"Terus apa hubungannya dengan minuman kamu?" tanya Raihan sengaja.Nayra menatap Raihan sebal. Jika saja ia tidak butuh sudah pasti ia lontarkan kata-kata mutiara untuk pria ini. Tapi Nayra harus tahan itu.
"Masa aku harus jelasin sih. Harusnya kamu tahu dong kalau kamu yang jadi suami aku nanti itu artinya kebutuhan aku kamu yang penuhi termasuk makan. Dan kayanya kamu harus mulai belajar menabung tanggung jawab deh dari sekarang dengan bayarin aku dan temen aku," ujar Nayra.
Raihan mengedarkan pandangannya dan menemukan seseorang yang Nayra maksud sebagai temannya, di sana teman Nayra tampak menatap pada mereka dengan tatapan cemas.
"Ngapain sih pake lihat-lihat ke sana? Kamu punya uang nggak? Kalau nggak punya nghak mungkin kamu ada di sini."
Nayra sengaja berujar seperti itu karena mulai merasa tidak nyaman berada berdiri di sana. Keadaan cafe yang lumayan membuat beberapa pasang mata mengarah padanya dan membuat Nayra sedikit merasa malu.
Raihan mengeluarkan dompet miliknya yang berwarna hitam pekat. Hendak membuka dengan gerakan santai, namun tangan Nayra lebih dulu merebut dari Raihan. Sedikit merasa heran dengan sikap Nayra yang kurang sopan, Raihan diam saja memperhatikan apa yang hendak gadis itu lakukan.
"Nih. Aku ambil 50.000 aja ya. Besok atau lusa aku balikin kalau ingat," kata Nayra.
Nayra menyodorkan lagi dompet Raihan setelah mengambil selembar uang 50.000 dengan tanpa izin pemiliknya.
"Ambil saja. Insya Allah aku ikhlas dan enggak perlu dikembalikan lagi," ujar Raihan setelah memasukkan kembali dompetnya pada tempat semula.
Mata Nayra berbinar mendengarnya. Padahal Nayra bukanlah orang yang tidak punya tapi entah mengapa hatinya berbunga mendengar kalimat Raihan tadi.
"Makasih kalau gitu. Aku balik ya assalamualaikum," kata Nayra dengan senang hati dan melangkah ke arah mejanya bersama sang sahabat.
"Waalaikumussalam," jawab Raihan pelan.
Ia menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan langkah menuju meja yang ia maksud. Yaitu meja yang sudah diisi oleh beberapa teman kampusnya yang sepakat akan berkumpul di cafe ini.
"Gimana Nay, ada uangnya?" tanya Shaha langsung saat Nayra kembali ke meja mereka.
Nayra mengibaskan rambutnya pelan dengan tersenyum dan menunjukkan uang yang tadi ia ambil begitu saja dari dompet pria bernama Raihan.
"Nay, kamu serius ngambil uang orang begitu aja? Itu nggak baik tau Nay,"
Shasa menggeleng kepala beberapa kali. Tidak menyangka dengan sahabatnya ini.
"Iya. Daripada kita nggak bayar Sha. Udah lah lagian orangnya juga oke-oke aja kok," jawab Nayra.
"Iya tapi nanti kamu harus bayar sama dia Nay. Masa cewek jadi perampok sih. Ini halal nggak sih yang kita makan Nay? Bayarnya pake uang nggak jelas begitu,"
Nayra menatap jengah pada Shasa yang kali ini menurutnya sedikit cerewet. Memang ini adalah pertama kalinya mereka dalam keadaan seperti ini.
"Ya ampun Sha. Ini keadaannya darurat dan mau nggak mau kita harus bayar pake uang Raihan. Emangnya kamu mau nyuci piring? Aku sih males dan ini uangnya jelas kok ada wujudnya ini. Ingat nggak kata buk Irma, ciri-ciri uang asli atau jelas itu bisa dilihat, diraba, dan di terawang. Nah ciri-ciri itu ada di uang ini," kata Nayra sok-sokan menjelaskan dengan detail pada Shasa yang saat ini membeo.
"Huft, ya udah deh aku ngikut aja. Daripada ribut."
"Nah gitu dong. Tenang Sha besok aku kembalikan uang Raihan, aku kan temen kamu yang baik hati nan sholehah,"
Kata Nayra sambil menaik turunkan halisnya. Shasa mencebikkan bibir.
"Sholehah tapi nggak pernah sholat dan kalau waktu sholat dzuhur di sekolah selalu kabur ke kantin," cibir Shasa pelan.
Nayra menoleh dan mendelikan matanya pada sang sahabat. Tapi yang dikatakan Shasa memang benar adanya. Saat tiba waktu sholat zhuhur di sekolah Nayra selalu melarikan diri ke kantin.
Shasa yang berjiwa ikut-ikutan pun akhirnya tidak punya pilihan selain mengikuti jejak Nayra untuk bersemayam di kantin sekolah."Ya kamu juga kan. Aku sholat kok Sha tapi kalau lagi bulan Ramadhan, itu aku sholatnya full sama kaya puasanya," kata Nayra dengan sangat bangga.
"Ya Allah Nayra. Beda lagi dong itu, namanya juga sholat fardu jadi memang wajib harus dilaksanakan setiap hari dan lima kali."
Shasa sedikit jengkel pada Nayra yang memang jauh dari kata ibadah wajib. Tapi selalu mengaku anak baik dan sholeha.
"Ya mau gimana Sha, aku nggak biasa sholat dan kalau mau mulai ada aja hambatannya," kata Nayra.
Nayra tidakelskukan sholat buka karena tidak diperintahkan atau diingatkan oleh sang mama tapi Nayra sendiri yang memang memiliki seribu alasan untuk menghindar dari kewajiban itu.
****
"Ini sudah ke sekian kalinya Nayra bolos sholat zhuhur Bu Tisa," ujar seorang wanita paruh baya yang ada di depan Tisa saat ini.
Saat akan melakukan mobilnya ke arah cafe yang menjadi tempat Nayra dan Shasa terjebak tidak bayar makanan, Tisa menerima panggilan telpon dari salah satu guru di sekolah Nayra untuk menemuinya ke sekolah. Sudah lumayan sore tapi ada banyak kegiatan ekstra yang masih berlangsung di sekolah membuat guru pembimbing pun ikut mendekam sampai waktunya pulang di sekolah.
"Nayra bolos saat sholat zhuhur Buk?" tanya Tisa dengan dahi yang mengernyit.
"Iya Bu Tisa. Selama ini saya sengaja hanya memberi peringatan pada Nayra tapi setelah saya rasa Nayra tidak ada perubahan tentang kegiatan sholat zhuhur, saya berinisiatif untuk menghubungi Ibu Tisa langsung," jawab Buk Sani.
Tisa menghela nafas panjang berulang kali. Tidak menyangka putrinya berkelakuan kurang baik di sekolah. Melihat Nayra yang sangat lembut dan penurut padanya membuat Tisa berpikir jika anaknya mungkin bersikap yang sama pada semua orang tapi ternyata tidak. Anaknya hanya menurut padanya dan di belakangnya Nayra melakukan hal yang tidak baik.
"Baik Buk. Saya harap Ibu Sani akan terus menghubungi saya setiap melihat sesuatu yang kurang baik dari putri saya. Saya selaku wali dari Nayra minta maaf atas kesalahan putri saya. Sebisa mungkin saya akan arahkan putri saya ke arah yang lebih baik lagi."
Buk Sani mengangguk dan tersenyum.
"Iya Buk. Kita bekerja sama untuk membentuk kepribadian Nayra yang memang sedang tahap remaja ke arah yang lebih baik lagi. Ibu Tisa adalah orang terdekat Nayra dan pasti tidak sulit bagi Nayra untuk mendengar apa yang Ibu katakan nanti," ujar Buk Sani.
"Baik Buk. Kalau begitu saya izin pamit. Assalamualaikum," kata Buk Tisa.
"Waalaikumussalam,"
Tisa keluar dari ruangan Buk Sani yang memang menjadi wali kelas Nayra. Ia tidak menyalahkan Nayra dalam hal ini, Tisa merasa dirinya yang salah karena belum sepenuhnya bisa menjadi ibu yang baik untuk sang putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...