"Uhibbuki Fillah."Nayra membuka matanya yang tadi ia pejam saat menyalami tangan Raihan. Dan saking meresapi hangatnya kecupan Raihan di keningnya, membuat Nayra lupa untuk membuka mata yang sudah ia pejam.
Bisikan halus dari suara merdu milik Raihan berhasil membuat Nayra sadar jika saat ini ia tengah berada di dalam sebuah kamar. Dengan duduk di atas sajadah lengkap mukena warna biru muda membalut tubuhnya. Untuk pertama kalinya Nayra sholat dengan Raihan sebagai imamnya.
Hujan lebat yang membuat Raihan tidak bisa keluar rumah untuk ikut sholat berjama'ah seperti biasanya. Hujan lebat dengan seribu rahmat yang sepertinya ingin Raihan sholat bersama Nayra.
"A ... e ... Kak Rai," gugup Nayra dengan terbata.
Raihan menepuk dua kali pada pucuk kepala Nayra dan mengulas senyum pada gadis yang duduk tepat di hadapannya ini.
"Istriku cantik."
Lagi, ucapan Raihan tadi saja sudah berhasil membuat jantung Nayra berdegup tidak karuan. Raihan menambah lagi dua kata yang terdengar sangat manis di telinga Nayra, tapi tetap saja rasa malu masih di posisi depan.
"Kak Rai," rengek Nayra.
Pipi gadis itu bersemu merah menahan rasa malu. Nayra sampai menangkup kedua pipinya dengan telapak tangan saking malunya. Coba kalian bayangkan bagaimana malunya Nayra saat ini. Mendengar Raihan berbicara seperti itu dan hanya ada mereka berdua di ruangan ini.
Jarang bertemu dan akhir-akhir ini sebelum ia dipinang secara sah oleh Ustsdzah Afifa dan Ustadz Thariq, Raihan sering berada di asrama santriwan membuat keadaan canggung kembali terasa saat mereka bertemu.
Raihan terkekeh pelan, rengekan Nayra terdengar menggemaskan dan sedikit manja. Tidak tahan Raihan mencubit pelan pipi sebelah kiri Nayra dan meraih salah satu tangan gadis yang kini sudah menjadi belahan jiwanya itu.
Menatap lama pada jemari mungil itu. Tepatnya pada benda indah yang melingkar di jemari cantik Nayra.
Raihan menatap dengan penuh senyum pada jemari itu dan menatap juga pada jemarinya yang juga terdapat cincin mirip dengan yang Nayra pakai. Cincin pernikahan mereka yang beru dua hari tersemat dengan nyaman di jari mereka.Mengangkat tangan Nayra dan hendak mendekatkan dua punggung tangan Nayra pada bibirnya tapi dengan cepat ditahan oleh Nayra.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Raihan tanpa menatap Nayra.
Nayra mengerutkan dahi dan dengan degup jantung yang tidak menentu menatap Raihan.
"Emm maksud Kak Rai? Yang aku rasakan sekarang ini?"
Nayra balik bertanya. Raihan mengangguk masih dengan memainkan jemari tangan Nayra. Jemari yang mulai saat ini sudah bisa ia genggam sampai ia merasa puas tanpa takut adanya murka Allah. Justru semakin sering ia melakulannya maka kasih sayang Allah akan semakin terlimpah untuk mereka.
"Aku bahagia Kak," ucap Nayra dengan suara lirih.
Raihan mendongak dan menatap dalam mata Nayra. Seiring kata bahagia yang Nayra ucapkan, satu tetes bulir bening jatuh ke permukaan pipi Nayra.
Ibu jari Raihan mengusap itu dan dengan gemetar ia usap pipi Nayra lembut."Tidak ada penyesalan? Setelah kata "sah" terucap kemarin?" tanya Raihan lagi.
Nayra menarik kedua tangannya dari genggaman Raihan, mengusap lagi pipinya dengan sedikit kasar dan menatap penuh arti ada Raihan.
"Kalau ada kata nyesal mungkin Nay udah kabur kemarin," sentak Nayra dengan sedikit kesal.
"Lah kok jadinya ketus gitu?" heran Raihan.
Ia tangkap lagi tangan Nayra yang kemudian ditepis lagi oleh gadis cantik itu. Raihan berpikir apa tadi ia salah bicara atau berkata? Nayra sampai menjawab dengan ketus pertanyaanya.
"Habis Kak Rai masa pertanyaannya begitu? Kaya nggak tau aja gimana bahagianya aku waktu abi dan umi lamar aku untuk Kak Rai," kata Nayra.
Raihan menghela pelan. Oh ayolah ini masih malam kedua mereka menjadi pasangan suami istri dan Raihan tidak ingin adanya kata ribut terjadi saat ini.
"Kalau bahagia kenapa menangis? Hem?"
Nayra menatap tidak suka pada Raihan, baru saja ia akan membuka mulut untuk mengungkapkan kata namun jari telunjuk Raihan sudah lebih dulu menempel di atas bibir mungilnya.
"Kalau kamu mau bilang bahagia juga bisa membuat tangis, bukan itu yang mau aku dengar," sela Raihan.
Raihan menatap dalam mata Nayra yang hendak protes kembali namun hanya dengan tatapan Raihan yang lembut membuat lidah Nayra kelu walau untuk mengucapkan satu patah kata pun.
"Mata kamu enggak bisa bohong Nay. Kamu lagi sedih? Cerita sama aku, sekarang aku suami kamu kan?"
Nayra tidak punya pilihan lain selain mengangguk pelan. Suami? Masya Allah, seorang Ustadz Raihan yang jadi idaman hampir semua wanita ini ternyata Allah takdirkan untuk menjadi suaminya, teman hidupnya. Apa lagi alasan Nayra untuk tidak mengucapkan kalimat syukur pada Sang Permberi nikmat? Tidak ada. Bagi Nayra, menjadi bagian dari hidup Raihan adalah anugrah yang teramat besar.
"Aku rindu mama," lirih Nayra.
Kali ini Nayra menunduk dengan air mata yang sudah jatuh bahkan sudah sampai ke dagunya. Tetesan air mata Nayra mengenai bagian bawah mukena yang masih ia kenakan.
"Aku kangen mama, Kak. Rasanya semuanya belum lengkap tanpa adanya mama. Rasanya aku mau temui mama sebentar dan bilang kalau aku bahagia sekarang dan apa yang mama pernah bilang waktu itu teejadi saat ini. Aku dan Kak Rai memang Allah pertemukan untuk bersama," sambung Nayra lagi.
Raihan terdiam sejenak. Setelah menghela nafas berkali-kali ia angkat dengan gerakan lembut dagu Nayra. Menatap wajah cantik Nayra yang penuh dengan air mata yang menggenang di pipi.
"Kita berdoa untuk mereka ya. Aku juga sama, merindukan ayah dan ibu yang tidak sempat melihat aku menikahi gadis cantik nan sholeha ini. Andai diberi waktu untuk berbicara pada mereka aku ingin mengatakan kalau aku bahagia bisa menjadi suami dari Nayra," ucap Raihan.
"Kak Rai,"
Nayra tidak bisa menahan gerakan tubuhnya yang saat ini ditarik oleh Raihan hingga tubuhnya jatuh pada pelukan Raihan. Bibir Nayra seketika terkatub rapat. Getaran aneh dari dalam dirinya seketika hadir saat Raihan melingkarkan tangan di punggungnya.
Tangan Nayra dengan sedikit bergetar melingkari pinggang Raihan. Pertama kalinya mereka saling memeluk setelah sekian lama bertemu.
Tubuh Nayra semakin mematung saat Raihan dengan lembut melabuhkan bibirnya pada pelipis kiri Nayra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...