Pada awalnya, Bae Yujin mengira kalau Jimin benar-benar akan membebaskannya dan membiarkan dia hidup tenang bersama sang nenek. Tapi ternyata, itu hanya sekedar khayalan belaka.
Sungguh, Yujin pikir, terkurung dalam penjara terasa jauh lebih baik da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepasang mata indah baru saja terbuka. Ditatapnya nanar langit-langit ruangan yang ia tempati- terasa asing.
'Aku dimana? Apa mungkin.. dia benar-benar membawaku ke-'
"Sudah sadar?" Yujin menoleh ke sumber suara. Nampaklah Park Jimin yang tengah duduk di sofa.
"Aarkhh.." pekik Yujin saat bangun dengan cepat dari posisi tidurnya. Kepalanya mendadak terasa berdenyut.
"Sakit?" tanya Jimin sambil berjalan ke arah Yujin. Wanita itu mengangguk dengan lugunya. Sepertinya dia tidak mengerti kalau itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan sindiran.
Jimin berdiri di samping ranjang, tiba-tiba saja dia mencengkeram rahang Yujin, lalu mendekatkan wajahnya. Tatapan tajam itu benar-benar membuat Yujin sesak. Gadis itu bisa melihat kemarahan yang ada di diri Jimin. Dengan mencoba mengalahkan rasa takut, Yujin membalas tatapan Jimin. Dia ingin membuktikan bahwa ia tidak takut, karena memang tidak bersalah.
"Jangan pernah berpikir kalau tatapanmu itu bisa mengendurkan niat awalku. Sebaiknya kau tetep jadi gadis tak punya hati yang pernah membunuh seseorang. Aku tidak akan termakan oleh wajah lugu menjijikan ini!"
Yujin mencoba melepaskan tangan yang mencengkram pipinya semakin kuat, namun sia-sia.
"Dan ingat, kau harus membayar hutang padaku," ucap Jimin tegas.
"Hutang??"
"Kau berhutang tujuh tahun sisa masa tahananmu di penjara." Dia melepas cengkeramannya dengan kasar.
Ucapan Jimin tersebut disusul smirk yang membuat siapa pun yakin kalau nyawa Yujin benar-benar berada di tangan Jimin.
Jimin sudah mati rasa. Tidak ada rasa iba sedikit pun.
"Harus dengan cara apa lagi supaya kau percaya padaku??" Yujin sudah hampir menangis. Ia muak karena selalu dianggap sebagai pembunuh.
"Ada satu hal yang bisa membuatku memaafkanmu."
"Apa?? Apa pun akan aku lakukan. Asal aku bisa kembali ke rumah nenek," terang Yujin memohon.
Jimin mendekatkan mulutnya ke telinga kiri Yujin, "Hidupkan kembali calon istriku yang sudah kau bunuh." Kemudian dia tersenyum datar, menatap Yujin yang mulai putus harapan.
"Itu tidak mungkin. Tolong jangan berkata yang tidak-tidak.. dia sudah mening-"
Plakk!!
Satu tamparan baru saja mendarat di pipi kiri Yujin. Dia sangat terkejut dengan perlakukan Jimin barusan. Matanya mulai berkaca-kaca dan pipinya terasa panas. Gadis itu menahan tangis.
"Kenapa kau menamparku..?" tanya Yujin gemetar.
"Karena kau meremehkan kematian Gaeun. Orang yang kau bunuh adalah malaikatku. Hanya dia yang kucintai! Hanya dia yang kuinginkan! Dan kau menghancurkan seluruh kebahagiaanku! Aku kehilangan semuanya karena kau!!" Emosi Jimin memuncak, air matanya juga hampir tumpah. Yujin bisa merasakan sebesar apa rasa sayang Jimin pada Gaeun, kekasihnya.