° Seven °

10.3K 1.4K 195
                                    

"Anjing baru! Udah jangan nangis."

"Capek tau, Ba. Punya anjing gak hewan gak manusia sama aja, nyakitin." Ujar Chenle dengan dramatis, sedih sih lebih tepatnya, sedih kehilangan anjing yang sedari dulu sangat ia banggakan dan sayangi itu.

Jadi begini ceritanya, Haechan itu awalnya tidak sengaja mengatakan hal itu kepada Chenle, bahkan ia tanpa sadar telah mengirimi Chenle pesan juga, maklum, sama-sama kehilangan juga. Sudah di rawat seperti bayi dan juga anak sendiri sih si Choco itu.

Kini kedua orang tua dari Chenle itu menatap kearah si sulung dengan tatapan keheranan, pasalnya mereka mendengar kata-kata 'anjing manusia, juga hewan.' Mark juga Haechan tidak paham dengan kata-kata tersebut. Kalau hewan sudah pasti Choco kan? Kalau manusia siapa dong?

"Anjing.., manusia siapa, Kak?"

Dengan tidak ada beban pikiran Chenle menyuarakan satu nama orang, "Lee Jisung, anaknya Buna sama Ayah.. anjing itu orang." Katanya dengan enteng. Melupakan fakta bahwa ia sebenarnya sedang berbicara dengan siapa.

Mark beserta Haechan lalu saling menoleh, membuat wajah tak habis pikir juga sedikit lucu sebenarnya. Bisa-bisanya sang anak mengatakan bahwa Jisung adalah anjing 'manusia' itu.

Dikira siluman apa ya.

"Hust, kakak gak boleh ngomong gitu, dosa tau, Icung manusia, padahal juga suka dia kan, pakek acara ngata-ngatain lagi." Dengus Haechan, ia menggelengkan kepalanya karena tidak percaya dengan pemikiran sang anak yang seperti itu.

Chenle sendiri hanya diam, masih menangisi Choco yang sudah di kubur di halaman belakang rumah mereka. Tiba-tiba ia teringat perkataan sang Baba yang mengatakan kalau ia akan di belikan anjing baru.

"Baba, beneran boleh beli anjing baru?"

Mark mengangguk, tidak apa-apa, toh ini demi kebaikan, daripada ia harus mendengar tangisan Chenle sampai 3 hari kedepan, sudah seperti orang meninggal saja. Mark tahu itu karena melihat tetangganya yang baru saja meninggal dan membuat acara selama 3 hari berturut. Namanya kalau tetangganya itu bilang yasinan 3 harian, bahkan mereka di berikan juga makanan dari tetangga mereka itu.

"Mau beli yang warna putih lagi."

Mark lagi-lagi mengangguk, "mau warna apa aja boleh, beli aja semua."

"GAK!"

Keduanya tersentak, sampai-sampai Hao yang berada di gendongan Chenle yang sedang tertidur pulas terbangun di buatnya, anak itu menatap keseliling dengan tatapan kebingungan. Padahal kan dia baru saja tidur, lelah karena habis mengikuti ucapara pemakaman anjing kesayangan kakaknya.

"Mama?"

"Cukup satu kak!"

Chenle ber-oh- ria, dia kira dia ini tidak boleh membeli seekor anjing lagi, tau nya sang mama hanya memperbolehkan membeli satu saja, syukurlah.

"Nanti namanya daegal aja." Kata Chenle dengan wajah tersenyum juga tangan yang tergenggam di depan dada. Hal yang membuat Haechan juga Mark menggelengkan kepala. Baru saja menangisi Choco dan sekarang sudah move on dengan anjing yang rencananya akan diberi nama begal? Egal? Atau apalah itu!

Tak lama Chenle bangkit, ia hendak berlalu menuju kamarnya. Itu sih niat awalnya, tapi semua itu gagal karena Mark sudah lebih dulu memanggil.

"Siapa yang nyuruh kamu pulang cepet gini?"

Deg..

Chenle terpaku, hanya bola matanya yang bisa bergerak untuk melihat kearah sang Mama yang pura-pura tidak tahu. Malah asik menimang Hao agar adiknya itu tertidur kembali.

Our Life ll JiChenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang