangannya di depan dada. "Apa kau masih ingin tinggal di sini?" Ekspresi angkuhnya masih sama seperti satu tahun lalu.
"Apa? Apa maksudmu?" Yujin mengerutkan dahi.
"Aku akan memberimu dua pilihan. Yang pertama, kau tetap menjalani sanksi penjara hingga masa hukumanmu selesai, atau..." Dia mendekatkan wajahnya tepat ke hadapan Yujin, "kau ingin aku bebaskan dari sini?"
Yujin tersenyum tipis, "Apa akhirnya kau sadar, kalau aku sebenarnya tidak bersalah?"
"Chh.. aku tidak butuh pertanyaan bodohmu itu. Cepat jawab! Aku tidak akan memberikan kesempatan yang sama untuk kedua kalinya." Yujin menelan ludah diam-diam.
Dia mulai dilema dengan pilihan menggiurkan di depan mata. Sejujurnya ia tidak ingin berlama-lama di dalam penjara, dia rindu sekali dengan nenek, tidak ingin membiarkan nenek sendirian. Tapi.. jika Yujin memilih untuk keluar dari sini, apa pria ini tidak akan menuntut sesuatu?
"Kenapa kau diam? Kau suka tinggal di sini? Apa keluargamu tidak merindukanmu? Aahh.. benar, pasti mereka juga sudah membenci dan membuangmu, kan?" sindir pria tak punya hati itu.
Yujin masih diam, dia menunduk ke arah lantai, berharap menemukan jawaban di sana.
"Sudahlah. Lupakan. Tidak ada gunanya aku bertanya. Kau memang lebih pantas di sini." Pria sombong itu berdiri dan hendak pergi.
"Tunggu!- Tunggu sebentar..!" reflek Yujin. Laki-laki itu tersenyum di balik punggungnya, sebelum akhirnya berbalik menghadap Yujin.
"Apa kau sungguh akan membebaskanku?"
"Hm," jawabnya datar.
"Tapi aku tidak punya uang untuk menebus den-"
"Kau ingin bebas atau tidak?" tanyanya pelan namun terkesan mengancam.
"I-iya, aku ingin. Aku.. sangat ingin bebas dari sini." Mata Yujin berkaca-kaca, berharap pria itu tidak main-main dengan ucapannya.
"Baiklah. Aku akan urus prosedur pembebasanmu." Laki-laki itu melenggang pergi dengan santainya.
Bahkan kata 'terima kasih' belum sempat terucap dari mulut Bae Yujin.
'Akhirnya, aku bisa tinggal bersama nenek lagi,' hatinya bahagia.
'Nek, tunggu aku di rumah. Aku akan pulang.'
To be continued ♡
Annyeonghaseyooo.. 👋🏻 Aku kembali dengan cerita baruu 😗
Waaahh.. bakal kayak apa nih cerita kali ini? 😐
Vote-nya yuk jangan lupa ⭐
Apaga sudah ada yang tau, siapa pria itu? 🙄 Tulis di kolom komentar yaa! 🤸🏻♀️