Sepulangnya dari pos ronda, Yara melihat orang tuanya yang duduk berdua di depan televisi.Niatnya ingin mengendap-endap dan masuk kamar tanpa diketahui. Tidak ada maksud apa-apa, Yara hanya sedang malas ditanya-tanya.
"Ayyara!"
Ah, gagal rencana Yara.
Gadis itu berhenti, kemudian berbalik untuk menghadap sang papa yang tengah menatapnya.
"Dari mana?" tanya papa Yara dengan nada lembut.
Yara berjalan mendekat, tanpa permisi ia menyelip duduk di antara papa dan mamanya yang tadinya duduk merapat.
"Anak ini," gerutu Mita, meski kemudian merangkul Yara dengan sayang.
"Dari pos ronda, Pa," ucap Yara yang tengah dielus kepalanya oleh sang papa.
"Ngapain??" tanya papanya, "belum jamnya kok udah ronda?"
"Palingan juga lagi galau," celetuk Mita sudah pasti benar. Ia ingat kebiasaan anak gadisnya yang suka keluar mencari tempat sepi ketika tengah banyak pikiran. Yang kadang membuat Mita khawatir, takut Yara kesambet setan lalu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
"Galau terus, nggak bosen apa?" celetuk papanya.
Yara menjawab, "Nggak, Pa. Soalnya sekarang lagi trend galau."
Papa Yara hanya geleng-geleng sambil membatin, 'Ada-ada aja trend jaman now.'
"Ra, kamu pacaran sama Angkasa kok nggak kasih tau Papa? Nggak mau berbagi kabar baik. Kalo sama Angkasa mah Papa seneng-seneng aja. Papa yakin Angkasa cowok bener," kata papanya yakin.
Yara kaget. "Hah? Siapa yang pacaran? Papa jangan ngadi-ngadi deh. Aku nggak pacaran sama Asa," ucapnya membantah.
"Loh, nggak pacaran? Katanya...." Papa Yara melirik sang istri, membuat Yara juga ikut menatap Mita.
"Apa? Kenapa pada liatin Mama? Mama nggak pernah bilang, ya, Pa, kalo Yara sama Angkasa pacaran. Cuma, emang deket. Kayaknya sih Angkasa suka sama anak kita ini." Begitu pembelaan yang dilakukan Mita.
Yara jadi salah tingkah. Ia berdeham.
"Oalahhh," ucap Papa Yara. "Ya, udah, Papa bolehin kamu pacaran sama Angkasa."
'Lah?? Gue nggak ada minta izin, njir.' Yara diam-diam mengernyit.
"Dah sana kalo mau masuk kamar. Papa tunggu kabar jadiannya," kata si papa sambil menepuk kepala Yara.
"Papaaa, apaan sih," gerutu Yara pelan.
Mita tertawa melihat itu. Kemudian Yara menghela napas, sudah biasa dengan kelakuan orang tuanya.
Dia berdiri, lalu membungkuk memberi salam. "Selamat malam, Bapak Arkan dan Ibu Mita. Saya pamit undur diri."
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Roman pour AdolescentsAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...