7. Basket

96 69 39
                                    

Mata mereka langsung menatap kearah sumber suara yang berbicara dengan nada tenang, datar dan dingin.

Dua orang perempuan datang menghampiri mereka dan meminta agar Gabriel mengajak Feli pergi. Feli yang sempat menolak langsung menurutinya karena cewek yang barusan datang sorot matanya tidak bisa biasa saja. Seolah itu adalah tatapan mengintimidasi.

Feli dan Gabriel langsung pergi meninggalkan area lapangan dan menuju ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Gue gak bisa sabar, Gab!" tekan Feli dengan tangan mengepal keras.

"Berusaha dulu, Fel. Kalau ada niatan pasti bisa kok," saran Gabriel.

"Gue aja gak ada niatan gimana dong?" tanya Feli sembari menatap Gabriel yang membenarkan kaca matanya.

"Terserah lo deh! Bingung gue mau kasih saran kayak gimana lagi," keluh Gabriel.

Feli akhirnya hanya menghembuskan napasnya dengan kasar. Emosi yang terus bermunculan dan membuat dirinya menjadi tidak tenang saat pindah sekolah. Seakan dunia tidak ingin jika ia hidup dengan tenang.

"Dosa gue apa terlalu banyak, ya?" batin Feli.

"Buruan nanti yang ada kita kena hukum lagi karena telat datang ke lapangan," ajak Gabriel.

Feli hanya mengangguk.

***

Seluruh anak kelasnya telah berkumpul di lapangan basket. Tidak hanya kelas Feli yang ada jam olahraga ternyata kelas Haikal juga sedang ada jam pelajaran yang sama. Mata Feli menatap Thalia yang sedang bercanda tawa dengan Mina dan Diana di bangku yang tidak terlalu jauh dari kumpulan para anak kelas Haikal. Feli merasa muak dengan sikap dari Thalia.

Gabriel memegang lengan Feli dan berusaha membuat gadis itu tenang dan mengajaknya menjauh dari kumpulan Thalia.

"Eh...ada dedek Gab! Sini sama mamas Ragil," panggil Agil kepada Gabriel sambil melambaikan tangannya.

Feli merasa ingin tertawa melihat ekspresi Gabriel, namun dengan sepenuh tenaganya ia berusaha menahannya. Gabriel tidak mengindahkan ucapan dari Agil tadi. Mereka berdua langsung berjalan menuju ke arah Keni yang sedang memegang bola basket.

"Yah...penonton kecewa karena dedek Gabriel tidak mengindahkan panggilan dari mamas Agil! Hahahah...." Patrik tertawa puas melihat ekspresi Agil. Tidak hanya Patrik yang mengejek Agil tapi juga Zarco yang tidak mau kalah dengan Patrik.

"Dedek Gabriel itu di cariin sama Dion! Katanya kangen!" teriak Zarco yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari orang yang di bicarakan.

"Aduh....mamas Agil kalau mau dapetin dedek Gabriel harus lawan dulu tu es balok!" lanjut Zarco dengan tertawa puas.

Dion yang merasa telinganya panas tidak segan mendorong tubuh Zarco hingga terjatuh ke lantai. Seluruh murid yang melihatnya langsung tertawa melihatnya. Zarco hanya meringis memegangi pantatnya yang terasa nyeri karena terhantam lantai yang keras.

"Hahaha...makanya kalau mau ngomongin orang itu liat-liat dulu siapa yang mau lo omongin! Es balok lo lawan!" ejek Patrik dengan memegangi perutnya yang terasa sakit karena kebanyakan tertawa.

"Gila lo! Kalau tulag ekor gue patah gimana?" tanya Zarco kepada Dion yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Derita lo!" balas Dion.

"Badan gede! Gitu doang kesakitan!" ejek Agil. Agil langsung tersenyum miring melihat Zarco yang masih memegangi pantatnya, "pantesan aja lo kalah lawan Adelard! Badan gede doang!" sambungnya.

Haikal dan Feli(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang