"Yara! Dek, kamu di dalem nggak??"
Panggilan dari sang mama menyadarkan Yara dari lamunan. Yara yang tadi tengah melamunkan Asa walau ia tak tahu mengapa itu bisa terjadi, turun dari tempat tidur lalu beranjak untuk membukakan pintu kamar yang sebelumnya ia kunci.
"Iya, Ma. Kenapa?" tanya Yara kalem.
"Udah mandi?" Mita—mama Yara, masuk kamar anak gadisnya sambil bertanya. Yara hanya membalas dengan gumaman.
Mita berbalik menatap Yara. "Ikut Mama, yuk!" ajaknya semangat.
"Ke mana? Ke rumah sahabat-sahabat Mama? Nggak dulu, ah, cape. Sahabat Mama banyak bangat, cape aku keliling. Udah kayak keliling silaturahmi halal bihalal Idul Fitri," kata Yara mengutarakan unek-uneknya.
"Nggak," jawab Mita, mengibas-ngibaskan tangan, "Mama juga bosen kali kalau ketemu mereka terus."
Yara mencibir tak percaya. Mamanya sok bilang bosen, padahal kalau sahabat-sahabat mamanya tidak absen kabar sehari saja di grup WhatsApp, mamanya akan mengeluh rindu.
Mita kembali berkata, "Eh, tapi boleh deh hari Minggu nanti kamu temenin Mama ke rumah Tante Res—"
"Iya, iya! Udah, sekarang Mama mau ngajak aku ke mana??" potong Yara tak sabar.
"Kamu nih, Mamanya lagi ngomong juga, main nyamber aja," gerutu Mita, mengacak rambut Yara. "Tuh, rumah sebelah udah ada penghuni barunya. Kamu ikut Mama ke sana, kenalan sekalian bantuin beres-beres. Di rumah juga kamu ngapain, paling gelut sama abangmu," lanjutnya.
Tapi Yara menggeleng. "Mager, ah. Di rumah aja. Kenalan nanti juga bisa. Abang belum pulang, aku nggak akan gelut sama Abang. Mama sendiri aja, mandiri," ceplos Yara begitu saja.
Mendengar itu, Mita jadi geregetan. "Jadi mau ikut nggak nih? Kalau nggak, Mama pergi sendiri, biar mandiri," kata Mita mengikuti ucapan Yara.
Yara mengerjap takut-takut, Mita tuh kadang galak juga. "Hehe...." Gadis itu menyengir. "Nggak ikut. Mama aja, yaa."
Mita memandangi Yara tanpa membalas ucapan anaknya tersebut. Lagi-lagi Mita menghela napas, agak ngeselin begitu pun Yara anaknya.
"Katanya, anaknya cantik lho, Dek," kata Mita masih berusaha.
"Ya terus kenapa kalau cantik, Ma?" sahut Yara, "nggak mungkin aku pacarin kan?"
Sontak Mita mengacak rambut Yara lagi. "Ya nggak gitu juga dong, hih! Kenapa mikirnya begitu?" ujar Mita.
"Lagian Mama ada-ada aja—"
"Ya, yaa...." Ganti Mita yang memotong ucapan Yara. "Oke, Mama mau cabut. Kamu cuci tuh pakaian kotor abangmu, numpuk doang nggak diperhatiin," lanjutnya santai lalu keluar dari kamar Yara.
"Loh? Kok aku yang disuruh nyuci?? Abang lah, biar nyuci sendiri," protes Yara.
Mita berhenti, lalu menoleh pada Yara. "Kamu adiknya bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Fiksi RemajaAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...