"Tapi jujur deh sama gue, lo nggak baper sama sekali ke Angkasa?"
Yara tak langsung menjawab pertanyaan dari Iza melalui sambungan telepon itu. Sambil melamun, Yara mencoret-coret buku tanpa maksud pasti.
"Ayya...."
Yara kembali tersadar, "Eh, ya, Za? Sorry."
"Ayya mau jawab atau nggak?" tanya Iza dengan nada halus tanpa penuntutan.
Sebelum menjawab, Yara menghela napas lalu berdeham pelan. "Nggak mungkin lah gue nggak baper, Za. Pernah, dan nggak cuma sekali dua kali kejadian. Dia baik banget, soft, ngerti cara nge-treat cewek dengan baik. Sekuat apapun benteng gue, ya, pasti baper lah. Tapi gue masih belum bisa sepenuhnya percaya gitu lho, Za."
"Ya, gue tau. Gue paham. Tapi tadi pas dia ngaku suka, lo kaget nggak sih? Sebelumnya lo nyangka nggak kalo dia ternyata punya perasaan lebih ke lo?"
"Kaget dong! Ya kali nggak," kata Yara agak sewot.
"Kalo lo kaget, berarti sebelumnya lo nggak pernah ngira kalau dia suka sama lo?" tanya Iza.
"Nggak." Begitu jawab Yara dengan enteng. Namun selanjutnya ia mengeryit, ada yang aneh nggak sih dengan dirinya?
"Nggak? Lo aja yang nggak mau sadar kali!" ucap Iza ikut sewot.
Yara tak mau kalah, "Apa sih, Za? Kok lo sewot? Lah emang gue nggak ngerasa."
"Ya Allah, untung Angkasa orangnya sabar, ya. Kalo gue jadi lo, gue udah sadar dari lama kali, Ay. Dari sikap dia, tatapan dia, udah keliatan banget kalau dia suka, anjir!" ujar Iza mengomel.
"Bentar deh, Za. Kok lo kayaknya kenal banget sama Asa?" celetuk Yara bingung.
"Lupain. Jadi gimana? Lo bakal balas perasaan Angkasa atau tetap mau anggap dia sebagai teman?" ucap Iza mengalihkan pembicaraan.
Meski sebenarnya penasaran mengapa Iza seolah kenal Asa, namun Yara mengikuti arah pembicaraan Iza dan tak mau bertanya lebih jauh. Yara hendak menjawab, tetapi Iza sudah buru-buru bicara lagi.
"Tapi kalo mau jadi temen lagi juga kayaknya susah deh, Ay," kata Iza membuat Yara mengerutkan kening.
"Kenapa susah?" Yara bertanya.
"Dengan Angkasa confess, itu artinya cerita baru dimulai. Setelah ini sikap Angkasa ke lo pasti jadi lebih manis. Karena menurut dia, lo udah bukan lagi sekedar temennya, lo lebih dari itu. Jadi kalo lo masih anggap dia temen, bakalan susah. Lo sendiri, ya, tadi yang bilang kalau Angkasa tuh baik, soft. Nah, gue nggak yakin lo bisa nahan baper. Lama kelamaan pun lo yang bakal kebawa arus perasaan Angkasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Novela JuvenilAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...