21. Hilang?

23 22 38
                                    

Memang telah direncanakan Feli bahwa ia tidak akan pulang terlebih dahulu sebelum keadaannya tenang. Tidak pula pulang ke rumah tantenya karena dirasa kurang aman. Entahlah, ia berjalan tanpa arah saat ini. Hidupnya bingung harus bagaimana.

"Kangen," ucapnya lirih.

Hari sudah mulai gelap dan jalanan begitu gelap gulit. Hanya cahaya bulan yang menerangi jalannya.

"Gue harus kemana dong?" Feli bertanya kepada dirinya sendiri. Bingung akan pilihannya saat ini. "Harus banget apa gue jadi gembel gini? Gue kan belum siap kalau harus jadi gembel! Mana sepedanya udah gak tau kemana lagi!"

Feli menendang kerikil-kerikil yang ada di sekitarnya. Kesal bercampur Feli sendiri tidak tahu perasaan apa ini.

"Kapan Lo sadar? Lama banget tidur sampai gue gak sempet jengukin Lo disana. Jahat banget gue ya? Sodara sendiri gak mau jengukin!"

"Bodoh!"

"Satu kesalahan gue malah berakibat fatal dengan kalian berdua! Hidup gue sepi banget, gak kayak dulu."

"Siapapun yang nolongin gue malam ini bakal gue penuhin permintaannya asalkan logis dan tapi gue juga punya permintaan."

"Gak jadi deh! Takut gue!"

Feli tidak berhenti bermonolog pada dirinya sendiri. Tidak peduli ada yang melihatnya atau tidak. Mungkin juga hanya makhluk gak kasat mata yang mendengarnya.

Air matanya tidak kuat untuk di tahan lagi. Ia letih akan keadaannya. "Beri gue kekuatan untuk menghadapi semua ini."

Suara deru motor mendekat kearahnya membuat Feli kelimpungan sendiri. Ia melirik jam yang melilit indah di tangannya menunjukkan pukul 23.30 wib. Itu tandanya sudah tengah malam ia berjalan tanpa arah dan tujuan. Tapi, ia tetap menikmati perjalanannya dan menyapu pemandangan.

"Setan mana yang mau nampung gue ya?"

Tin...tin...tin....

Feli terjingkat dan bersiap menyiapkan umpatan untuk pengendara itu. Sungguh untung saja ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung yang bisa membuatnya terkena stroke.

"Siapa sih lo? Rese banget!" Feli sudah memaki cowok hang kini menghentikan motornya di telat disampingnya. Ia masih dalam mode galak dan sensi saat ini. Cowok itu masih menggunakan helmnya dan belum membukanya. Feli penasaran siapa sosok di balik helm ini?

"Sabar Feli! Lewat malam ini tepat sebulan hukuman Lo selesai dan harus bisa sabar!" Feli mengelus dadanya dan mencoba menetralkan dehak jantungnya dan mereda emosinya.

Cowok itu membuka helmnya dan membuat Feli mengerutkan kening. "Anak mami ngapain lo?"

"Culun!"

"Wah! Lo ngajakin gue adu bacot?"

"Hilih! Kaum Adam kalau adu bacot ma kaum hawa pasti kalah."

Haikal memperhatikan penampilan Feli yang masih menggunakan seragam sekolah lengkap. Hanya saja yang membedakan adalah ia tidak mengepang rambutnya dan sekarang ia memakai topi.

"Malem-malem gini ngapain lo di jalan kayak gembel?" Haikal hanya sekadar bertanya tapi sepertinya tanggapan Feli berbeda. "Lo ngatain gue gembel?"

"Gue gak bilang Lo gembel! Lo sendiri yang ngomong!"

"Iyain."

"Ngapain lo malem kayak gini belum pulang? Di usir Lo? Atau mungkin lo beneran gembel?"

Feli membulatkan matanya. "Enak banget mulut Lo ngomong! Gue lagi jalan hitung-hitung olahraga malam."

Baik tam habis pikir kalau jawaban itu yang akan di berikan kepadanya. Cewek sinting pikir Haikal.

"Gila Lo ya? Ini udah malam dan anak cewek gak baik keluar kayak gini!" Haikal tak henti-hentinya memaki Feli. Tidak tau kenapa itu spontan keluar dari mulutnya.

"Lagian gue bingung mau kemana. Males pulang sekarang."

"Ikut gue Lo!"

"Kemana? Lo mau macem-macemin gue ya?" Feli menuduh Haikal sembarang.

"Mikir juga gue mau macem-macemin Lo!"

"Atau Lo mau ngulik gue?"

"Cerewet Lo! Kalau gak mau udah Sono lanjut olahraga malam Lo! Gue cabut!" Haikal memakai kembali helmnya dan membunyikan motornya. Ia kaget bukan main Feli langsung naik begitu saja di motornya.

"Katanya gak mau?"

"Terpaksa. Lagian bingung mau kemana gue!"

Haikal tak lagi menjawabnya. Ia memilih segera melajukan motornya. Mungkin ia akan merutuki dirinya. Baru saja ia di tolak saat meminta bantuan sekarang ia menolongnya.

***

Kediaman keluarga Ade sangat hening tidak ada suara yang mengisi ruangan itu.

"Kemana lagi itu anak," gumam Ade. Papa Feli begitu gusar karena tak kunjung menemukan anaknya itu. Beberapa hari ia belum pulang dan itu membuatnya khawatir. Anak perempuannya begitu salah siapa? Salah ya gitu.

"Ini semua gara-gara kamu terlalu membebaskan mereka berdua. Sampai mereka salah pergaulan!" Mama Feli hak henti-hentinya memaki suaminya ini.

Ade memijit pangkal hidungnya. "Udah, ma. Mereka gak salah pergaulan. Lebih baik pikirkan bagaimana membujuk Feli mau pulang lagi."

"Teman mereka gak ada yang salah. Feli ngelakuin semua itu karena dia ingin mencoba hal baru yang sebelumnya ia penasaran. Dia juga pakai batang haramkan?"

"Kata siapa teman-temannya baik? Kalau baik mereka gak bakalan biarin Geli kayak gitu!"

"Papa capek. Besok papa sendiri hang bakalan cari Feli. Mama di rumah sakit aja jagain Flora. Kalah mama ikut yang ada Feli malah ngerasa bersalah."

"Memang anak itu salah!"

"Jangan pernah kamu salahkan Feli! Feli dan Flora itu sama! Nakal mereka juga sama tapi kamu selalu membela Flora dan menyalahkan Feli!" Ade sudah berbicara dengan nada hang sedikit ia tinggikan.

"Kita punya anak itu harus disama ratakan kasih sayangnya. Jangan malah mengunggulkan salah satu pihak atau menjatuhkan lainnya. Hal seperti itu hang bisa membuat tali persaudaraan putus!" Ade langsung berjalan meninggalkan istrinya yang masih diam seribu bahasa.

Kepergian Ade membuat istrinya diam. Ia masih belum sadar akan hal itu.

***

Salam dari Lampung 💙

Jumat, 27 Agustus 2021

Haikal dan Feli(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang