2.Kejahatan Sunghoon

845 90 21
                                    

Hari-hari yang melelahkan itu akhirnya terlewati, kini berganti dengan yang lebih parah lagi. Tungkai seorang pria yang berumur 18 tahun berjalan ke arah dapur.

"Gue ga bisa masak, roti aja deh." Pria itu bernama Park Sunghoon, dia mengambil 2 lembar roti dan mengoleskan selai coklat.

Sunghoon bukan tipe orang yang terlalu suka sarapan pagi, kehidupannya yang selalu ditinggalkan orang tuanya membuatnya harus mandiri.

Termasuk dalam sarapan, tapi karena Sunghoon termasuk tipe anak yang agak pemalas, jadilah dia hanya memakan roti sebagai pengganjal perutnya.

Tak sampai di situ, Sunghoon juga hanya meminum air putih. Dia mengambil tasnya dan ingin pergi ke sekolah.

"Bang Sunghoon."

Suara itu membuat Sunghoon berdecak kesal, dia menatap seorang laki-laki berumur 16 tahun yang duduk di kursi roda, siapa lagi kalau bukan adiknya.

"Ngapain lagi? Mau nyusahin gue lagi lo?" tanya Sunghoon ketus. Jungwon menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Enggak kok," jawab Jungwon. Sunghoon hanya menatapnya datar dan berdecak kesal, dia lanjut berjalan ke arah pintu, tapi lagi dan lagi Jungwon menghentikannya.

"Bang Sunghoon tunggu!"

"APA LAGI SIH? BUTA MATA LO! GA BISA LIAT INI JAM BERAPA!" bentak Sunghoon.

Jungwon meremas seragamnya, mendengar bentakan Sunghoon selama bertahun-tahun membuatnya tidak kebal, melainkan semakin ketakutan.

"I-itu W-Wonie mau ikut, anterin ke sekolah ya," pinta Jungwon lembut. Dia dengan penuh harap mengatakan itu, karena selama ini Sunghoon tidak pernah mengantarkannya ke sekolah.

Sunghoon hanya mendengkus kasar, dia membuka pintu, ke luar dari sana dan membantingnya dengan kuat.

Jungwon yang melihat itu dengan cepat mengambil tasnya yang terletak di meja ruang tamu dan menyusul Sunghoon. Jungwon dengan cepat memutar rodanya ke arah pintu.

"Semoga aja Bang Sunghoon belum pergi," gumam Jungwon.

Dia membuka pintu dengan mudah karena gagang pintu hanya setinggi matanya. Di rumah mereka tangga untuk ke halaman tidak ada, hanya ada tanjakan mulus dan memudahkan Jungwon untuk menggerakkan kursi rodanya.

"BANG SUNGHOON TUNGGU!" teriak Jungwon. Sunghoon hanya menatapnya dan mempercepat jalannya.

"Nyusahin mulu nyusahin terus, apa-apa gue semuanya gue, dikira gue ga punya kerjaan lain apa!" dumel Sunghoon. Dia benar-benar kesal dengan orang tuanya yang terlalu memanjakan adiknya.

Sementara Jungwon, dia dengan susah payah memutar roda pada kursi rodanya. Jungwon tidak menggunakan kursi roda elektrik karena dia tidak mau, dia lebih suka kursi roda manual alasannya karena tangannya bisa bergerak dengan aktif setiap saat.

Perlahan-lahan Jungwon lelah, halaman rumah mereka lebar dan dia hanya menggunakan kursi roda. Berbeda dengan Sunghoon yang bisa berlari sesuka hatinya.

"Capek, tangan Wonie rasanya pegal," monolog Jungwon. Dia mengecek jam tangannya, bersyukur karena waktu untuk masuk kelas masih lama.

Dengan sisa tenaga yang ada Jungwon kembali menjalankan kursi rodanya, kini dia sudah sampai di gerbang dan di sana ada Sunghoon yang sedang bermain ponsel.

"Bang Sunghoon ayo pergi," ajak Jungwon. Dia mengelap keringat kecil yang membasahi dahinya.

"Lo ngajak gue?" tanya Sunghoon membuat Jungwon mengangguk.

"Lo pergi sendiri, gue pergi sendiri," kata Sunghoon datar. Jungwon mengerjapkan matanya mendengar itu, bagaimana bisa mereka pergi dengan terpisah.

KALA ARUNIKA MENYERAH DENGAN GULITA(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang