° Six °

10.3K 1.4K 297
                                    

"Ngapain?"

Chenle hanya melirik sekilas kearah Jisung setelah mendapatkan pertanyaan dengan nada menusuk tersebut, kalau biasanya Chenle akan mendengus lalu sesuka hatinya berlalu untuk merebahkan diri di atas ranjang Jisung, namun kali ini sangat berbeda. Ia lebih memilih untuk duduk di kursi belajar Jisung saja.

"Handphone gue rusak-"

"Iya gue tau, intinya."

"Mau minta file, foto aja sih yang belum sempet gue pindahin ke flashdisk gue." Ujar Chenle seperti apa yang Jisung minta, langsung pada intinya.

"Gue gak nyimpen." Jisung menatap Chenle, tatapan datar seperti biasanya. Sebenarnya jawaban tersebut adalah jawaban yang cukup menyakitkan.

"Bukannya pas kita foto-foto itu pakek kamera Buna, ya? Terus gue minta foto nya dari lo, itu artinya file nya udah lo pindahin di laptop lo, kan?" Tanya Chenle lagi, dia berusaha untuk mencari celah kebohongan dari diri Jisung sendiri, namun nihil, Jisung memberikan jawaban yang lagi-lagi membuat hati Chenle.

"Udah gue hapus, udah gue kirim ke lo, gue hapus."

"Kenapa?" Tanya Chenle dengan nada lirih, ia benar-benar merasa sakit hati. Sebenci itukah Jisung padanya?

"Buat apa?"

"Gue salah apa sih sebenarnya sama lo, Ji? Segitunya lo benci sama gue? Segitunya lo gak menghargai gue sebagai sahabat lo sedari kecil, apa yang salah dari gue?" Tanya Chenle, ia sudah benar-benar lelah jika Jisung terus memperlakukannya seperti ini.

Chenle sadar bahwa tingkahnya yang selalu membuat Jisung kesal mungkin tidak pemuda dihadapannya ini sukai. Tapi bukankah seharusnya Jisung sudah terbiasa dengan itu? Sebab sedari kecil beginilah Chenle adanya.

"Kalo emang lo gak suka gue bikin lo kesel, gue ganggu lo, gue terlalu berisik, oke, fine. Gue bakal berubah. Tapi jangan gini bisa gak? Lo seakan-akan benci banget sama gue, lo seakan-akan anggep gue ini benalu dalam hidup lo, padahal sedari dulu kita selalu sama-sama, dari kecil, Ji."

"Gue bahkan rela pindah sekolah pas tau lo gak masuk sekolah yang sama."

"Siapa suruh?" Potong Jisung tanpa mengerti dengan situasi yang terjadi. Sedang Chenle hanya bisa menghela napasnya dengan lelah. Kenapa berbicara dengan sahabat kecilnya ini susah sekali?

"Gue gak mau pisah dari lo, gue gak mau jauh, itu aja." Ujar Chenle lagi. Ia lalu berbalik untuk segera pulang saja, kalau ia tetap bertahan di sini dan berbicara lebih banyak lagi, Chenle tidak yakin kalau nanti hatinya tidak bertambah sakit nantinya. Tepat saat tangan Chenle memegang handle pintu, suara Jisung berhasil menghentikannya.

"Kayak yang lo bilang, kita cuma sahabat sedari kecil, jadi buang perasaan lo jauh-jauh, karena kita tetap akan jadi sahabat."

Sakit.

Iya, Chenle merasakan hatinya bertambah sakit ketika mendengar perkataan itu. Memangnya salah jika ia menaruh rasa pada sahabatnya sendiri? Memangnya salah jika Chenle memiliki rasa cinta itu? Rasa yang diberikan Tuhan padanya, apakah salah?

Chenle menoleh, dengan tatapan yang kelabur, ia menatap Jisung yang masih berdiri di tempat yang sama, pemuda tinggi itu juga sedang menatapnya.

"Gue gak akan nyerah, sampe lo mau buka hati buat gue." Setelahnya Chenle berlalu, keluar dari kamar Jisung dan bergegas untuk pulang saja. Yang untungnya di lantai bawah ia tidak bertemu dengan orang tua Jisung yang udah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri. Kalau tadi keduanya masih berduaan sambil menonton TV Chenle tidak yakin ia bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi dengannya, karena Chenle sudah tidak bisa menahan air matanya jatuh dari kedua matanya.

Our Life ll JiChenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang