Cuaca malam itu semakin tambah dingin. Diperjalanan, akhirnya Yuki mendapatkan sebuah pencerahan untuk menghadapi situasi itu.
"Hiiro, mungkin sebaiknya kita kembali ke apartemen saja."
"Huh, bukannya kita sudah pergi dari sana, kenapa harus kembali lagi?"
"Ya... Melihat cuacanya yang semakin dingin dan juga kita butuh tempat untuk istirahat. Kembali kesana adalah opsi terbaik."
"Seharusnya Yuki-san itu tidak hanya langsung pergi saja dari sana."
"Ah, Tidak, Tapikan.... Ya, benar juga sih."
Yuki pun sadar dengan tindakan cerobohnya yang langsung meninggalkan kawasan apartemen tanpa mengecek dulu dengan jelas, apa yang sebenarnya terjadi disana.
"Tapi, Yuki-san. Mungkin kembali ke sana adalah sebuah keputusan terbaik saat ini."
Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartemen.
"Tapi, diingat Hiiro, kita kembali kesana hanya untuk sekedar istirahat semalam, mengambil perlengkapan, dan kemudian pergi lagi."
"Ah, Baiklah." Jawab Hiiro sambil memeluk erat bonekanya.
Pandangan Yuki seketika langsung teralihkan ke boneka yang selalu dipegang Hiiro.
"Oh, Hiiro. Kulihat kau selalu membawa boneka beruang itu kemana – mana, kau kan sudah bukan anak kecil lagi?"
"Huh, Tidak. Menurut aneh jika gadis seusiaku masih membawa sebuah boneka kemana – mana?" Hiiro malah melemparkan kembali pertanyaan karena merasa tersinggung dengan ucapannya Yuki.
"Tidak, hanya saja kan....." Lagi – Lagi Yuki mempertanyaankan hal bodoh, bisa saja jika boneka beruang itu punya kenangan berharga bagi dirinya.
Hiiro pun memberitahukan jika boneka beruangnya ini merupakan sebuah pemberian dari ibunnya sewaktu ia masih berusia sepuluh tahun.
Baginya boneka ini sangat berharga, dikarenakan boneka ini akan selalu mengingatkan dirinya kepada Ibunya yang memberikan boneka itu pada hari ulang tahunnya.
Yuki pun merasa bersalah karena menyinggung soal bonekanya Hiiro.
Ia tidak jika boneka itu adalah pemberiannya ibunya, dan dia selalu membawa boneka itu agar selalu mengingat ibunya.
Yuki sendiri merasa kasihan kepada Hiiro, karena disaat ada momen ia bisa bertemu lagi dengan ibunya, ia harus melihat ibunya yang malah bertengkar hebat dengan ayahnya.
"Aku turut prihatin kepadamu, Hiiro." Sambil mengelus pundaknya Hiiro.
"Untuk apa?" Hiiro jelas heran dengan sikapnya Yuki.
"Tidak apa, aku hanya berusaha menghiburmu saja."
Hiiro benar – benar tidak mengerti dengan pola pikirnya Yuki sekarang. Apakah dia mengira jika ibunya Hiiro ini sudah meninggal sampai – sampai ia harus mengucapkan kata itu.
"Yuki-san, apakah kau sendiri juga mempunyai sebuah boneka?"
"Boneka ya...." Yuki kelihatan agak malas menjawab pertanyaan itu.
"Kau kan juga seorang perempuan, pastinya di masa kecil kau pasti memiliki sebuah boneka."
"Seingatku, aku punya sebuah boneka kelinci putih dirumah."
"Boneka kelinci putih? Imut kah bonekanya?"
Mata Hiiro kelihatan berbinar – binar saat Yuki menyebutkan satu jenis boneka yang ia miliki.
"Imut nggak ya...."
Yuki pun membayangkan wujud boneka miliknya.
Dan ia pun teringat jika boneka kelinci putih miliknya itu ia dandani layaknya seorang prajuit militer yang siap bertempur di medan perang.
Mengingat hal itu pun membuat Yuki malah tertawa sendiri.
"Hei, Yuki-san, kau malah tertawa, imut tidak?"
"Ya, bagaimana ya aku menyebutnya...." Sambil menahan tawanya, sepertinya Yuki tidak dapat mendeskripsikan bonekanya itu imut atau tidak. Maklum karena di masa kecil ia sudah bertingkah layaknya seorang anak laki – laki.
Akhirnya mereka pun sampai disebuah kawasan yang tidak jauh dari kawasan apartemen mereka berada.
Yuki pun melihat sekitaran, ia takut ada sesuatu yang mendadak muncul didekat mereka.
Dan ternyata, Yuki pun melihat sekelompok pasukan militer lagi berada disana.
Mereka pun jelas langsung pergi bersembunyi ke sebuah lorong gedung yang berada dikawasan itu.
Yuki pun melihat kearah kelompok itu, dan ia sadar jika seragam yang mereka pakai sama dengan yang ia lihat sewaktu di kuil.
Jelas, jika ia tidak ingin mencari masalah, dan akhirnya memutuskan untuk tetap bersembunyi.
Disaat sedang bersembunyi, Yuki pun melihat sesosok penampakan jauh di lorong gedung.
Ia melihat ada seorang gadis bergaun putih dan berambut biru menatap kearahnya.
Karena ia penasaran, siapa gadis yang menatapnya itu, Yuki pun kemudian menghampirinya.
Namun, tiba - tiba, Yuki merasakan kembali rasa sakit kepala yang ia derita sebelumnya. Rasa sakit yang ia alami luar biasa, sampai – sampai mengaburkan pandangannya.
Secara selintas, Yuki melihat dunia yang ia lihat hanyalah sebuah kegelapan.
Namun, perlahan pandangannya yang gelap itu kemudian kembali normal, dan kemudian rasa sakit dikepalanya pun hilang.
"Sekali lagi, aku mengalami sakit kepala ini."
Yuki yang sudah kembali membaik, kemudian heran karena gadis yang menatapnya barusan tiba – tiba hilang begitu saja dihadapannya. Ia merasa penasaran dengan gadis itu.
Seketika Yuki sadar jika ia mengacuhkan Hiiro karena teralihkan oleh penampakan gadis itu.
Lalu, disaat Yuki melihat kearah belakangnya. Ia melihat Hiiro sudah tergeletak di trotoar jalanan dan salah satu pasukan militer menodongkan senjata kearahnya.
Hiiro terlihat ketakutan dan memeluk erat bonekanya.
Yuki pun sontak mengejar dan berteriak.
"Hentikan!!!"
Tiba – tiba muncul sebuah tembakan yang entah dari mana menewaskan orang yang menodongkan senjatanya ke Hiiro.
Orang itu kemudian seketika jatuh dan terkapar disamping Hiiro.
Hiiro pun berteriak histeris karena melihat bekas tembakan itu tepat berada di kepalanya orang itu.
Ia pun lantas berlari kearahnya Yuki dan kemudian memeluknya erat.
"Siapa yang melepaskan tembakan barusan." Yuki pun berusaha melihat ke sekeliling mencari tahu siapa yang melepaskan tembakan itu.
Dari sini, Yuki sadar jika tembakan itu bukanlah sebuah kebetulan, melainkan ada seseorang yang memang mengawasi mereka selama ini.
Yuki pun kemudian memeriksa mayat orang militer itu, dan kemudian mengambil sebuah pistol dan beberapa amunisinya.
Dan setelah itu, mereka pun pergi meninggalkan sekitaran kawasan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Nightmares
Mystery / ThrillerSeorang gadis terbangun dari situasi yang tidak diinginkannya, melihat tempat tinggalnya saat ini terlihat bagaikan mimpi buruk abadi dimatanya. Dia pun kemudian mulai mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi terhadap kota tempat ia tinggal sekar...