Mereka pun kemudian berjalan menelusuri setiap jalan. Sesekali Arumi terlihat menendang kaleng minuman yang terlihat di depan matanya.
"Arumi, sebenarnya kita ini mau kemana sih?"
"Lah, memangnya aku belum memberitahumu ya." Kata Arumi seakan ia sudah memberitahukan tujuannya kemana sekarang.
Yuki kesal mendengar itu, bahkan ia pun juga kesal karena harus berjalan kaki tanpa jelas arah tujuannya kemana.
"Yang jelas, pertama kita harus cari kendaraan dulu."
"Tidak mungkin kita pergi ke Edogawa hanya dengan berjalan kaki."
"Edogawa katamu." Seketika Yuki dibuat terkejut dengan perkataannya.
Yuki pun akhirnya meminta Arumi dengan jelas mengatakan apa tujuan sebenarnya mereka pergi ke Edogawa dan juga dengan siapa mereka akan bertemu, karena dari awal Yuki menduga jika Arumi tidak mungkin bekerja sendiri dalam mengungkapkan sandiwara pemerintah saat ini.
Arumi pun menjelaskan jika mereka akan pergi ke Edogawa untuk menemui seorang kenalannya yang akan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini.
"Lah, bukannya kau itu orangnya sulit untuk bekerja sama, bagaimana ceritanya kau bisa kenal dengan orang itu?" Tanya Yuki.
"Panjang ceritanya, yang jelas aku hanya terpaksa harus memaksanya bekerja sama."
"Walau seperti itu, aku tetap memilih untuk bertindak sendirian sekarang."
Yuki tak mengerti ada apa dengan Arumi, bagaimana ceritanya ia bisa memaksa orang lain untuk bekerja sama, padahal dirinya sendiri pun juga terpaksa melakukan itu.
Apakah sebegitu sulitnya ia bisa bekerja sama dengan orang lain. Bukankah profesinya sebagai militer, yang menuntut banyak bekerja sama. Begitulah yang dipikirannya Yuki.
Terus, Arumi pun memberitahu jika kenalannya itu merupakan seorang mantan ilmuwan dari perusahaan Shirogane Executive.
"Shirogane Executive? Perusahaan apa itu?" Tanya Yuki karena merasa asing dengan nama perusahaannya.
"Sebuah perusahaan farmasi ternama di Jepang."
Yuki sendiri tak begitu tahu jika ada sebuah nama perusahaan seperti itu di Jepang.
"Wajar jika kau tidak mengetahuinya, soalnya sebutan perusahaan farmasi itu hanyalah kedok."
"Pada dasarnya, mereka lebih dikenal sebagai perusahaan yang aktif dalam eksperimen biologis."
"Senjata biologis yang dapat menciptakan mayat hidup dalam khayalanmu itu, mungkin saja mereka bisa menciptakannya."
Yuki tak mengira jika akan ada sebuah perusahaan seperti itu di dunia nyata.
Dan Arumi sendiri pun tidak menyalahkan khayalannya Yuki, karena pada dasarnya pun apa yang dilihatnya selama ini pun sudah tidak normal baginya.
"Pemerintah saat ini bekerja sama dengan perusahaan itu, maka dari itu mereka bisa menciptakan sebuah serum yang dapat membuat kacau masyarakat saat ini."
"Aku sempat berpikir jika kehadiran Risa barusan atas perintah mereka."
"Kenapa kau menduganya seperti itu?" Tanya Yuki.
"Karena yang menciptakan manusia super seperti Risa adalah perusahaan itu."
Sekali lagi, Yuki dibuat terkejut oleh kenyataan yang disampaikan oleh Arumi. Siapa yang menduga jika akan ada sebuah perusahaan yang dapat menciptakan manusia super seperti itu.
"Maka dari itu, aku sudah tidak akan heran jika kedepannya aku akan menjumpai hal yang tidak normal lagi."
Sepertinya Yuki bisa mengerti dengan hal itu.
Lalu, kemudian Yuki menanyakan bagaimana dengan masyarakat yang saat ini berada di Tokyo, tidak mungkin dari mereka semua yang ada bisa hidup tenang dalam situasi sekarang.
Itsuki yang mengatakan jika banyak dari masyarakat yang dievakuasi masih berada di Tokyo saat ini membuat Yuki cemas, ia penasaran bagaimana pemerintah menangani mereka.
Arumi pun menduga jika masyarakat yang ikut kedalam sandiwaranya pemerintah saat ini berada dalam wilayah yang terisolasi, ia juga menduga jika masyarakat itu tidak akan diijinkan untuk kontak dengan siapapun di luar Tokyo.
Apalagi ditambah dengan keadaan jalur komunikasi yang dijaga setiap saat oleh pemerintah, membuat siapapun yang mencoba berkomunikasi dari dalam maupun luar Tokyo akan terlacak.
Seketika mendengar penjelasan Arumi, Yuki teringat dengan satu hal yang membuatnya mungkin akan dimarahi.
"Aku teringat jika sempat menggunakan telepon umum untuk menghubungi keluargaku di Kanagawa."
"Huh, serius kau?" Arumi pun tak menduga jika hal seperti itu pernah terjadi.
Selama ini Arumi yang merasa salah karena terpaksa menggunakan telepon di kantor polisi untuk menghubunginya.
"Aku yakin ketika kau menggunakan telepon umum itu, dari situ mereka sudah mulai curiga.
"Kau benar - benar ceroboh!"
"Maaf" Yuki sendiri sudah merasa yakin akan dimarahi oleh Arumi karena sudah bertindak ceroboh.
Tapi disatu sisi, Arumi tidak bisa menyalahkan Yuki sepenuhnya, pastinya pemerintah baru mulai menyadari identitas Yuki ketika ia menerima panggilan darinya saat di Shinjuku, begitulah dugaan Arumi.
"Yuki, apakah kau memberitahukan mengenai keadaan Tokyo saat ini kepada keluargamu?" Tanya Arumi untuk sekedar memastikan sesuatu.
"Tidak, aku tidak memberitahu mereka."
Arumi bersyukur karena Yuki tidak sampai sebodoh itu memberitahukan mengenai situasi Tokyo sekarang kepada keluarganya.
Walau disatu sisi, Yuki mulai terlihat kesal karena selalu diledek bodoh oleh Arumi.
Disaat mereka sedang asyik berbicara, Arumi pun sadar jika didepannya ada sebuah mobil berwarna merah yang dapat digunakan.
Mereka kemudian menghampiri mobil itu dan Arumi pun terlihat ingin melakukan sesuatu hal yang membuat Yuki agak merasa bersalah melihatnya.
"Jika seandainya ada polisi disini, mungkin kita berdua akan ditangkap."
"Bodo amat, kondisinya mendesak."
"Lagipula aku cuma mau meminjamnya sebentar." Gurau Arumi.
"Meminjam katamu..." Yuki tertawa mendengar gurauannya Arumi.
Akhirnya mereka berdua pun mendapatkan sebuah mobil dan kemudian mereka langsung pergi meninggalkan Shinjuku malam itu juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Nightmares
Mystery / ThrillerSeorang gadis terbangun dari situasi yang tidak diinginkannya, melihat tempat tinggalnya saat ini terlihat bagaikan mimpi buruk abadi dimatanya. Dia pun kemudian mulai mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi terhadap kota tempat ia tinggal sekar...