26. Jengkel

11 14 4
                                    

Suara teriakan dan juga decitan sepatu terdengar sangat nyaring di pagi itu. Suasana SMA Gajahmada begitu ramai hanya karena kumpulan cowok famous sedang melakukan latihan basket.

Tidak pernah sekalipun suasana ketika mereka latihan dengan suasana sepi. Walaupun lokasi itu cenderung di penuhi kumpulan kaum hawa.

"Gue berasa jadi seleb!" Zarco berlari kecil di samping Haikal sambil mengelap keringatnya. Bisa di bayangkan betapa tampannya wajah mereka.

"Agil!" teriak Patrik yang melihat Agil sibuk memakan camilan di pinggir lapangan. Bukan hal baru lagi jika cowok itu memilih untuk makan dan tidak memperhatikan permainannya. Bagaimanapun juga ia tidak paham dengan permainan bola basket.

"GAK DENGER!" balasnya dengan mulut masih sibuk mengunyah.

"ANJING LO! DIPANGGIL MALAH KEK KAMBING CONGEK!"

"GUE GAK DENGER!"

"GUE POTON-"

"MAU APA?" Agil dengan perasaan dongkolnya langsung berjalan menghampiri kumpulan mereka.

"Kenapa?" tanyanya ulang dengan dongkol.

"Beliin minum!"

"Udah tu gue tarok di sana!" tunjuk Agil di tempat semula ia duduk.

Haikal menatap ada Feli yang sedang berdiri bersama dengan Gabriel tengah membawa sebuah kantung plastik. Ide jahilnya keluar. Mengingat tingkah cewek itu kemarin membuatnya ingin membalas dendam kepadanya.

Ia mengambil bola basket itu dan melemparkannya ke arah Feli.

Satu ...

Dua ...

Tiga ...

"Woy! Siapa yang lempar bola sialan ini!" pekik Feli yang masih mengelus kepalanya. Tidak terasa sakit tetapi nyeri masih sedikit ia rasakan.

Saat matanya melihat bola basket itu rasanya jantung beserta hatinya sakit seketika. Air mata yang tidak inginkan keluar kini sudah jatuh tanpa di komando. Haikal dan yang lainnya menatapnya dengan penuh tanda tanya. Kenapa bisa seperti orang ketakutan?

Tapi, bukan hanya karena bola basket itu ada sebuah botol yang pecah di sampingnya. Itu seperti membuatnya takut.

"ENGGAK!" Feli berteriak sembari menutup telinga dan juga matanya. Ia berjongkok menahan tangisnya. "JANGAN! BODOH!"

Mereka semua yang melihat itu hanya bisa diam. Haikal panik dengan kondisi cewek itu langsung ia menghampirinya. Ia memeluk tubuh cewek itu dan mengelus pundaknya. "Gue gak bermaksud ngelempar Lo!"

"Jangan pergi gue gak mau Lo tinggalin!" Feli sudah merancau dengan tidak melihat siapa yang sedang memeluknya.

Thalia geram ia mendekati mereka berdua dan menarik tubuh Feli. "Jadi cewek gak usah kegatelan sama cowok orang!"

"BODOH! GUE EMANG BODOH!" Feli semakin merancau. Thalia yang berada di dekatnya saja tidak ia anggap keberadaannya.

"Cewek gila!" umpatnya.

"Pulang aja sama gue!" Dion langsung merangkul tubuh Feli yang seperti orang kacau. Mereka menatap Dion dengan penuh tanda tanya. Cowok yang tidak pernah berbicara atau irit bicara serta jarang berinteraksi dengan cewek kenapa sekarang bisa begitu peduli?

Feli mengikuti Dion yang membawanya pergi dari kerumunan itu.

"Feli! Gue minta maaf!" Haikal berteriak dan tidak tega melihat wajah Feli yang begitu kesakitan.

Dion menghentikan langkahnya. Ia menyempatkan diri menoleh ke arah Haikal untuk mengatakan tidak apa-apa. "Bukan salah Lo! Dia cuma ada masalah yang mungkin belum Lo tau!"

Haikal semakin bertambah bingung dengan tingkah sahabatnya itu.

***

"Kenapa bisa dia kayak gini?" Seorang pria paruh baya tengah mengejus rambut Feli di UKS.

"Biasa om. Gara-gara pecahan botol," ujar Dion datar.

"Kamu jagain dia ya?"

"Feli?" Suara itu menarik perhatian mereka. Tristan sudah berjalan melangkah mendekati cewek itu. Belum sempat ia menyentuhnya papa Feli sudah buru-buru menariknya.

"Ngapain lagi kamu dekatin anak saya?" tungkasnya.

"Om siapa ya?" tanya Tristan.

"Saya papanya. Kamu yang bikin dia kayak gini kan?"

"Siapa? Saya saja baru tau!"

"Om dia amnesia," ucap Dion. Tristan berwajah datar menatap papa Feli. Sudah bisa di simpulkan bahwa ia sangat membencinya akan kesalahan yang ia tidak perbuat sama sekali.

"Setelah bikin Flora koma bikin Feli koma juga?" Papanya berdecak sinis menatap Tristan.

"Maaf, om saya yang sudah membuat Feli seperti ini," ucap Haikal yang tiba-tiba datang di ambang pintu. "Saya sengaja bikin kesal Feli dengan melemparkan bola basket kepadanya. Tapi, malah dia kayak gitu."

Ade melihat Haikal dengan lekat. "Kamu yan-"

"Iya."

Haikal menatap Feli dengan perasaan khawatir. Bagaimanapun juga ia tetap bersalah kepada gadis itu hingga membuatnya seperti ini.

"Maafin, kakak saya om. Dia lagi hilang ingatan dan saya minta Feli untuk membantu memulihkan ingatannya karena wajahnya mirip dengan pacar kakak saya yang sudah lama tidak ada kabar. Dan wajahnya katanya sih mirip Feli."

Ade sedikit tercengang mendengar penuturan Haikal. Merasa terkejut tapi rasa sakit masih ia rasakan ketika putrinya harus koma di rumah sakit dan belum sadar juga saat ini.

"Kalau saya boleh bicara apa om bisa pulang sekarang? Anak cul, em, maksudnya Feli belum mau ketemu nanti takutnya dia malah belum bisa maafin atau nyaman."

"Baiklah, saya pergi sekarang. Jangan bikin dia terluka." Ade mengecup puncak kepala putrinya dan pergi dari ruangan itu. "Jangan kecapean."

Haikal menatap Tristan dan juga Dion bergantian. "Gimana Lo bisa Deket sama dia?" pertanyaan Haikal tertuju kepada Dion yang sedari tadi bertingkah aneh.

"Gue tau."

"Dari siapa?"

"Penting buat Lo? Emang Lo siapanya?"

Haikal terbungkam tidak bisa mengatakan hal apapun lagi.

"Bercanda."

***

"Gue kesel banget!"

"Bisa gak sih Lo diem bentar?" Mina yang sibuk mengipasi wajahnya merasa kesal. Kipas kecil berbentuk bulat itu tidak pernah ketinggalan dan selalu ia bawa. "Pusing kepala gue liat lo kayak orang gila!"

"Ganggu orang mabar aja Lo!" Diana yang sibuk main game setiap saat setiap waktu sampai tidak gau tempat itu akhirnya buka suara. "Lagian kenapa bisa jengkel gitu lu?"

"Gimana hak jengkel coba? Tu anak culun nyebelin banget!" Thalia sudah kembali ke tempat duduknya lagi. "Haikal jadi deket terus perhatian lagi sama dia! Gue jadi kesel."

"Dan yang paling parah itu kemarin gue main kerumahnya serasa simulasi mau ujian gue! Kak Tristan natapnya tajam banget! Horor deh!" Thalia sampai menggidikkan bahunya ngeri membayangkan kejadian kemarin.

"Kalian tau gak sih?" Thalia kembali menatap kedua temannya. "Kemarin gue lihat Haikal sama cowok dari SMA sebelah ngobrol gitu. Tapi gue gak kenal!"

"Temennya mungkin?"

"Mungkin."

**"

TBC

Haikal dan Feli(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang