Jungwon memakan makanan dengan raut wajah lesu, bagaiamana tidak Sunghoon tidak ke luar dari kamarnya, sedangkan dia sendirian di sini tanpa ada yang menemani. Makanan yang ditelannya begitu pahit, bukan berarti Jungwon tidak bisa memasak.
Hanya saja kondisi rumahnya yang tidak stabil membuatnya lupa akan rasa enak, siapapun orangnya pasti akan merasa kesepian jika berada di posisi Jungwon. Pertengkaran antara anak dan keluarga selalu terpampang di depan mata.
Rasa sakit semua itu selalu dibawanya ke manapun dia pergi, biarpun dia di sekolah tapi pikirannya melayang tentang rumahnya. Bagaiamana Sunghoon yang disisihkan bahkan selalu dibentak, Jungwon sudah kebal akan itu semua.
Ingin rasanya dia berbicara bahkan berkelahi dengan orang tuanya untuk membela abangnya, tapi dia tidak ada keberanian untuk melakukan itu. Semuanya masih bersembunyi seolah-olah ingin menampakkan diri saat waktunya sudah tepat.
Rumah yang mewah itu seolah tidak ada artinya, hanya bentuknya saja yang mewah dan semua orang tahu akan hal itu, tapi tidak semua orang tau tentang sepinya suasana rumah ini. Kalau orang lain mengetahui semuanya, pasti mereka enggan untuk menjadikan rumah dan keluarga ini sebagai keluarga idaman.
"Makanan Wonie udah mau ke luar tapi bang Sunghoon belum ke luar juga, Wonie anter aja deh." Jungwon mengambil nasi dan beberapa lauk-pauk, dia meletakkan semua itu di atas pahanya dan membawa makanan tadi ke kamar Sunghoon.
Sesampainya di kamar Sunghoon, Jungwon mengetuk pintu Sunghoon dengan pelan, takut jika membuat Sunghoon marah kepadanya.
"Bang Hoonie makan yok, ini Wonie bawain makanan di makan ya," kata Jungwon lembut.
Sebenarnya terdengar ingin menangis, mengingat bagaimana kejadian tadi dia yakin pasti Sunghoon dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Tidak ada sahutan, semuanya terasa sepi yang ada hanya angin malam yang ke luar-masuk dari rumahnya. Jungwon dengan susah payah meletakkan makanan itu di meja yang ada di samping pintu kamar Sunghoon.
"Bang Hoonie makanannya Wonie taruh di meja ini ya, jangan lupa dimakan. Wonie ga mau bang Hoonie sakit, kalau Bang Hoonie sakit parah pasti mama sama papa nanti sedih, Wonie pergi tidur dulu. Selamat malam bang Hoonie."
Tau tidak akan ada sahutan, Jungwon pergi dari sana. Apa yang harus ditunggunya? Kemarahan Sunghoon? Tidak dia tidak akan melakukan itu.
Jungwon tidak tahu saja bahwa Sunghoon mendengar semuanya di dalam, badannya terbaring di atas kasur mendengar semua ucapan Jungwon.
Air matanya kembali turun mendengar ucapan adiknya tadi, rasanya semua ucapan Jungwon semakin membuat hatinya sakit jika dia kembali ke dunia nyata.
"Rasa sayang? Itu semua bohong kan Won? Lo cuman mau nenangin diri gue aja, semua ucapan lo ga akan terbukti itu makanya gue ga suka ngeliat lo, kapan lo mau ngalah sama abang lo ini?" gumam Sunghoon.
Dia termenung di malam yang sunyi, matanya menghadap balkon yang terang menyala. Bolehkah Sunghoon berharap kehidupannya seterang cahaya lampu itu?Cahaya lampu itu hanya sedikit tapi bisa menerangi balkonnya yang luas, seperti itulah yang diminta Sunghoon. Hanya sedikit, tapi kenapa takdir seolah tidak memberikannya semua itu?
Sampai kapan Sunghoon akan menunggu semuanya? Apa sampai Jungwon pergi dari kehidupannya? Jika iya, maka dia sanggup untuk menunggu itu semua.
"Gue tau gue egois dan gue ga peduli apa kata orang lain," lirih Sunghoon dan masuk ke alam mimpi.
Dia sama sekali tidak menyentuh makanan yang dibuatkan Jungwon, tidak peduli dengan rasa susah payah Jungwon membuatkan semua itu. Memang terkadang rasa benci membuat kita buta akan segala hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA ARUNIKA MENYERAH DENGAN GULITA(END)
FanficSeseorang yang bernama Jungwon harus menelan pahitnya kehidupan, semua itu dia telan hanya cacat yang dialaminya. Cacatnya berasal dari lahir, dia harus mengalami kelumpuhan karena tidak memiliki tulang sum-sum. Jika orang lain akan disayangi oleh k...