***
Bukan cinta, jika hanya mampu menyakiti tanpa bisa memperbaiki
(Nayra)****
Nayra menatap ponselnya yang menampilkan sebuah foto dirinya dengan seorang lelaki yang merangkulnya erat. Bibirnya tidak henti tersenyum melihat foto yang sudah berapa kali ia pandangi sejak tadi pagi hingga sore ini.
"Lama banget sih, katanya aku suruh nunggu di sini!" gerutunya dengan sedikit nada sebal.
Namun, hanya sesaat sebelum tatapannya berbinar kala pandangan matanya jatuh pada seorang lelaki yang ia maksud ada di depan sana dan tengah berjalan mendekat padanya.
Nayra bangun dari duduknya dengan penuh semangat, berniat mendatangi lelaki itu dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya, menggambarkan suasana hati yang sangat bahagia.
"Kak Rio," serunya dengan riang saat jaraknya dan lelaki yang ternyata bernama Rio itu semakin dekat.
Hanya tinggal tiga meter jarak yang ada di antara mereka. Nayra melangkah semakin dekat, tapi gadis itu mengerutkan dahinya kala melihat Rio mengangkat sebelah tangan, memberi isyarat agar Nayra menahan langkah untuk maju.
Meski berbagai pertanyaan mulai muncul di dalam hati kecilnya, Nayra tetap mengikuti apa yang Rio inginkan yaitu berhenti melangkah.
Mereka berdiri dengan posisi yang saling berhadapan dalam suasana yang tampak canggung, karena tidak ada satu pun di antara mereka berdua yang membuka mulut untuk memulai pembicaraan.
Ditambah lagi mereka masih dalam posisi berdiri bagai tidak ada niat bagi Rio untuk mengajak Nayra duduk di kursi taman."Ehem," dehem Nayra yang tidak tahan terlalu lama dalam keadaan yang hening seperti ini.
Rio menatapnya sekilas dan menunjukkan raut bertanya pada Nayra tanpa ada satu kata pun yang lolos dari bibirnya.
"Masa kita diem-dieman aja setelah setahun enggak pernah ketemu? Aku kangen Kak Rio loh," ujar Nayra memulai pembicaraan.
Rio masih diam tanpa menjawab apa pun yang Nayra utarakan. Di antara mereka terjalin ikatan yang disebut pacaran dan sudah setahun mereka menjalani pacaran dalam jarak yang jauh.
Rio sedang menjalani kuliahnya di luar kota dan Nayra sendiri tengah menempuh sekolahnya sebagai siswa kelas tiga SMA. Itu yang membuat mereka harus menjalani hubungan jarak jauh.
Tadi pagi Rio memberi kabar jika ia ingin bertemu Nayra di taman ini. Bukan sapaan sebagai kekasih yang jarang berjumpa yang Nayra dapat dari Rio melainkan sifat dingin yang ia tidak mengerti sama sekali.
"Ada yang ingin aku sampaikan sama kamu Nay. Itulah alasan kenapa aku ajak kamu ketemuan di sini," kata Rio yang mulai membuka suara.
"Apa Kak? Kita duduk dulu yuk, biar nggak kaku gini ceritanya," jawab Nayra.
Rio menggeleng pelan dan semakin membuat alis milik Nayra ingin menyatu sepenuhnya.
"Loh kenapa Kak. Katanya ada yang mau Kak Rio sampaikan. Ada baiknya kita duduk dulu baru Kak Rio bisa...,"
"Aku mau kita putus."
Nayra langsung terdiam dengan bibir yang masih terpisah karena tadi belum selesai mengucapkan kalimatnya dalam bentuk perkata.
Berdiri tanpa terusik sedikit pun, Nayra menikmati terpaan angin pada wajah dan rambutnya. Dadanya berdetak tidak karuan, bukan berdetak karena merasakan hadirnya cinta tapi berdetak karena terasa jatuh oleh cinta.
"Aku mau kita putus Nay. Aku nggak bisa lagi jalani hubungan ini sama kamu," lanjut Rio.
Kalimat utuh yang berhasil membuat dada Nayra terasa sesak dan tidak tau bagaimana cara untuk meluapkannya. Pandangan Nayra kini mengabur sebelum bulir bening itu turun membasahi pipi.
Dengan cepat gadis itu mengusap pipinya sendiri dan berusaha untuk mengulas senyum di bibirnya. Meski terasa sangat sulit karena sejatinya bibirnya bergetar menahan tangis yang ingin sekali untuk dilepaskan.
"Alasannya apa Kak?" tanya Nayra.
Nayra berusaha terlihat tegar di hadapan Rio meski hatinya hancur berantakan. Bahkan kedua tungkai kakinya pun terasa lemas bagai tiada bertulang.
"Karena aku memiliki gadis lain, gadis yang selalu ada untuk aku di mana pun aku berada dan yang pasti dia bukan kamu," kata Rio dengan datar.
Percayalah hati Nayra sakit, teramat sakit mendengarnya. Ditinggalkan saat sedang cinta-cintanya membuat siapa pun pasti melemah. Bukan hanya sakit yang ia dapat saat ini tapi juga rasa malu datang menyergap ke dalam lubuk hatinya.
"Maafkan aku Nayra tapi aku memang harus memilih dia. Aku mungkin pernah suka sama kamu tapi aku juga cinta dia. Maafkan aku Nayra," ujar Rio.
Nayra menggeleng lemah seiring bulir bening dari pelupuk matanya kembali menggenang di pipinya.
"Boleh aku tau siapa nama gadis itu? Meski aku nggak kenal setidaknya aku tau siapa nama gadis yang berhasil membuat Kak Rio berpaling," tanya Nayra dengan suara serak.
"Naya," jawab Rio.
Nayra mengusap pipinya yang sudah basah dan berusaha untuk menarik nafas panjang. Menangis dalam diam membuatnya susah untuk menarik nafas.
"Naya," gumam Nayra yang mengangguk kemudian memegang dadanya sendiri yang teramat sesak.
"Bukan, Nayra. Nama Naya bukan hanya ada satu di dunia ini," hatinya menjerit seolah menjelaskan ada sesuatu dengan nama Naya.
"Aku minta maaf sekali lagi, tapi ini pilihan aku dan aku harap kamu bisa terima semua ini," ujar Rio lagi.
Nayra masih diam tanpa kata. Ia tidak peduli di mana ia berada sekarang. Entah kemana perginya rasa malunya tadi, Nayra menangis di hadapan Rio.
"Aku pergi Nayra," kata Rio tanpa dosa.
Lelaki yang berhasil mengoyak hati Nayra itu berbalik dan melangkah menjauhi Nayra yang semakin dalam tertunduk bersama lukanya.
Nayra bahkan sampai terduduk di rerumputan, tidak peduli dengan suara gemuruh hujan yang disertai petir.
Hujan turun seolah ikut membersamai tangisan Nayra.Untuk pertama kalinya Nayra menangis di bawah hujan dan di alam terbuka seperti ini.
Kalampena97 follow dulu yuk....
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...