Jungwon makan dengan lahap di rumah Win, sudah lama rasanya dia tidak makan masakan dari tangan seorang ibu. Keluarga Win juga tidak mempermasalahkan itu semua, mereka menerima Jungwon dengan senang hati.
"Jungwon umur kamu berapa?" tanya seorang pria paruh baya yakni ayah Win. Tuan Bang sang kepala keluarga yang pulang dari rumah sakit, setelah makan siang dia akan kembali ke rumah sakit.
"17 tahun Om," jawab Jungwon dengan suara yang lirih.
Ayah Win tertawa renyah melihat itu, semua orang yang bertemu dengannya pasti akan takut melihatnya, bagaimana tidak tuan Bang memiliki mata yang begitu tajam, membuat siapapun takut melihatnya kecuali istri dan anaknya.
Alasannya? Karena mata tuan Bang dan sifatnya berlawanan, dia orang yang ramah dan suka menolong. Tidak membedakan siapapun, mau miskin ataupun kaya, cacat ataupun tidak menurutnya itu semua sama saja.
"Oh berarti seumuran dengan Win lah ya, lahir bulan berapa?" Tuan Bang memasukkan makanannya sambil menatap Jungwon dengan lamat.
"B-bulan F-Februari Om," jawab Jungwon gugup. Dia jadi tidak sanggup memasukkan makanan ke mulutnya, semuanya terasa tertahan di tenggorokan saat ayah Win menatapnya begitu lekat.
"Loh? Berarti lebih tuaan kamu dong dibanding Win?"
Tuan Bang menatap Win dan Jungwon bergantian, Win menganggukkan kepalanya sedangkan Jungwon masih saja menunduk.
"Harusnya Win yang lebih tua dari kamu, kok bisa kamu yang lebih tua dari anak saya."
"Lah, kok gitu sih?" Win tidak terima dengan ucapan ayahnya, kalau Win lebih tua dari Jungwon jadi Jungwon harus lahir di bulan berapa?
"Ya iya! Muka Jungwon itu imut ga kayak kamu, mukanya kek orang dewasa," canda tuan Bang. Win merenggut kesal mendengar itu, dia menatap ibunya sedangkan ibunya malah tertawa.
"Bunda ih kok ketawa sih! Bunda suka anaknya dikatain udah tua," rengek Win. Bundanya menggelengkan kepalanya tapi tetap tertawa.
Jungwon secara perlahan mengangkat kepalanya, sekali lagi dia menjadi saksi kebahagiaan orang lain. Rasa sakit itu kembali datang saat Jungwon hanya bisa menatapnya, tapi tidak merasakannya.
"Jungwon kamu jadi anak om aja yok, Winnya kita kasi ke pamannya aja," ucap tuang Bang.
Win buru-buru memeluk Jungwon dan menatap ayahnya tajam. Apa-apaan dia yang akan dikasi ke tempat pamannya, paman yang begitu cerewet dan banyak maunya, Win tidak mau!
"Ga ada, Jungwon kamu jangan mau! Ayah itu orangnya suka jahil, biar aku aja jadi korbannya kamu jangan ikut, yang ada nanti kamu stress," tegas Win.
Ayah Win kembali tertawa melihat kegigihan anaknya, dia tau Win hanya tidak ingin kasih sayangnya terbagi, lagian tuan Bang memang tidak ada niat untuk menjadikan Jungwon sebagai anaknya.
Melihat perdebatan yang lebih mirip dengan candaan itu membuat Jungwon ikut tersenyum. Keluarga itu penuh dengan canda tawa dan kehangatan, tidak seperti keluarganya.
Ah rasanya sudah dari tadi Jungwon membandingkan keluarganya dengan keluarga Win. Tapi mau bagaimana lagi, semua itu ke luar begitu saja, ingin menahannya tapi tidak bisa.
"Udah-udah lanjut makannya, kasian itu Jungwonnya jadi ga ikut makan. Makan aja Won, jangan sungkan-sungkan," tutur bunda. Dia mengusap air matanya yang ke luar saat tertawa tadi.
"Hooh anggap aja kayak rumah sendiri, jangan kayak Win dia anak pungut tapi ga tau diri."
"AYAHH!" seru Win. Nyonya Bang mencubit pelan pinggang suaminya agar berhenti berbicara, tuan Bang kembali terkekeh barulah setelah itu dia lanjut makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA ARUNIKA MENYERAH DENGAN GULITA(END)
FanfictionSeseorang yang bernama Jungwon harus menelan pahitnya kehidupan, semua itu dia telan hanya cacat yang dialaminya. Cacatnya berasal dari lahir, dia harus mengalami kelumpuhan karena tidak memiliki tulang sum-sum. Jika orang lain akan disayangi oleh k...