"Kalo kata gue sih mending lo buruan resmiin hubungan lo sama Angkasa, Ra. Gini, ya, Angkasa tuh yang ngincer banyak banget. Dan nggak semua yang ngincer Angkasa itu cewek baik-baik. Bisa aja sebagian dari mereka selalu punya pikiran buruk untuk nyingkirin lo. Ya, walau pun gue yakin Angkasa bukan cowok yang gampang kegoda sama cewek gampangan, tapi lo tetep harus waspada. Jadi, lo nggak boleh lengah. Lagian emang kenapa sih lo masih di situ-situ aja sama Angkasa? Lo belum siap pacaran, ya?"
Sembari berjalan, Yara mendengarkan celotehan Melita. Sejak dari kelas hingga kini mereka sudah sampai di lapangan depan pun Melita masih saja membahas hubungan Yara dengan Asa.
Melita juga bukan bermaksud ingin terlalu ikut campur, ia hanya kelewat gereget.
Dan akhirnya Yara bersuara, "Gini, ya, Mel. Kayaknya orang-orang jadi ngeliat gue seolah gue gantungin perasaan Asa, ya. Padahal Asa emang belum bilang apa-apa ke gue selain soal perasaannya. Maksudnya, Asa emang belum ada nembak gue, anjir." Lama-lama kesal juga Yara.
"What?" kata Melita kaget, "serius???""
Yara mengangguk malas.
"Lah, gue kira karena lo yang belum kasih jawaban," ucap Melita namun pelan dan hampir bergumam.
"Tuh, kan!" Hingga membuat Yara menyahut. "Lo juga ngira gue gantungin perasaan Asa kan?"
Melita geleng-geleng cepat. "Eh, nggak gitu," katanya. "Tapi, ya, emang gitu sih," lanjut Melita sangat pelan.
Sembari masih terus berjalan, Yara hanya melirik Melita sebentar.
"Gue tuh kelewat seneng aja sih, Ra. Ngeliat lo dapet yang jauh lebih baik. Dapet seseorang yang bisa banget ngebahagiain lo, nggak cuma kasih harapan-harapan kosong tanpa bukti dan malah cuma buat lo sengsara. Lo beruntung dicintai Angkasa. Begitu pun Angkasa, dia juga beruntung bisa jadi salah satu orang spesial di hidup lo. Sama-sama beruntung lah, ya. Makanya gue pengen banget liat lo sama Angkasa bareng-bareng terus," kata Melita mencurahkan perasaannya.
Senyum Yara terbit, senang mendengarnya. "Makasih, ya, Mel," ucapnya tulus.
Melita tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Eh, tapi. Berarti kalo Angkasa nembak lo, udah pasti diterima nih, ya?" tanya Melita menggoda.
Memunculkan senyum tipis dari Yara, tanpa kata untuk menjawabnya.
Selanjutnya, tiba-tiba Yara dan Melita berhenti saat tak sengaja melihat dua orang di depan kelas 10 AP (Administrasi Perkantoran).
Melita diam, meski melihatnya, Melita tak ingin memanas-manasi. Walau begitu, dia yakin Yara juga melihat dengan jelas.
Di sana, ada Asa dan Elsa, si siswi baru.
"Lo pulang bareng Angkasa kan, Ra?" tanya Melita, hati-hati melihat raut Yara.
Yara mengangguk, namun tak lama kemudian dia menggeleng pelan, dengan pandangan masih lurus pada Asa dan Elsa.
Tampak tangan Elsa menyentuh lengan Asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Fiksi RemajaAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...