"Pagi ini, pagi yang indah. Mentari terbit di ufuk timur~" Jey bersenandung menyanyikan sepenggal lirik dari lagu Senam Ria Indonesia Baru (SERIBU).
Tak ketinggalan, tangannya bergerak sesuai gerakan senam, sambil berjalan dengan santai.
"Kajey!!"
"Eh, eh, kampret nabrak, anjeng!" ceplos Jey latah karena kaget, dia pun hampir menabrak papan pengumuman karena refleks mengerem langkahnya.
Yara mendekat lalu berdiri di depan Jey. Gadis itu terbahak tanpa ragu dan tanpa segan. Yara sampai menunjuk wajah Jey masih sambil tertawa.
"Heh!" sentak Jey, menepuk kedua telapak tangan di depan wajah Yara.
Dengan susah payah akhirnya Yara bisa menghentikan tawanya.
Setelah itu Jey berkata dengan kesal, "Mentang-mentang temenan sama Asa, ya, lu jadi usil begini ke gue! Kalo gitu mah mending temenan sama gue deh, dijamin aman damai."
Raut wajah Yara sontak berubah datar dan sinis.
"Dih, kenapa muka lo begitu?" kata Jey ngegas.
"Kenapa? Nggak suka, ha?" ucap Yara balas ngegas.
Jey mengibaskan tangan lalu melengos kecil. "Biasa aja," ucapnya sok cool.
"Cih, cakep-cakep latahan," cibir Yara dengan raut menyebalkan.
Jelas Jey terpancing. Kedua tangannya sudah ada di depan wajah Yara, namun kemudian Jey meremas kedua tangannya sendiri lalu menurunkannya. "Pengin gue remes muka cantik lo, tapi nanti Asa yang bales ke gue. Takut ginjal gue yang diremes," kata Jey berusaha menahan emosi.
"Nggak biasa loh gue begini ke cewek cantik. Lo doang cewek cantik yang bisa bikin gue emosi, lo doang! Spesial banget emang, ya, lo Ayakan tepung," ujar Jey masih dengan nada menahan kesal.
"Ayyara! Enak aja lo ganti nama gue jadi Ayakan. Muka lo tuh kayak ayakan!" balas Yara menggebu.
Jey membuang napas keras. "Sabar, Jey, jangan dimusuhin. Cewek cantik kayak Yara pantesnya disayang." Masih sempatnya menggombal.
"Gue ayak juga nih muka lu!" cetus Yara, melengos malas.
Tampaknya emosi Jey sudah mereda, ia tersenyum sabar menanggapi ucapan Yara. Lalu tatapannya turun pada tote bag yang ditenteng Yara.
"Wih, apa tuh? Jajan buat gue, ya?" kata Jey asal celetuk. Bahkan tangannya sudah maju hendak menyentuh tote bag tersebut.
Namun Yara buru-buru menepuk telapak tangan Jey kemudian menyembunyikan tote bag tadi di belakang tubuhnya.
"Bekel. Sarapan dari Tante Runi buat Asa. Tadi katanya, Asa buru-buru berangkatnya, jadi nggak sempet sarapan. Asa sibuk banget, ya? Masa katanya lagi, jam setengah 6 Asa udah berangkat ke sekolah. Dia jaga gerbang apa gimana?" cerocos Yara.
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Ficção AdolescenteAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...