36. Monster

2.9K 440 12
                                    

"Cantiknya..."

Wanita dengan surai hitam menoleh pada pria yang berdiri di samping ranjangnya. Ia menyunggingkan senyum manis dan kembali menatap bayi yang ada dalam gendongannya.

"Iya, dia cantik," sahutnya dengan suara lembut.

"Sepertimu."

Ia kembali menoleh. Pandangannya disambut oleh tatapan hangat sang suami.

"Maka ia akan lembut dan hangat sepertimu," sambungnya.

Suaminya, Haru, tersenyum lembut lalu mengusap surai hitam Rin.

"Aku hanya lembut padamu. Bagaimana jika nanti ia hanya lembut pada satu orang? Mungkin dia akan sepertimu yang akan lembut pada siapa saja," ucapnya setengah bercanda.

"Apapun itu, kita akan mendidiknya menjadi gadis idaman," sahut Rin.

Haru tersenyum, lalu membelai sayang surai istrinya itu.

Tok! Tok! Tok!

"Silakan masuk."

Seorang suster masuk ke dalam ruangan, membawa clipboard beserta kertas dan pulpen.

"Permisi, apa Nyonya dan Tuan ingin langsung menamai anaknya di sini?" tanyanya ramah.

Haru dan Rin saling pandang, saling berbagi pikiran, lalu kembali menatap suster yang berdiri di ujung brankar Rin.

"Tidak, Sus. Kami masih belum memikirkan namanya," jawab Rin lembut.

Setelah itu sang Suster izin keluar dengan lembut dan mereka iyakan.

Rin dan Haru menghela nafas, lalu tersenyum lagi. Keduanya membelai bayi berumur satu jam itu dengan penuh kasih sayang.

"Aku-"

"Akhirnya anak itu terlahir."

Keduanya terhenyak dan dengan cepat menoleh ke asal suara berat yang baru saja berbicara.

"KYAAAAAAA!"

Betapa kagetnya mereka ketika melihat seekor ular hitam besar dengan mata merah menyala menatap mereka dari balik kaca rumah sakit yang padahal ruangan itu ada di lantai dua. Kepala ular itu sangat besar dan ia mengeluarkan aura hitam pekat bagai kepulan asap.

"DOKTER!" teriak Haru, memberi syarat untuk Rin menekan tombol Nurse Call di samping brankar. Ia dengan erat memeluk erat istri dan anaknya, guna untuk melindungi mereka.

Rin menurut dan menekannya berkali-kali dengan panik. Tapi yang terjadi adalah semua lampu di ruangan itu padam, tak ada pencahayaan kecuali cahaya dari luar yang masuk melalui kaca besar.

"Percuma. Semua alat elektronik zaman sekarang tidak akan berguna," ucap sang ular.

Rin bergetar ketakutan, menggenggam tangan suaminya yang masih memeluknya.

"Aku tak bisa memanggil dokter keluar. Aku tak mungkin meninggalkan kalian," ucap Haru lembut.

Bayi dalam gendongan Rin menangis kencang. Mungkin karena suasana dan aura yang mencekam.

"Sayang... Anak kita kenapa...?" tanya Rin dengan suara bergetarnya.

Haru beralih menatap anaknya yang masih menangis. Dari ruangan temaram itu keduanya bisa melihat aura merah pekat yang keluar dari tubuh sang bayi.

Rin menangis melihat hal itu. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan anaknya yang baru saja lahir. Suasana ini, sungguh membingungkan dan susah dicerna olehnya. Padahal ia baru saja melahirkan, mentalnya masih lemah.

"APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN ANAKKU?!" teriak Haru marah, menoleh pada ular yang menjulurkan lidahnya.

"Tolong jangan ambil dia... Aku bisa gila jika kehilangannya..." lirih Rin diselangi isakan pilu.

𝐑𝐞𝐠𝐫𝐞𝐭 - 𝐉𝐮𝐣𝐮𝐭𝐬𝐮 𝐊𝐚𝐢𝐬𝐞𝐧 (𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang