Bel rumah mereka berbunyi dengan keras, Jungwon yang sedang mengerjakan tugas sekolah di ruang tamu agak kesal mendengar itu. Apa dia tidak bisa bersabar sedikit saja?
"Siapa sih yang dateng!" gumam Jungwon. Jungwon langsung menjalankan kursi rodanya, mukanya kini tidak lagi kesal yang ada cuman eaut wajah biasa saja.
Begitu Jungwon membuka pintu dia langsung dipeluk oleh pembantu mereka, bukan pembantu karena Jungwon sudah menganggapnya sebagai orang tuanya.
"Jungwon bibi rindu sama kamu." Perempuan itu langsung memeluk Jungwon dengan erat, nafas Jungwon sesak tapi tidak dapat dipungkiri bahwa dia juga merasa senang.
"Huwaa bibi Wonie juga rindu." Jungwon yang tadinya kini merasa sesak malah ikut mempererat pelukannya, orang yang dianggapnya sebagai ibunya telah pulang ke rumahnya.
"Bibi ga pergi lagi 'kan? Bibi bakal tetap tinggal di sini 'kan? Bibi huwee." Jungwon nyaris ingin menangis, dia begitu merindukan bibinya dibanding dengan merindukan orang tuanya.
"E-eh anak bibi kok nangis, kenapa hm? Jangan nangis dong nanti bibi bakal ikut sedih lho," kata bibi Jung sambil menangkup pipi Jungwon.
Jungwon kembali tersenyum mendengar itu, Jungwon tidak kekurangan kasih sayang. Ibunya tidak ada tapi bibinya selalu menyayanginya, tentang harta? Dia orang kaya dan dia bisa mendapatkan semuanya dengan sekejap mata.
Kecuali kasih sayang Sunghoon, hanya itu yang tidak bisa dibeli dengan uang. Sekeras apapun usaha Jungwon, maka Sunghoon akan tetap sama.
"Paman Min udah dateng ga Bi?" Jungwon melihat ke luar tapi tidak ada, hal itu membuat Jungwon agak sedih.
Orang yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya ternyata belum datang juga, tapi tidak apa-apa sekarang sudah ada ibu ke-duanya berdiri di depannya.
"Oh ya beberapa hari ini selama bibi ga ada di sini kamu ngapain aja?" tanya bibi Jung. Dia membawa kopernya masuk, diikuti dengan Jungwon di sampingnya.
"Ga ngapa-ngapain cuman sekolah, makan, tidur, main dan gitu seterusnya," ucap Jungwon.
"Main? Sama siapa?" tanya bibi Jung. Jangan pikir bibi Jung tidak mengetahui semuanya, bibi Jung tau tentang tingkah Sunghoon hanya saja dia tidak bisa membela siapapun.
Sunghoon salah dan orang tuanya salah, tapi Sunghoon tidak selamanya bisa disalahkan dan tidak selamanya juga dia akan bersikap jahat kepada adiknya sendiri, begitulah isi pikiran bibi Jung.
"Sama Win anak tetangga sebelah, dia satu sekolah sama Wonie. Selalu ke sekolah bareng-bareng, di sekolah Wonie juga punya temen, pokoknya seru banget lah," jelas Jungwon antusias.
Mukanya berbinar dengan mata yang sesekali melotot lucu, tangannya ikut bergerak-gerak menjelaskan semua kejadian yang pernah dialaminya selama bibi Jung tidak ada.
"Beneran? Wah pasti seru banget," tutur bibi Jung. Tangannya mengusap pucuk kepala Jungwon, Jungwon merasa senang akan hal itu mereka tertawa bersama tapi mereka tidak tahu bahwa Sunghoon melihat semuanya.
"Bahkan orang yang gue harapkan nyayangi gue, lo ambil juga Won. Sampe kapan gue harus ngalah dan sampe kapan gue harus nunggu orang tua kita berubah fikiran?" lirih Sunghoon.
Sunghoon tidak menatap Jungwon tajam kali ini, dia menatap adiknya itu dengan tatapan sendu. Ada rasa sedih yang datang secara tiba-tiba, sedih melihat adiknya yang tidak bisa berjalan.
Sedih karena adiknya tidak sesempurna orang lain, tapi apa daya terkadang Sunghoon dihinggapi rasa iri dan dengki yang membuatnya akan lupa rasa kemanusiaan.
Dengan langkah yang berat, Sunghoon ke luar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Dari jauh dia sudah mendengar suara tawa mereka yang begitu renyah, dari itu saja dia sudah tahu bahwa mereka sangat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA ARUNIKA MENYERAH DENGAN GULITA(END)
Fiksi PenggemarSeseorang yang bernama Jungwon harus menelan pahitnya kehidupan, semua itu dia telan hanya cacat yang dialaminya. Cacatnya berasal dari lahir, dia harus mengalami kelumpuhan karena tidak memiliki tulang sum-sum. Jika orang lain akan disayangi oleh k...