32. Kecewa

17 7 0
                                    

"Belum saatnya untuk kamu mengetahui hal ini. Karena mungkin akhir yang akan kita dapat tidak akan sesuai dengan apa yang kamu pikirkan."

#Felisa Leona Adelard

***

Haikal berjalan dengan tertawa ringan bersama dengan keempat temannya. Mereka saling bercerita sampai tidak mengenal tempat. Sontak siswi yang melihat senyum dari tawa mereka memekik senang karena jarang atau hampir tidak pernah mereka melihat kumpulan itu tertawa dengan tulus.

"Asli! Kalau gue yang jadi tu cewek tadi udah malu banget bor!" Agil sudah tidak tahan menahan tawanya. Patrik dari belakang mendorong tubuh Agil dengan sengaja. "Gimana gak malu bodoh!"

"Sakit tolol!" Agil tidak habis pikir dengan Patrik yang seenaknya saja mendorong tubuhnya. "Tubuh gue masih suci!"

"Emangnya gue bilang tubuh lo haram?" sela Patrik.

"Hilih!"

"Kal? Gimana respon lo soal cewek tadi?" tanya Zarco yang sudah merangkul bahu cowok itu. Sedangkan, cowok yang dirangkul hanya menggidikkan bahunya acuh.

"Gue kalau jadi tu cewek malu anjir! Dimana-mana cowok yang ngajak jadian duluan. Lah ini?" Cowok dengan kameranya itu kembali memegangi perutnya yang belum berhenti ketawa. Siapa lagi kalau bukan Ragil! "Cewek duluan!"

"Sekali-kali juga nggak papa kali," sahut Dion.

"Lo pernah, On?" Haikal menoleh kearah Dion. Namun, responnya malah acuh.

"Dion udah sama Gabriel aja udah," saran Zarco.

"Nggak, makasih," balasnya datar.

"Kal? Ada Feli tu!" tunjuk Patrik kepada sosok cewek yang tengah berjalan bersama dengan Gabriel dan Keni.

"Urusannya sama gue apa?" Haikal tidak menanggapi hal itu dengan serius. Cukup melihat kejadian kemarin membuatnya masih belum bisa menerima kenyataan. "Gue takut jatuh cinta sama dia. Saking takutnya gue lebih memilih untuk menghindar." Hatinya sudah berkata akan hal yang ada di perasaannya.

"Serius gak suka?" bisik Dion yang jelas melihat raut wajahnya yang berbeda.

"Hm."

"Gabriel?" goda Agil yang berjalan melewati mereka bertiga. Haikal seakan tidak mau menoleh barang sedetik pun.

"Anjay! Senyumnya mengalihkan dunia!" pekik Patrik sepontan melihat senyum Gabriel. Sebisa mungkin cewek itu menutupi wajah malunya.

"Anak mami, gue mau ngomong," ujar Feli.

"Nggak perlu. Gue udah tau," balasnya malas. Nada bicaranya saja sudah memperlihatkan kalau dirinya tengah tidak ingin berbicara dengan Feli.

"Sebentar doang."

"Nggak."

"Gue gak bercanda."

"Gue juga."

"Anak mami!"

"Anak culun!"

Haikal dan Feli(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang