Part 32

15.7K 1.6K 69
                                    

.
Ustadz Raihan terpaku di tempatnya, ucapan Nayra mampu membuat keadaan hening seketika dan hanya Ustadz Rasyid tadi mengucapkan Masya Allah. Setelah itu keadaan kembali hening.

Ustadz Raihan sampai hampir lupa bagaimana caranya untuk menarik dan menghembuskan nafas. Oh bahkan cara bernafas pun ia lupa atau mendadak lupa dengan yang namanya bernafas? Ah, apa pun itu yang pasti semua itu disebabkan karena kalimat dari Nayra.

Semua pandangan mata kini terarah pada Ustadz Raihan dan sesekali mereka menatap pada Nayra yang masih setia menyembunyikan wajahnya pada bahu Ustadzah Ulfa. Padahal tidak ada beda jika ia tetap berdiri dengan tanpa berlindung di balik bahu sang ustadzah. Rasa malu tetap saja datang menyerangnya.

"Ismahli ya Ustadz Rasyid wa Ustadzah."
(Permisi ya Ustadz Rasyid dan Ustadzah)

Ustadz Raihan membuka suara setelah beberapa menit diam yang sebenarnya dia memang terdiam sejak tadi, tepatnya sejak mereka berkumpul di sini.

"Tafadhol," jawab Ustadzah Afifa dengan senyum yang masih terukir indah di bibirnya.

Perhatian mereka kini teralih pada Ustadz Raihan yang terlihat tengah mengatur nafas. Ustadz Raihan menatap sekilas pada Ustadz Rasyid yang tersenyum, senyum yang entah apa artinya. Biasanya senyum yang terukir setelah adanya penolakan adalah senyum kekecewaan tapi mungkin itu tidak berlaku bagi Ustadz Rasyid karena jelas sekali tidak ada raut kecewa di sana.

Ustadz Rasyid mengulum senyum pada Ustadz Raihan sembari menganggukan kepalanya. Seolah mengerti langkah apa yang akan diambil oleh Ustadz Raihan.

"Nayra," ucap Ustadz Raihan lembut.

Nayra berdesir mendengarnya. Bulu kuduknya sampai meremang saking lembutnya suara Ustadz Raihan. Nayra memegang erat tangan Ustadzah Ulfa dengan tubuh yang sedikit tegang.

"Nayra," ulang Ustadz Raihan.

Semua yang ada di ruangan itu terdiam menanti kalimat dari Ustadz Raihan dan mungkin Nayra.

"Nayra," sekali lagi Ustadz Raihan menyebut nama Nayra.

Tunggu dulu, Nayra bernafas dulu. Ia tahu Ustadz Raihan menanggilnya bukan hanya menyebut namanya. Nayra merasa jantungnya berdetak jauh dari kata normal saat ini. Salahnya sendiri yang tadi dengan terlalu berani menyatakan perasaan pada Ustadz Raihan.

"Ana uhibbuki (aku mencintaimu)," ujar Ustadz Raihan.

Nayra menggigit bagian dalam dari pipinya sebagai pelampiasan rasa gugupnya saat ini. Meskipun Ustadzah Ulfa masih ia peluk tetap saja rasa gugup itu tidak bisa ia tepis.

Ustadz Raihan barusan mengatakan cinta padanya bukan ya? Wah itu berarti bukan hanya dia yang mengungkapkan perasaan di sini. Tapi Ustadz Raihan juga. Ada rasa bahagia bercampur kesal di hati Nayra pada Ustadz Raihan, jika sudah cinta mengapa tidak dikatakan saja sedari awal rasa itu hadir. Mengapa baru diungkapkan setelah Nayra yang memulai membuka suara? Boleh kan Nayra kesal?

Nayra juga ingin seperti Sayidatina Fatimah Az-zahra, yang dinyatakan cinta oleh Ali. Tapi Nayra malah sebaliknya.
Sepertinya nasihat Ustadzah Afifa waktu benar-benar Nayra terapkan.

"Balii masyghuul bihawaak ala thuul
(aku mencintaimu dari dulu)"

Lagi, Ustadz Raihan bersuara.
Apa katanya? Sedari dulu? Itu artinya Ustadz Raihan memang sudah jatuh cinta pada Nayra saat dulu dan saat Nayra terpuruk karena ditinggal oleh sang mantan pacarnya pun Ustadz Raihan sudah mencintainya. Ucapan Raihan waktu itu, bolehkan Nayra selalu mengingatnya?

"Aku Raihan, orang yang Insya Allah akan jadi imam-mu Nayra."

Kali ini dengan pelan, Nayra mengangkat kepalanya dari pundak Ustadzah Ulfa. Beralih menatap pada orang-orang di sekelilingnya yang memang tengah menjadikannya dan Ustadz Raihan pusat perhatian.

Menahan nafas beberapa saat sebelum pandangannya berhenti pada Ustadz Raihan yang juga tengah menatapnya. Namun saat Nayra akan menubrukkan tatapanya pada Ustadz Raihan, ustadz tampan dengan seribu pesona itu lebih dulu melayangkan pandangan pada sembarang arah.

"Ck," decak Nayra tanpa sadar.

Ia kesal karena seolah Ustadz Raihan menolak untuk ia tatap. Bukankah tadi Ustadz Raihan sendiri yang mengatakan cinta padanya? Baru beberapa menit usai mengatakan itu Ustadz Raihan malah membuang tatapan darinya. Coba katakan pada Nayra adakah pria yang lebih mengesalkan dari Ustadz Raihan.

"Emm Ustadz nggak bohong kan? Itu artinya Ustadz memang udah lama cinta sama aku?" tanya Nayra dengan santai.

Santai seolah tidak ada siapa-siapa di sana selain ia dan Ustadz Raihan. Padahal lebih dari dua pasang mata sedang memperhatikan mereka.

"Iya," jawab Ustadz Raihan dengan tatapan lurus pada tembok.

"Iya dan kenapa baru bilang sekarang? Kenapa baru bilang saat aku lebih dulu mengutarakan semuanya? Ustadz nggak takut kalau tadi aku terima Ustadz Rasyid? Gimana kalau itu tadi yang terjadi, mungkin aku nggak akan pernah dengar kata cinta dari bibir Ustadz Raihan untuk aku," ujar Nayra.

"Karena memang belum saatnya Nayra. Aku harus menepikan dulu rasa cintaku selama ini, karena aku tahu sahabatku tertarik padamu, aku pun masih merasa tidak layak untuk kamu Nayra. Di samping aku sebagai ustadz yang mungkin digilai oleh banyak perempuan di sini, perlu kamu tahu jika aku hanyalah seorang yatim piatu,"

Ustadz Raihan berhasil membuat suasana semakin hening.

"Aku merasa tidak pantas untuk kamu Nayra, itulah sebabnya aku biarkan Ustadz Rasyid mengajakmu untuk berta'aruf tapi ternyata Allah punya rencana lain," sambung Ustadz Raihan.

Raut bersalah tampak di wajah Nayra setelah mendengar ucapan Ustadz Raihan. Ustadzah Afifa dan Ustadzah Ulfa yang memang lebih sedikit tahu tentang Ustadz Raihan kini menitikkan air mata.

"Nayra, aku hanya anak yatim piatu yang tidak bisa nenjanjikan apa-apa untuk kamu. Aku cinta kamu tapi aku tahu, cinta saja nggak cukup untuk membawa kamu berjalan bersamaku," kata Ustadz Raihan lagi.

Nayra menggeleng lemah. Entah sejak kapan air matanya mengalir membasahi pipi. Tidak, apa yang ada di diri Ustadz Raihan saja sudah cukup bagi Nayra. Memiliki keluarga yang lengkap pun belum tentu menjadi hangatnya hubungan.

"Ustadz Raihan lupa? kalau aku juga seorang piatu. Aku juga nggak punya apa-apa. Aku hanya berharap Ustadz mengerti dan tahu akan isi hatiku. Ustadz jangan khawatirkan aku karena selama ada Allah maka aku akan baik-baik saja. Begitu juga dengan kita kan Ustadz?" ujar Nayra dengan nada bertanya.

"Apa Ustadz Raihan juga hanya datang untuk mempermaikan aku? Aku udah benar-benar sayang sama Ustadz apalagi Ustadz Raihan adalah orang yang aku sayangi sejak kecil. Jahat sekali kalau Ustadz hanya kembali untuk mempermainkan perasaanku," lirih Nayra dengan pekikan tertahan.

Nayra bahkan tidak perduli jika saat ini ia sedang diperhatikan oleh beberapa makhluk Tuhan bernama manusia.

"Nayra, Laa taghdhab (jangan marah)," ujar Ustadz Raihan.

Ustadz Raihan tersenyum dan mengusap sedikit air yang ada di sudut matanya. Ia tahu sekarang Nayra sedang sedikit marah.

"Ustadz Raihan lupa ya? Lupa kalau Ustadz pernah bilang akan menjadi imamku di masa depan? Masa depannya itu kapan Ustadz? Boleh kalau aku tagih kata-kata itu sekarang? Ustadz...,"

Nayra mengusap pipinya kasar. Ia sedikit kesusahan bernafas karena isak tangisnya. Ustadz Raihan menarik nafasnya sedalam yang ia bisa kemudian ia hembuskan dengan pelan.

"Kulli habiban, Nayra (jadilah
kasihku Nayra)" kata Ustsdz Raihan.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang