Chapter 2

5 0 0
                                    

Yuki dan Hiiro berjalan melewati setiap tempat, sesekali Yuki memperhatikan keadaan sekitar kota yang tampak sangat sepi dan sunyi.

"Di Shibuya, jam segini biasanya takkan sepi seperti ini, apa yang terjadi sebenarnya di kota ini?"

Hiiro tiba – tiba berhenti sejenak, ia seketika memegang perutnya.

"Kau kenapa?"

"Aku lapar."

Yuki sadar jika ia sendiri juga belum makan apapun dari sampai malam ini."

"Aku melihat ada mesin otomatis disana."

Yuki pun memeriksa dompetnya, dan sadar ternyata ia tidak membawa uang yang cukup untuk sekedar membeli minuman yang dapat mengenyangkan.

"Hiiro, kau maunya apa?"

"Sup jagung manis."

Harga minuman yang disebutkan Hiiro benar – benar membuat dompetnya menjerit. Ia pun tak punya pilihan, selain membelikan minuman itu.

"Yuki-san, kau hanya minum kopi hitam saja?" Tanya Hiiro.

"Ya, lagipula aku masih kenyang." Yuki pun harus berbohong untuk menutupi ketidakmampuannya untuk membeli minuman yang lain untuk dirinya sendiri.

"Hiiro, apa yang sebenarnya terjadi denganmu disana, kenapa kau sampai bersembunyi dibawah tangga seperti itu?"

"Apakah karena ayahmu itu?"

Hiiro yang sedang meminum sup jagung miliknya seketika terdiam mendengar pertanyaannya Yuki.

"Maaf, jika aku menyinggung perasaanmu barusan."

Hiiro menjelaskan bagaimana keadaannya waktu di apartemen itu.

Ia menjelaskan jika ia dan ayahnya pada saat itu sedang persiapan untuk pergi. Tapi, seketika, ibunya datang. Dan kemudian terjadilah pertengkaran hebat antara mereka berdua.

Hiiro yang tak tahan melihat pertengkaran itu pun kemudian memutuskan meninggalkan mereka berdua. Namun, karena tak tahu harus pergi kemana, ia pun akhirnya memutuskan untuk bersembunyi dibawah tangga. Dengan alasannya, untuk sekedar menenangkan diri.

"Jadi kau berada dibawah tangga bersembunyi seperti itu karena kedua orang tuamu."

"Begitulah." Tegas Hiiro.

Cuma dari penjelasan yang disampaikan Hiiro, tidak dapat menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi disana dan mengapa ayahnya bisa menjadi terlihat seperti mayat hidup.

Yuki pun sampai berasumsi liar tentang ibunya Hiiro dikepalanya. Dia merasa jika mungkin saja ibunya Hiiro lah yang membuat ayahnya Hiiro dan orang – orang yang ada di apartemen itu menjadi mayat hidup.

Hanya saja, asumsinya tidak punya bukti kuat apapun, lagipula Yuki pun tidak tahu siapa sebenarnya ibunya Hiiro dan juga ayahnya Hiiro. Bisa dibilang dia pun masih belum bisa mencerna apapun mengenai kejadian yang terjadi sekarang.

Yuki yang saking bingungnya dengan memikirkan itu, sampai – sampai melempar sembarangan kaleng minumannya.

Tanpa disadari, suara dari kaleng minuman itu ternyata menarik perhatian sesuatu di tempat itu.

"Suara apa itu?"

"Hiiro, apa kau mendengar sesuatu?"

"Tidak, aku tidak mendengar apapun."

Seketika Yuki pun melihat sesosok mayat hidup menghampiri ke arah tempat mereka berada. Yuki dengan sigap langsung menarik Hiiro untuk segera pergi dari tempat itu.

"Yuki-san, tunggu dulu-"

"Kita harus segera lari dari tempat ini."

Hiiro kelihatannya sangat kelelahan karena harus terus berlari. Dan sampai akhirnya, ia pun secara tak sengaja terjatuh dan akhirnya membuat lututnya tergores.

Yuki yang sadar Hiiro terjatuh dan terluka, akhirnya memutuskan untuk menggendongnya dan kemudian pergi menjauh dari tempat itu.

Yuki pun pergi mengarah ke arah jalan lorong yang gelap, agar mayat hidup itu tidak mengejar mereka lagi.

Setelah merasa aman, Yuki pun mulai melihat sekitaran apakah masih ada mayat hidup lainnya yang masih berkeliaran bebas.

Yuki yang sadar jika Hiiro sedang terluka kemudian mencoba untuk memeriksa luka yang dialaminya.

Hanya saja, Yuki dikejutkan karena luka yang seharusnya berada dilututnya, tiba – tiba hilang secara ajaib.

"Hiiro, bukannya kau tadi terluka?"

"Aku sudah tidak apa – apa, Yuki-san."

Tampaknya Yuki sudah mulai penat dengan situasi yang ia alami saat ini.

"Yuki-san, kau baik – baik saja?"

"Ya, aku baik."

Melihat saat ini keadaan mereka yang sudah mulai kelelahan, Yuki pun mulai mencari tempat dimana mereka bisa beristirahat dengan aman.

Yuki kembali melihat sekitarannya lagi. Dan ia masih tetap merasa ada yang aneh dengan kota ini.

"Jika situasi sekarang persis dengan yang ada di permainan itu, pastinya akan ada banyak dari mereka yang terlihat sekarang."

"Hanya saja, aku malah melihat keadaannya ini seperti sebuah kota yang sengaja ditinggalkan." Begitulah firasatnya Yuki.

Yuki benar – benar merasa heran dengan keadaan kota saat ini, sampai – sampai ia pun memikirkan itu terus – terusan.

Hiiro pun kemudian memberitahukan Yuki dengan menunjuk sebuah taman terbuka. Dimana Hiiro yakin mereka bisa istirahat ditempat itu.

"Kau yakin kita harus istirahat ditempat itu?" Kata Yuki sambil menunjuk kearah taman.

"Ya" Hiiro mengangguk, memastikan jika ia sangat yakin mereka harus istirahat ditempat itu.

Yuki jelas tidak mengerti dengan apa yang ada dipikirannya Hiiro.

Jelas – jelas mereka barusan lari dari sesosok mayat hidup. Tapi sekarang tapi pikir panjang, Hiiro malah mengusulkan untuk tidur disebuah taman terbuka.

Tapi melihat kondisi mereka sekarang, memang tidak ada gunanya untuk melanjutkan lagi perjalanan.

"Terserahlah, Jika aku harus mati disini, berarti sudah takdirku."

"Yuki-san?"

Yuki yang menghiraukan panggilannya Hiiro pun, kemudian duduk disebuah kursi yang ada ditaman itu, dan kemudian perlahan menutup matanya.

"Aku yang harap yang terjadi sekarang ini hanyalah mimpi." Akhirnya Yuki pun tertidur.

Pagi pun tiba, Yuki pun membuka matanya.

Sinar mentari yang menyilaukan, membuat Yuki menghalau sinar itu dengan tangannya.

Ia pun kemudian bangun dan terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang.

Shibuya yang selalu ramai di pagi hari, tetap terlihat sepi dan sunyi seperti semalam.

Yuki akhirnya sadar jika apa yang ia lalui semalam bukanlah sebuah mimpi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. 

Tokyo NightmaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang