28. Temakan permainan sendiri.

225 49 6
                                    

Hari ini Sunghoon sudah bisa pulang, tapi dia harus didudukkan di kursi roda. Dalam perjalanan pulang Sunghoon hanya diam, mulutnya malas untuk mengatakan apapun.

Jalanan sebenarnya tidak menarik, karena hari ini kota yang mereka tempati disiram oleh air hujan. Pohon-pohon melambai ke sana ke mari diakibatkan angin yang lumayan kencang.

Apa lagi yang harus dilihat? Wajah ayahnya uhh itu sangat membosankan untuk Sunghoon.

"Sampai ke rumah nanti jangan banyak gerak, panggil papa jika kamu butuh bantuan," kata Goheun.

Sunghoon hanya berdehem, wajahnya begitu datar saat ini. Tidak ada yang menarik bagi Sunghoon, apa yang harus dilakukannya setelah pulang ke rumah? Tidak ada.

"Ga usah kenceng-kenceng bawa mobilnya, ga ada yang harus dikejar dan ga ada yang mau ditemui di rumah," tutur Sunghoon.

Pasalnya Goheun membawa mobil dengan kecepatan yang ditambahkan. Sunghoon melirik wajah ayahnya yang mengeras, ia tau pasti ayahnya saat ini sedang kesal.

"Jika aku menabrakkan mobil ke ini tiang listrik, kujamin kau bakal mati Sunghoon," ancam Goheun.

Sunghoon berdecih keras, apa Goheun pikir dia akan takut dengan ancaman itu? Tentu saja tidak. "Lakukanlah, apa lagi yang harus ditunggu biar semuanya semakin cepat untuk diselesaikan," kata Sunghoon enteng.

Goheun semakin menggeram marah, dia menambah kecepatan mobil di jalanan yang licin. Sunghoon tersenyum miring melihat itu, dia tidak takut sedikitpun.

Tangannya dilipatkan di dada dan matanya menatap lurus ke depan. Suara klakson dari pengendara lain tidak membuat Sunghoon terkejut sedikitpun.

Rasanya begitu menyenangkan saat kita menantang maut, pikirannya hanya dipenuhi jik mati maka akan ditanam kalaupun tidak mati pasti akan menyusahkan orang-orang, sepasrah itu memang Sunghoon saat ini.

Mobil yang mereka bawa sudah sampai di rumah, bukan hanya di depan pagar tapi Goheun membawa mobil tersebut sampai ke depan pintu rumah mereka.

Suara pintu yang ditabrak begitu nyaring di telinga mereka berdua, mobil itu sampai ke ruang utama. Lantai rumah itu menjadi kotor, sudah dipastikan pintu rumah mereka akan rusak.

"Turun," titah Goheun dingin. Sunghoon menganggukkan kepalanya dan membuka sabuk pengamannya.

Tapi belum lagi dia turun, ayahnya sudah menendang pinggangnya dengan kuat sehingga Sunghoon terjatuh ke lantai.

"Dasar payah!" caci Goheun. Goheun menutup pintu mobilnya kasar dan ke luar dari rumah mereka. Dari lantai Sunghoon menatap Goheun geram.

Sunghoon tidak pernah dicaci, paling juga dicaci Jungwon dan dia bisa membalasnya kembali. Tapi kini ayahnya Goheun mencacinya.

"Punya anak ke-duanya tidak berguna cih!" Goheun masuk ke kamarnya dan meninggalkan Sunghoon sendirian di ruang utama.

Sunghoon geram dan dia mengepalkan tangannya, matanya menajam melihat Goheun yang dengan entengnya berjalan, bahkan sama sekali tidak menolongnya.

Dalam pikiran Sunghoon terlintas sebuah perkataan. 'Ternyata gini rasanya jadi Jungwon.' Sunghoon terkekeh miris dan mulai bangkit.

"SUNGHOON!" Baru saja Sunghoon ingun masuk ke kamarnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara teriakan ayahnya.

Goheun ke luar dari rumahnya dan meninju rahangnya, sudut bibirnya robek dan menimbulkan luka yang cukup panjang.

"APA?!" Sunghoon membalas teriakan ayahnya lebih kuat, apa yang harus ditakutkan? Mereka sama-sama laki-laki, jika dia diusir maka dia bisa pergi ke rumah ibunya.

KALA ARUNIKA MENYERAH DENGAN GULITA(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang