"DOR!!"
"Masyaallah, Allahuakbar! Bangsat!" sebut Yara saking kagetnya, dia refleks.
Jey yang tadi tiba-tiba muncul dari belokan dan mengagetkan Yara seketika terbahak sembari memegangi perut.
"Gue malah kagetnya sama mulut lo, Ra. Abis nyebut yang baik malah sesat," kata Romeo, muncul dari belakang Jey.
Cepat-cepat Yara menepuk mulut. Ia akui mulutnya memang kurang akhlak. "Astaghfirullah. Maaf, ya, Allah," ujarnya menyesal.
Sedangkan Jey belum berhenti tertawa, hingga ketika Romeo menepuk pundak Jey dengan keras yang jatuhnya malah seperti menggebuk, Jey sontak berdiri tegak, tawa Jey sirna, lalu menatap kesal Romeo. Romeo mengganggu kesenangan Jey saja.
"Apa sih, anjing! Ganggu aja lo," kata Jey misuh-misuh, "orang masih pengen ketawa!"
Setelah itu, anehnya Jey kembali tertawa, melanjutkan sesi yang tadi.
Yara dan Romeo berpandangan, seakan punya satu pikiran. Jey agak-agak. Yara serta Romeo pun melengos malas.
"Heh, diem, ege! Lo nggak mau minta maaf ke gue, ha?" sembur Yara, menjewer telinga Jey.
"Duh, aduh, jangan dipelintir, anying! Iya, iya, sorry, Yaraaaaaa! Gue iseng doang tadi ngagetin lo. Nggak expect you bakal kaget banget. Eh, ternyata malah kaget, jadinya gue seneng, Ra. Sorry, ya, Ra. Jangan lap—OR ASA, ANJEEENGGG!!"
Tanpa ampun, Yara malah memelintir telinga Jey semakin kuat.
Tak lama. Setelahnya ia lepaskan. Dan tanpa iba pun Yara berkata, "Kalo tadi gue jantungan, gimana? Kalo gue kepeleset terus jatuh, gimana? Kalo gue kesandung terus jidat gue nabrak pintu, gimana? Ha!? Thinking dong pake your brain!"
"Ya syukurin. Drama banget, dasar cewek," sahut Jey sambil mengusap-usap telinganya yang memerah.
"Si anjir, malah disahutin. Bego!" gumam Romeo, menggaruk kepala, lelah sendiri.
Tampak Yara sudah siap tempur, dia maju ingin menjenggut rambut Jey. Buru-buru Romeo menghalangi, dia berdiri menghadap Yara dengan kedua tangan direntangkan. Sementara Jey segera beringsut ke belakang tubuh Romeo.
"Jangan ngumpet, anjir! Lo pikir gue takut sama cowok kayak lo! Sini nggak!? Cemen banget ngumpet-ngumpet!" Tangan Yara berusaha maju untuk meraih tubuh Jey. Namun Jey terus menghindar dengan menarik tubuh Romeo ke sana kemari.
"Nggak, Ra, ampun! Iya, gue nggak gitu lagi. Tolong ampuni saya, Nona," cerocos Jey takut beneran.
"Cantik banget sih lo, Ra. Ya Tuhan, cantiknya nggak ketulungan. Beruntung banget Bu Mita dan Pak Azam punya anak kayak lo." Jey merayu agar diberi kebebasan.
"Pak Azam siapa?!? Bapak gue namanya Arkan! Arkana Bae Haqi, kalo lo belum tau. Belum pernah ngerasain jenggutan bapak gue, ya, lo!" sembur Yara berapi-api.
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Teen FictionAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...