Sekitar tiga jam Jimin mengistirahatkan diri dan tenggelam dalam tidur nyenyaknya. Ketika bangun, rasa sakit di kepalanya sudah hilang. Perlahan pandangannya mulai berkeliling mencari jam dinding di sekitar ruangan tersebut. Namun tiba-tiba dia tersadar sesuatu.
'Dia masih di sini?' Begitulah pertanyaan konyol yang muncul dari otaknya.
Tampak seorang wanita yang tengah tertidur lelap di sampingnya. Jimin tahu bahwa posisi itu tidak nyaman-posisi duduk dengan kepala yang berbaring di sisi tempat tidur. Kemungkinan besar gadis itu akan sulit menggerakan lehernya saat bangun nanti.
Jimin melepas genggaman tangannya yang ternyata masih setia menahan Yujin walau dalam keadaan tertidur.
"Mian.." bisiknya seraya menyelipkan rambut di balik telinga Yujin.
Ini aneh. Jimin tak sanggup menahan senyum ketika melihat Yujin tidur dengan wajah polosnya yang menggemaskan. Pipinya yang sedikit chubby, semakin tembam karena posisi tidur yang miring. Kalau saja Jimin egois, dia sudah mencubit pipi mochi Yujin. Tapi untuk sekarang, Jimin membiarkan malaikat baik yang katanya sudah mendonorkan darah untuknya, tetap tidur sampai ia terbangun sendiri.
Jimin menoleh ke dinding kanan melihat jam yang tadi ia cari.
"Jam tujuh malam. Apa dia akan menginap di sini?" gumamnya ke arah Yujin.
Di sisi lain, ada sosok pria yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Jimin dari luar pintu-Kim Seokjin. Dia mengintip dari kaca yang ada di bagian tengah pintu. Untung saja lelaki itu masih memakai jas putih kebanggaannya, kalau tidak, mungkin ia sudah dicurigai oleh security karena mengintip kamar pasien secara diam-diam.
Seokjin mengepalkan tangan guna menyalurkan emosi yang sebenarnya akan diluapkan pada Jimin. Tapi dia ingat, Jimin adalah pasien, dan dirinya adalah dokter. Status tersebut sudah cukup menyadarkan logikanya.
Tok tok
"Selamat malam, Jimin-ssi."
"Ssshh.." Jimin menempelkan telunjuknya ke bibir.
Dia tidak ingin Yujin terbangun karena kehadiran Seokjin, tapi sepertinya gagal. Yujin mulai menggeliat ringan seperti bayi bangun tidur.
"Aa~ leherku-" desisnya kesakitan.
"Pelan-pelan.." Dengan reflek, Seokjin membantunya bangun dan bersandar di kursi.
"Jam berapa ini? Apa aku tertidur?"
"Hm, kau tidur sangat pulas," respon Jimin dengan ekspresi bahagia.
"Kau tidak pulang?" tanya Seokjin mengalihkan. "Ini sudah jam tujuh malam. Mau aku antar sekalian?"
"Kau sudah selesai bekerja?" tanya Yujin sambil mengucek mata.
"Sudah."
"Tunggu!-" pekik Jimin mengejutkan dua orang di depannya. "Kalau kalian pulang, aku di sini sendiri?? Begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret [Ongoing]
FanficPada awalnya, Bae Yujin mengira kalau Jimin benar-benar akan membebaskannya dan membiarkan dia hidup tenang bersama sang nenek. Tapi ternyata, itu hanya sekedar khayalan belaka. Sungguh, Yujin pikir, terkurung dalam penjara terasa jauh lebih baik da...